Lihat ke Halaman Asli

mohammad mustain

TERVERIFIKASI

Mau Haji, Ditangkap Karena Korupsi

Diperbarui: 5 September 2016   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah ironi. Bupati Banyuasin Sumatra Selatan Yan Anton Ferdian ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi, beberapa menit setelah acara pengajian Minggu siang (4/9/2016) yang diadakan untuk pengantar keberangkatannya naik haji ke tanah suci, yang seharusnya dijalani Senin (5/9/2016)  hari ini. Ini seperti gambaran ibadah seseorang tak berpengaruh pada perilaku koruptifnya, atau ibadah sekedar seremoni belaka.

Yan Anton juga di-OTT KPK hanya selang dua minggu setelah Gubernur Sultra Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka. Ini seakan membuktikan korupsi tak mengenal kata takut atau jera, satu ditersangkakan  yang lain tetap menyusul. Ini seolah juga menggambarkan efek jera yang diharapkan muncul dari kerja KPK sehingga seseorang membatalkan niat korupsinya, tidak terjadi.

Korupsi memang benar-benar kejahatan luar biasa. Tak hanya karena efek merusaknya, korupsi dalam beberapa kasus,  menampilkan diri dengan wajahnya yang banyak dan beraneka itu. Kita tak pernah menyangka, orang yang tampak santun, ramah, intelektual, murah hati, tiba-tiba saja ditangkap karena korupsi.

Ibarat pertunjukan, korupsi seperti melibatkan banyak aktor dan artis berbakat yang begitu menghayati perannya, sehingga larut dalam peran itu. Akibatnta, para aktor dan artis korupsi ini tak lagi sadar kalau dia telah melakukan kejahatan yang luar biasa itu.

Dalam beberapa kasus korupsi telah menjungkirbalikkan peran agama untuk meredam dan mencegah tindakan korupsi. Kalau sebelumnya kita sempat terkejut dengan korupsi pada program pengadaan Alqur’an, menteri agama dipidana karena korupsi dana haji, kini bupati mengadakan pengajian untuk pengantar naik haji dan di-OTT KPK hanya beberapa menit setelahnya.

Sebagai bangsa yang tak akan bisa lepas dari peran agama dalam kehidupan --yang membimbing kita menuju kebaikan, kemaslahatan,  dan menjauhkan kita dari keburukan, kemungkaran, dan kebatilan, kejadian korupsi seperti di Banyuasin dan di Departemen Agama oleh orang yang paham benar agama—kita patut mempertanyakan kembali apa peran agama dalam pemberantasan korupsi.

Apakah ini menunjukka agama telah kita perlakukan sebagai kebanggan identitas semata, dengan aneka kegiatan seremonial yang dilestarikan, dan aneka gelar keagamaan yang susah payah direngkuh meski dengan melanggar hukum seperti korupsi. Apapun model jawabannya, kasus itu telah menunjukkan kepada kita bahwa nilai-nilai dalam agama tidak membawa pengaruh kepada pelaku korupsi bahkan mereka telah memperlakukan kegiatan keagamaan sebagai kamulfase, untuk menutupi kejahatan itu.

Memang agama tidak serta merta menjadikan seseorang menjadi baik dan ahli surga. Ia hanyalah penuntun jalan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Manusia bjsa mengikuti jalan itu atau menafikkannya dan Tuhan tidak sedikit pun diuntungkan atau dirugikan atas pilihan manusia itu. Namun  yang menjadi masalah bagi manusia lain adalah saat seseorang menggunakan tameng agama untuk kejahatannya. Karena begitu saktinya tameng agama, seringkali manusia lain tak menyadari ada kejahatan di situ.

Bupati Banyuasin Yan Anto Ferdian yang kini masih menjalani pemeriksaan intensif tim Komisi Pemberantasan Korupsi di  Jakarta, bukanlah nama baru dalam kasus korupsi di wilayah Sumatera Selatan. Yan Anto Ferdian yang menjabat bupati sejak 2013 lalu, namanya masuk dalam daftar 62 nama anggota DPRD Sumatera Selatan yang Maret 2016 lalu diperiksa dalam kasus bansos tahun 2013. Artinya, jika KPK menetapkan dia sebagai tersangka hari ini, itu hanya menambah daftar kasus korupsi yang pernah menjeratnya.

Yan Anto Ferdian terpilih sebagai bupati Banyuasin bersama pasangannya Suman Asra Supriono untuk masa jabatan 2013-2018,  lewat pilkada ketat. Dia sempat didiskualifikasi KPU Banyuasin karena kecurangan, namun keputusan itu dianulir oleh KPUD Sumatera Selatan. Yan sendiri sebelumnya menjabat sebagai anggota DPRD Sumsel 2009-20013, ketua DPD Golkar Banyuasin, dan anak merupakan bupati sebelumnya. (aktualita.co, 4/9/2016)

Melihat fakta itu, tak salah jika ada yang menilai seorang koruptor punya kecenderungan kuat untuk mengulangi kejahatannya setiap ada peluang dan kesempatan. Ini mungkin sama dengan sifat kejahatan lain yaitu adanya niat dan kesempatan. Yang membedakannya mungkin adalah sifat koruptor yang lekat dengan kekuasaan baik institusi kenegaraan, sosial, maupun keagamaan. Sifat penguasaan atas birokrasi, aset, dan dana (uang) itulah yang membedakannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline