Lihat ke Halaman Asli

Pulau Kemarau, Kisah Romeo dan Juliet Ala Palembang

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sang surya di ufuk barat kian tak tampak lagi sebab senja sudah mejelang. Sayup-sayup dari kapal yang berlayar di Sungai Musi Palembang mulai terlihat Pulau Kemarau yang menyajikan sejuta kenangan. Dari kapal sudah nampak pagoda berarsitektur China yang menjulang tinggi. Pulau Kemarau memiliki cerita tersendiri yang cukup menarik untuk diceritakan. Pulau cerita cinta dua insan anak manusia.

Seorang pangeran dari China yang bernama Tan Bu An datang ke Palembang untuk menuntut ilmu. Setelah beberapa lama tinggal di Palembang, ia jatuh cinta dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah. Maka ia datang ke rumah Fatimah untuk melamarnya. Orang tua Siti Fatimah menerima pinangan Tan Bu An dengan syarat Tan Bu An harus memberikan cinderamata.

Maka Tan Bu An mengirim utusan ke negerinya untuk meminta cinderamata dari ayahnya yang akan diberikan kepada raja. Tidak berapa lama utusan tersebut datang ke Palembang membawa sayur-sayuran serta buah-buahan. Tan Bu An terkejut dan marah sebab ayahnya tidak mengirimkan sesuai dengan apa yang ia minta yaitu guci, keramik, dan uang China.

Tan Bu An membuang semua muatan kapal ke Sungai Musi termasuk sayuran dan buah-buahan kiriman sang ayah. Ternyata uang China, Guci, dan Keramik yang ia harapkan ada di dalam tumpukan sayuran dan buah-buahan itu. Karena malu Tan Bu An ingin mengambil kembali yang sudah dibuangnya ke sungai musi. Setelah ditunggu beberapa lama Tan Bu An tidak muncul-muncul juga, ia tenggelam bersama sayuran dan buah-buahan tersebut.

Mendengar sang pujaan hatinya tenggelam, Siti Fatimah pun gusar. Dengan langkah pasti ia berlari ke Sungai Musi dan menenggelamkan dirinya menyusul calon suami yang ia cintai. Sebelum tenggelam Siti Fatimah berpesan "apabila ada tumbuh pohon di gundukan tanah tempat mereka tenggelam itu adalah pohon lambang cinta mereka berdua yaitu pohon cinta".

Setelah sang putri tenggelam, muncullah gundukan tanah dari permukaan sungai, yang sekarang menjadi awal mulanya delta Pulau Kemarau. Dan masyarakat setempat percaya bahwa gundukan tanah itu adalah nisan kedua pasangan itu dan memberikannya nama "Pulau Kemarau" yang memiliki makna meskipun Sungai Musi pasang, pulau ini tetep kering.

Masyarakat Tionghoa percaya bahwa roh leluhur mereka, Tan Bun An mendiami pulau kemarau. Maka setiap imlek tempat ini selalu ramai dikunjungi etnis Tionghoa untuk mengenang leluhurnya itu. Pada tahun 2006, dibangunlah pagoda yang nantinya akan digunakan sebagai tempat ibadat atau acara lainnya., sampai sekarang pagoda ini masih dalam tahap pembangunan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline