Pada tanggal 10 November 2018, saya berkesempatan menonton film A man Call AHOK di Orange County, Lippo CIkarang. Film ini menceritakan kisah perjalan hidup seorang Ahok dari kecil hingga berhasil mengembangkan Belitung. Pada bagian awal diceritakan mengenai sosok Ahok saat masih kecil dan tinggal di Belitung. Disana dia dibesarkan oleh ayahnya yang bernama Kim Nam, ayahnya yang begitu dermawan membuatnya mudah dikenal orang. Ahok sendiri merupakan anah pertama dari 4 bersaudara sampai akhirnya adiknya yang terkecil bernama Frans lahir.
Ayahnya merupakan sosok yang tegas dan disiplin, tetapi tujuannya itu baik yaitu ingin mendidik dan membawa anak-anaknya ke masa depan yang cerah. Ayahnya ingin ahar anak-anaknya dapat menjadi dokter, bagian dari pemerintah, pengacara, dan profesi yang berguna untuk memajukan Belitung kedepannya. Ayahnya juga menamkan Pendidikan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan.
Tak jarang keluarga Ahok dilanda masalah keuangan akibat terlilit hutang, tetapi itu tidak menjadi hambatan bagi ayahnya untuk tetap membantu sesama dan membayar gaji karyawannya. Hingga saat Ahok keluar dari Belitung untuk menempuh S1 dan S2, sifat ayahnya menurun kepadanya menjadikannya pribadi yang tegas namun juga peduli sesama.
Salah satu adegan yang paling berkesan bagi saya adalah saat ayahnya tidak mampu menolong seorang bapak yang putrinya ingin melahirkan. Akan tetapi, Ahok membantunya dengan mengumpulkan uang dari celengannya dan Yuyu (adiknya). Saya dapat melihat sifat Ahok yang sudah tertanam dari kecil. Rasa empatinya yang tinggi membuatnya menjadi berarti bagi sesama.
Awalnya Ahok kembali ke Belitung untuk membuka bisnis tambang seperti ayahnya. Akan tetapi, kebijakan pemerintah disana memaksanya untuk berhenti dan membuka kesempatannya menjadi DPRD. Dilihatnya ketidakadilan ketika para anggota DPRD menerima tunjangan dinas walaupun para anggota tidak melakukan dinas. Hal ini membuatnya naik pitam dan berencana mendaftar menjadi Gubernur. Ketika Ahok mendaftar sebagai DPRD lalu Gubernur, terlihat jelas keberaniannya. Disaat orang lain memandang dia sebagai orang yang berbeda suku (karena dia Tionghoa), dia tetap berani memilih keputusannya. Niatnya yang tulus untuk menolong orang susah yang tertindas dan memperbaiki peraturan yang ada membuatnya terpilih menjadi Bupati Belitung.
Diakhir film diceritakan mengenai kondisi Ahok saat ini yang berada di penjara. Dijelaskan pula bahwa ia sempat menjadi gubernur DKI Jakarta, tetapi harus melepas jabatannya karena dilanda khasus penistaan agama. Saat dipenjara, Ahok juga menuliskan surat untuk pada pendukungnya yang dibacakan oleh Veronica Tan, mantan istrinya.
Melalui film ini saya dapat melihat masa lalu dari sosok yang selama ini dinilai sangat tegas dalam memimpin. Banyak sekali pelajaran berharga yang dapat diperoleh. Terlepas dari kekecewaan pendukungnya mengenai keputusan hakim mengenai tindak pidana yang dialaminya, para penonton tetap menikmati selama pertunjukan. Film ini sangat cocok ditonton bagi remaja maupun orang dewasa karena menarik dan banyak makna yang terkandung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H