Bau "Ikhwanul Muslimin" di balik gerakan demo 4 November tak bisa ditutupi lagi. Walaupun pijakan aksi demo itu memakai alasan penistaan agama oleh cagub petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tetapi terbukti yang disasar jauh lebih besar yaitu kestabilan dan integritas negara.
Yang menarik, gerakan yang dipelopori Riziek Sihab ini (maaf, saya tak bisa menyebut dia dengan habib) pentolan FPI yang sudah lama dikenal dengan track record yang kurang bagus di mata masyarakat, dikemas begitu menariknya. Warga NU dan Muhammadyah pun ikut ditarik-tarik dengan sentimen penistaan agama itu.
Anehnya, saat Polri bermaksud menyelesaikan kasus dugaan penistaan agama itu secepatnya, justru FPI meminta penundaan waktu. Penyelidik telah memintai keterangan sejumlah saksi, ahli, dan pelapor. Salah satu pelapor adalah perwakilan dari Front Pembela Islam (FPI). Penyelidik telah mengirimkan undangan, tetapi FPI belum memenuhi dan minta ditunda.
Karena itu tak salah juga muncul penilaian, kasus dugaan penistaan agama itu justru diulur-ulur penyelesaiannya oleh FPI sendiri untuk memelihara momen semangat anti-Ahok, untuk menyasar target yang lebih besar, yaitu Presiden Jokowi. Akal sehat tidak berlaku di sini. Penyelesaian kasus ini mereka hambat sendiri untuk memberi waktu dan alasan menyerang Presiden Jokowi.
Kembali ke bau Ikhwanul Muslimin dalam gerakan demo 4 November. Pemilihan tanggal 4, juga seruan agar peserta demo menulis surat wasiat, mengundang massa dari luar Jakarta untuk ikut, adalah sinyal jelas demo ini bukan demo biasa. Sasarannya juga sudah disebut-sebut, salah satunya Istana Negara dengan tujuan meminta Presiden Jokowi menemui mereka dan agar tidak mengintervensi kasus Ahok.
Fadli Zon wakil ketua DPR "sahabat baik" FPI dan kelompoknya itu juga sudah berkirim surat resmi ke Istana, menyampaikan keinginan para pendemo. Tak hanya berkirim surat, Fadli Zon dan karibnya Fahri Hamzah yang juga wakil ketua DPR tanpa fraksi itu juga berencana ikut dalam aksi demo itu. Sebuah tindakan yang menafikkan peran DPR sebagai lembaga penampung aspirasi rakyat di mana mereka menjabat dan digaji negara.
Ini jelas menunjukkan kasus dugaan penistaan agama yang sarat dengan kepentingan politik Pilkada DKI Jakarta ini, hendak dijadikan dagangan gerakan politik nasional untuk menyasar Presiden Jokowi yang secara "tradisional" telah jadi musuh politik Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Soal korelasi kasus Ahok dengan Jokowi bisa saja dicari-cari, misalnya dengan kata "intervensi" dan ancaman pemakzulan. Klise dan mudah ditebak.
Tetapi, sebenarnya pemilihan tanggal empat dan seruan menulis surat wasiat bagi yang mengikuti aksi demo inilah, yang mengingatkan orang akan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir paska kudeta militer terhadap presiden Mursi pada tahun 2013. Tanggal empat itu bisa mengingatkan orang akan simbol R4BIA yang digunakan pengikut presiden Mesir Mursi, yang menimbulkan banyak korban saat itu.
Dan, gerakan R4BIA telah menyebar ke seluruh dunia, sebagai simbol dukungan dan simpati atas apa yang menimpa Mursi dan pengikutnya. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ada di antara mereka dan sering menggunakan simbol empat jari R4BIA itu, termasuk saat pertemuan di forum G20 September lalu, yang dihadiri Presiden Mesir Abdel Fattah al Sisi, yang mengkudeta Mursi 2013 lalu yang lalu.
Dengan adanya seruan agar peserta demo menulis surat wasiat, jelas menggambarkan kemungkinan aksi 4 November besok memang direncanakan berlangsung rusuh, dan berkemungkinan timbul korban sebagaimana peristiwa demo di Mesir itu. Aksi demo ini jelas seperti sejak awalnya memang telah disetel sebagai ajang jihad dengan taruhan nyawa karena itu mereka diminta menulis surat wasiat.
Secara akal sehat, bila benar gerakan demo disetel seperti itu, bisa diibaratkan semut melawan trenggiling, atau peserta demo akan jadi " makanan lalapan" aparat yang tentu sudah siap dengan persenjataannya. Justru itulah yang mereka kehendaki. Jatuhnya korban, terlebih jika korban itu menyasar warga NU atau Muhammadyah yang ikut demo, bisa memancing umat yang Iain itu untuk memusuhi pemerintah dan aparat.