Lihat ke Halaman Asli

dajon8686

politik dan bisnis

Tikus Koruptor Bekeliaran di Perkebunan Kelapa Sawit

Diperbarui: 23 Desember 2019   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

berkebun.co.id

Luasnya lahan perkebunan kelapa sawit yang dibuka dan lemahnya pengelalaan lahan sangat berpotensi terjadinya tindakan korupsi. Potensi korupsi itu terlihat pada timpang-tindih perizinan, khususnya izin pembukaan lahan hutan konservasi hutan lindung dan lahan gambut.

Bedasarkan data Kementerian Pertanian dan Kementerian Agrarian dan Tata Ruang total lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 15,7 juta hektar. 10.7juta\h dikuasai swasta, 4.4juta\h dikuasai rakyat dan 493 ribu\h dikuasai BUMN.

Menurut beberapa kalangan peneliti menyimpulkan bahwa, system pengendalian dalam perizinan perkebunan kelapa sawit belum memadai dan akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha.

Perihal tersebut juga di tegaskan oleh kajian KPK, bahwa tidak ada mekanisme perencanaan perizinan berbasis tata ruang yang efektif untuk mengendalikan usaha perkebunan kelapa sawit. Peratuan perizinan di sektor perkebunan juga belum mengatur secara efektif, terutama pada koordinasi antar litas lembaga dalam penerbitan dan pengendalian izin di sektor perkebunan. Dampak dari temuan KPK adalah

  • Sering terjadi konflik antar perusahaan pemegang izin, yang pada akhirnya dapat menganggu iklim usaha dan praktek korupsi dalam penyelesaian sengketa perizinan tersebut.
  • Tidak optimalnya pemanfaatan lahan yang berimplikasi kepada kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan.
  • Hilangnya potensi penerimaan negara, baik dari penerimaan pajak maupun penerimaan non pajak.
  • Timpang-tindih HGU dengan lahan gambut yang berimplikasi kepada kerusakan ekosistem lingkngan dan menjadi penyebab utama kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
  • Terbukanya peluang korupsi dalam proses pemberian izin.

Atas kajian tersebut, KPK mendorong adanya perbaikan pengelolaan komoditas kelapa sawit secara menyeluruh sehingga dapat memberikan nilai tambah terhadap perekonomian dan juga dapat meminimalisir potensi korupsi yang terjadi di sektor kelapa sawit.

Pembukaan izin lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit sangat rentang terhadap praktek korupsi baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Hal senada diungkap oleh peneliti Sawit Watch Roland S, "korupsi ini bisa terjadi pada tahap pembuatan kebijakan hingga ke tahap penegakan hukum."

"Pada tahap pembuatan kebijakan dan perencanaan, korupsi umumnya dilakukan dalam bentuk suap dan gratifikasi kepada penyusun kebijakan di tingkat eksekutif," tegasnya di kawasan cikini, Jakarta Pusat.

Selanjutnya, bentuk penyimpangan pembiayaan dalam proses perolehan Hak Guna Usaha (HGU) kerap terjadi persekongkolan pengusaha sawit dengan jasa broker yang sejalan dengan birokrat dan penguasa politik daerah.

"Dalam perkebunan kelapa sawit ini terjadi dugaan korupsi yang sistematik dan masif lewat penggunaan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin konversi dan HGU. Terdapat 40% perkebunan kelapa sawit yang beroperasi tanpa HGU. Hal ini terlihat dari rendahnya perusahaan yang mendaftar ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil)," sambungnya.

Roland mengatakan, ada beberapa tahap korupsi di sekotor perkebunan sawit mulai dari tingkat bupati hingga pemerintah pusat. Untuk mendapatkan rekomendasi dari bupati dimulai dari tim pra oprasional sampai pengusaha mendapatkan rekomendasi tersebut dengan "harga kesepakatan" berkisar Rp 7 miliar.

"Untuk memperlancar dan mendapatkan rekomendasi gubernur harus bayar sampai Rp 7 miliar. Kemudian untuk tahap pelepasan kawasan tanah negara, pengusaha harus mengeluarkan Rp 11 miliar. Harga tersebut belum termasuk pembayaran tanah," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline