Lihat ke Halaman Asli

Dailymonthly

Just Another Blog

Akar dan Dampak Bias, Prasangka, dan Diskriminasi dalam Masyarakat Indonesia

Diperbarui: 2 Juni 2023   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akar dan Dampak Bias, Prasangka, dan Diskriminasi dalam Masyarakat (Bing Image Creator)

Akar dan Dampak Bias, Prasangka, dan Diskriminasi dalam Masyarakat Indonesia

 Tinjauan Kritis terhadap Kebijakan dan Praktik

Bias adalah sikap atau keyakinan yang cenderung mendukung ide, sifat, atau kelompok tertentu secara tidak proporsional, biasanya dengan cara yang tidak adil atau berprasangka. Prasangka adalah penilaian terhadap kelompok atau orang berdasarkan prasangka. Diskriminasi didefinisikan sebagai membuat perbedaan berdasarkan kelompok, kelas, atau kategori. Namun, istilah ini juga digunakan secara khusus ketika seseorang atau kelompok diperlakukan tidak adil karena mereka termasuk atau dianggap termasuk dalam kelompok, kelas, atau kategori tertentu. Membuat perbedaan tidak selalu negatif dan dapat berfungsi penting dalam kognisi dan perilaku sosial manusia. Namun, bias, prasangka, dan diskriminasi sering menyebabkan tindakan dan sikap yang tidak adil atau berbahaya, dan orang tidak selalu sadar akan bias yang mereka miliki.

Sikap sosial yang lazim memperkuat bias umum dalam budaya, yang dapat membuat diskriminasi tampak sebagai akibat dari perbedaan alami antara kelompok orang daripada akibat dari keyakinan dan norma yang berprasangka dan telah ada sejak lama. Bias dapat menyebabkan diskriminasi pada skala sistemik ketika mereka menjadi dasar dari hukum, kebijakan, dan praktik. Bias yang terkandung dalam praktik atau kode hukum yang telah lama ada dapat menyebabkan hasil diskriminatif secara langsung, yang pada gilirannya berfungsi untuk membenarkan bias yang sudah ada sebelumnya. Bias menyebabkan diskriminasi, dan diskriminasi sering memperkuat bias.

Kebanyakan orang Indonesia mengakui bias, prasangka, dan diskriminasi sebagai hal yang merugikan bagi individu, komunitas, organisasi, dan seluruh masyarakat Indonesia. Diskriminasi bertentangan dengan pemahaman banyak orang tentang Indonesia sebagai negara yang dibangun atas hak, kebebasan, dan peluang individu. Mencapai akses yang sama terhadap hak dan peluang terhambat oleh norma sosial, sikap budaya, kode hukum, ideologi politik, dan berbagai fenomena lain yang membawa dan memperkuat bias seiring waktu. Meskipun kebanyakan orang Indonesia percaya bahwa diskriminasi ada di abad ke-21 ini, ada ketidaksepakatan yang signifikan mengenai kelompok mana yang menghadapi diskriminasi, seberapa besar masalahnya, dan bagaimana cara menanganinya jika ada.

Bentuk-bentuk Diskriminasi di Indonesia

Indonesia adalah negara yang beragam dengan lebih dari 300 kelompok etnis, enam agama resmi, dan berbagai bahasa dan budaya. Namun, keragaman ini juga menimbulkan tantangan untuk memastikan kesetaraan dan non-diskriminasi bagi semua orang di masyarakat. Indonesia tidak memiliki undang-undang anti-diskriminasi yang komprehensif, melainkan tambal sulam undang-undang dan peraturan yang menangani berbagai aspek diskriminasi. Beberapa bentuk diskriminasi yang masih ada di Indonesia adalah:

- Diskriminasi ras dan etnis: Indonesia memiliki sejarah diskriminasi ras dan etnis, terutama terhadap orang Tionghoa Indonesia, yang telah menghadapi kekerasan, penganiayaan, dan marjinalisasi sejak zaman penjajahan. Kerusuhan anti-Tionghoa pada tahun 1998 merupakan salah satu episode kekerasan rasial terburuk dalam sejarah Indonesia, yang mengakibatkan ratusan orang tewas dan ribuan lainnya terluka. Meskipun situasi telah membaik sejak saat itu, masyarakat Tionghoa Indonesia masih menghadapi diskriminasi dan prasangka di berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, politik, dan media. Etnis minoritas lainnya, seperti orang Papua, juga menghadapi diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia, terutama terkait dengan aspirasi politik mereka untuk menentukan nasib sendiri. Diskriminasi ras dan etnis dilarang oleh UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, tetapi hukum jarang ditegakkan dan tidak memberikan pemulihan yang efektif bagi para korban.

- Diskriminasi agama: Indonesia secara resmi adalah negara sekuler yang mengakui enam agama: Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Namun, minoritas agama sering menghadapi diskriminasi dan intoleransi dari mayoritas penduduk Muslim dan dari kelompok-kelompok Islam garis keras. Diskriminasi agama dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti tuduhan penistaan agama, serangan terhadap tempat ibadah, pembatasan ekspresi agama dan perpindahan agama, dan penolakan hak-hak sipil. Pasal penodaan agama (Pasal 156a KUHP) telah digunakan untuk menyasar kelompok agama minoritas, seperti Ahmadiyah, Syiah, Kristen, Budha, dan pengikut gerakan keagamaan baru. Rancangan KUHP berusaha memperluas pasal penodaan agama dengan memasukkan pelanggaran seperti "membujuk seseorang untuk menjadi kafir". Diskriminasi agama juga dipengaruhi oleh peraturan daerah yang memberlakukan norma dan nilai Islam, seperti aturan berpakaian, larangan alkohol, dan hukuman berbasis syariah.


- Diskriminasi gender dan orientasi seksual: Indonesia adalah masyarakat patriarkis yang memberikan lebih banyak kekuasaan dan hak istimewa kepada laki-laki daripada perempuan. Diskriminasi gender dan orientasi seksual dapat mempengaruhi perempuan, lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), dan siapa saja yang tidak sesuai dengan norma-norma dominan maskulinitas dan feminitas. Diskriminasi gender dan orientasi seksual dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, pemerkosaan, pernikahan anak, mutilasi alat kelamin perempuan, kesenjangan upah berdasarkan gender, kurangnya representasi politik, dan kriminalisasi hubungan sesama jenis. Meskipun Konstitusi menjamin persamaan hak bagi semua warga negara, tidak ada undang-undang khusus yang melindungi perempuan dan kelompok LGBT dari diskriminasi dan kekerasan. Rancangan KUHP memuat ketentuan-ketentuan yang akan melanggar hak-hak perempuan dan kelompok LGBT, seperti mengkriminalisasi hubungan seks di luar nikah, perzinahan, aborsi, dan kumpul kebo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline