Lihat ke Halaman Asli

mohammad mustain

TERVERIFIKASI

Festival Bengawan Solo, Festival Persahabatan Alam

Diperbarui: 27 September 2016   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana lomba perahu hias di dekat garis finis, Taman Bengawan Solo, Ledok Wetan, Bojonegoro, Jawa Timur, Minggu (25/9/2016) kemarin. foto: dokumen pribadi

Suasana di pinggir Bengawan Solo, baik di sisi utara maupun selatan, mulai dari Bendung Gerak Kalitidu hingga Taman Bengawan Solo di Ledok Wetan Kota Bojonegoro, Jawa Timur, Minggu (25/9/2016) kemarin, sungguh berbeda. Masyarakat tampak bergerombol di tempat-tempat yang lapang di pinggir sungai. Yang kepanasan bawa payung dan topi, namun ada juga yang memilih pinggir sungai yang banyak pepohonannya.

Saya bersama istri dan anak termasuk bagian masyarakat ini, meski bukan warga Bojonegoro. Jangan salah paham dengan membayangkan ini kegiatan unjuk rasa masal. Kami hanya ingin melihat perahu-perahu yang dihias lewat di Bengawan Solo. Tentunya biar lebih komplet, ya bisa foto-foto atau selfie bersama keluarga.

Dan hasilnya memang tidak terlalu mengecewakan. Ya, meski sedikit gosong karena Kang Yoto bupati Bojonegoro molor memberangkatkan perahu hias, sementara matahari cukup terik di lokasi Bendung Gerak Kalitidu. Tapi, kisah dan foto festival Bengawan Solo ini cukup menarik untuk disajikan di Kompasiana.

Saya sendiri awalnya khawatir terlambat dan tak dapat momen dan foto yang apik, sehingga berangkat  agak pagi dari rumah di Tuban. Maunya sih sampai di lokasi paling lambat pukul 08.00. Tapi, ya sudah biasa kalau berangkat bersama rombongan itu suka molor. Jadi baru pukul 08.30 kami sampai di Bendung Gerak; sedikit terhambat urusan "parkir", molor lagi sepuluh menit.

Apapun, hasilnya kami bisa juga menikmati Festival Bengawan Solo, yang kemarin berupa lomba perahu hias menyusuri Bengawan Solo, dilanjut sore harinya dengan sajian musik Keroncong di Taman Bengawan Solo. Memang karena masyarakat yang menonton acara ini tidak di satu titik, jadi acara pemberangkatan perahu itu terasa lebih lapang dan kurang "meriah".

Ternyata suasana ini memang disengaja karena tak ingin seperti tahun lalu. Kata sahabat saya, acara festival agak dikurangi porsinya, misalnya festival layang-layang  yang dulu dibarengkan dengan lomba perahu hias, sementara dihentikan dulu karena terlalu sukses. Lho, terlalu sukses kok malah dihentikan? 

Ya, masalahnya karena peserta dan penontonnya membludak, lokasi Bendung Gerak Kalitidu yang jadi tempat start lomba perahi hias dan lomba layang-layang, over kapasitas, uyel-uyelan. Tak hanya itu, jalan raya mulai keluar Koto Bojonegoro ke arah Cepu juga maceeettttt. Sementara itu, hotel yang menampung peserta lomba layang-layang ternyata belum siap. Jadilah, panitianya kalang kabut tidak karuan.

Itu kata Slamet Agus Sudarmojo, wartawan Antara sahabat saya. Ya karena alasan itu pula, tahun ini penontonnya tak membludak lagi namun tersebar di sepanjang sisi Bengawan Solo dari Bendung Gerak Kalitidu hingga Taman Bengawan Solo di utara Pasar Bojonegoro itu. Itulah pemandangan yang saya jumpai saat berangkat ke lokasi start dan balik ke kota ke lokasi finish lomba perahu hias.

Secara umum, acara wisata gratisan Festival Bengawan Solo di Bojonegoro berupa lomba perahu hias, yang diikuti 40 peserta relatif cukup menarik. Hanya saja, kalau anda tahun depan ingin menontonnya, saya sarankan pakai sun blok, topi lebar untuk wanita atau payung. Kalau takut silau ya pakai kacamata hitam. Saya bukan termasuk yang siap kemarin karena tak bawa topi, jadinya ya agak gosong.

Ritual larung sesaji, simbol permohonan ke Illahi Robbi, Tuhan Semesta Alam agar diberi kelimpahan rezeki, keselamatan, dan keberkahan hidup. foto: dokumen pribadi

DARI PERAHU NAGA HINGGA BANTENG PUTIH

Lomba perahu hias di Festival Bengawan Solo Bojonegoro ini memang berbeda dengan lomba perahu rakit (getek) yang pernah digelar saat Presiden Jokowi masih jadi walikota di Solo, November 2011 lalu. Sesuai namanya, getek atau rakit dari bilah bambu yang diikat berdampingan memanjang, yang dulu merupakan alat transportasi utama di Solo. Rakit itulah yang dihias, untuk menggambarkn sejarah Bengawan Solo masa lalu dan masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline