"Kejahatan yang menyebabkab meninggalnya aktivis HAM Munir ini adalah jejahatan yang serius; sebenarnya mencoreng demokrasi kita waktu itu. Tidak pelak menjadi perhatian, baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional. Oleh karena itu, saya katakan bahwa yang kami lakukan dulu adalah langkah dan tindakan yang serius, yang sungguh-sungguh, utamanya dalam konteks penegakan hukum.
Tetapi tentu yang kami lakukan dulu sesuai dengan batas-batas kewenangan seorang pejabat eksekutif, termasuk kewenangan yang dimiliki oleh para penyelidik, penyidik, maupun penuntut. Dalam arti, kewenangan dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan,
Jika masih ada yang menganggap sekarang ini keadilan sejati belum terwujud, saya mengatakan selalu ada pintu untuk mencari kebenaran. Jika memang masih ada kebenaran yang belum terkuak, saya ulangi, selalu ada pintu untuk mendapatkan atau mencari kebenaran yang sejati. Jika memang ada kebenaran yang belum terkuak.
Oleh karena itu, saya mendukung langkah-langkah Presiden Jokowi, jika memang melanjutkan penegakan hukum ini, jika memang ada yang belum selesai." (Soesilo Bambang Yudhoyono, Cikeas, 25/10/2016)
....
"Perlu kami sampaikan bahwa sangatlah tidak benar, sekali lagi sangatlah tidak benar, jika laporan TPF Munir itu sengaja dihilangkan. Tidak ada kepentingan dan urgensi apa pun untuk menghilangkan naskah laporan itu." (Sudi Silalahi, Cikeas, 25/10/2016)
.........
Mantan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah memenuhi janjinya untuk memberikan penjelasan rinci terkait penanganan kasus kematian Munir, Selasa kemarin. Tetapi, penjelasan itu belum menjawab persoalan hilangnya dokumen asli TPF Kematian Munir. Keberadaan dokumen itu masih misterius meski ada pernyataan "kira-kira" kemungkinan tempat dokumen itu berada.
Persoalan raibnya dokumen ini menjadi makin bias setelah Koordinator Kontras Haris Azhar justru mengeluarkan "jurus mabuk" memuji-muji SBY yang telah memberikan penjelasan rinci dan sebaliknya mengkritik Presiden Jokowi dan jajarannya yang dinilai "lelet" tidak reaktif terhadap penanganan kasus ini.
Itu masih ditambah lagi dengan pendapat sekelompok orang yang menyatakan dokumen itu tak penah hilang. Pemerintahan Jokowi sengaja disebut mengatakan dokumen itu hilang untuk menjadikannya alasan agar pengusutan kasus ini terhenti. Ini tentu bertentangan dengan pernyataan bahwa pemerintahan SBY yang sengaja menghilangkan dokumen itu dan karena itu SBY harus diperiksa.
Jadi, di manakah dokumen asli hasil kerja TPF Kematian Munir berada, yang telah diserahkan ke SBY 24 Juni 2005 itu? Sudi Silalahi, mantan menteri sekretaris kabinet yang membacakan penjelasan Tim SBY, kemarin menyatakan tidak tahu. Dia hanya menyatakan ada enam bundel dokumen yang diserahkan TPF Munir, satu diserahkan langsung ke SBY dan sisanya diserahkan ke lembaga terkait yaitu Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Kemenkumham, BIN, dan Seskab.