Ini adalah kisah tentang keutamaan yang tak luruh oleh zaman Seorang Wali Allah ratusan tahun lalu namun tetap hidup melintasi zaman Sebuah bukti terpeliharanya kemuliaan dan keberkahan anugerah kehidupan Kebaikan, kebagusan, kerahmatan yang mengalir bak mata air bagi semua golongan. Pancaran cahaya hati yang mengikat berjuta jiwa, luruh dalam penyerahan Tunduk, tafakkur, sujud, dzikir, tahlil, dan lantunan ayat-ayat Al Qur'an. Diam dalam doa siri dan penyerahan diri ke hadirat Tuhan Semesta Alam
Kawan, ini kisah tentang Wali Allah yang mengajarkan kerendahan hati, kesucian diri, kesucian hati dalam mengarungi Samudra Kehidupan. Tentang Wali Allah yang mengajarkan penghormatan kepada sesama, melepas diri dari belenggu keduniawian yang menyebarkan Cahaya Illahi dengan suara lembut ditingkap suara merdu bonang yang menggetarkan.
Kawan, ini kisah tentang Wali Allah yang mengajarkan cinta kesejatian, penyerahan diri, keikhlasan, dan pencarian di jalan Tuhan yang tak menganjurkan permusuhan, penghujatan, tapi bersenandung dengan kelembutan hati dan perasaan yang mengikat hati jutaan manusia, luruh dalam cinta Rasullullah dan penyerahan kepada Allah Tuhan Seru Sekalian Alam.
Kawan, ini kisah Wali Allah Sunan Bonang, yang keutamaannya terus mengalir melintasi zaman membawa Cinta Rasul dan Kebesaran Tuhan
Jika engkau tanya, Sunan Bonang itu Jawa, Cina, Melayu, atau dari Arab sana, semua itu ada dalam dirinya
Jika engkau tanya, Sunan Bonang lebih cinta NU, Muhammdiyah, MUI HTI, FPI, atau ormas lainnya, semua itu belum ada pada zamannya
Jika engkau tanya, Sunang Bonang itu lebih sayang pejabat, hartawan, atau rakyat jelata, semuanya ada dalam amanah Salam yang dipancarkannya
Kawan, Kamis kemarin adalah khol ke-501 Sunan Bonang. Jika datang, akan engkau saksikan manusia berbondong-bondong datang tanpa bayaran, tanpa undangan. Ada bapak-bapak, ibu-ibu, nona-nona, para perjaka, dan anak-anak. Ada para pejabat atau rakyat jelata. Ada kiai langgar, kiai kampung, kiai kecamatan, kiai kabupaten hingga kiai negara. Ada yang bersorban, berpici hitam atau putih, abu atau biru, hijau atau hijau putih, berbenang emas atau katun biasa; ada pula yang tak pakai penutup kepala.
Ada yang bersarung, berkerudung-kebaya, berjilbab, tapi ada juga yang berjean belel atau hanya bercelana pendek saja. Ada yang naik sedan, bus, truk, mobil gerobak, mobil desa roda tiga, sepeda motor, sepeda ontel atau berjalan. Mereka datang dari empat penjuru angin, berkabilah, berpasangan, atau sendirian. Jangan engkau tanya, apakah mereka semua Islam dan sembahyang
Engkau akan saksikan pasar rakyat di jalanan di sekitar Alun-alun Tuban. Para pedagang musiman datang dari empat mata arah angin. Ada dandang, wajan, piring, pisau, rantang, ataupun kobokan. Ini adalah musim belanja setahun sekali bagi warga pelosok pedesaan. Jangan engkau tanya apakah pedagang dan pembelinya Islam dan bersembahyang
Kawan, di pasar rakyat itu, engkau akan saksikan senyum dan tawa bahagia orang kebanyakan. Tak ada gengsi untuk beli sosis bakar atau pentol bakso super besar, arum manis, atau manisan meski debu halus beterbangan. Atau ice cream murah seukuran topi kerucut bocah yang terbalik, meleleh dalam jilatan bocah-bocah ingusan