Hari Batik Nasional 2 Pemakai Batik Telah Kembali
Bagi bangsa Indonesia memakai batik menjadi budaya. Batik menjadi seragam nasional sehingga semua ASN memiliki seragam batik sesuai dinasnya masing-masing. Sekolah pun menggunakan seragam batik sepekan sekali.
Di kampung dan di kota, di Sekolah Negeri maupun Swasta memiliki batik khas sekolahnya. Batik pun dipakai dalam acara resmi maupun acara keluarga, termasuk jika akan menghadiri resepsi pernikahan atau resepsi lainnya memakai batik menimbulkan kesan elegan dan nasional.
Corak batik di tiap daerah di Indonesia sangat beragam, saya tinggal di Banten memiliki batik Banten dengan ragam corak khas daerah kabupaten/kota. Jika ada 8 kabupaten/kota dan masing masing punya 5 corak maka di Banten ada 40 ragam corak batik Banten, dan tiap tahun akan muncul corak baru, sehingga semakin menambah kekayaan ragam corak batik Banten.
Bila Negara kita ada 34 Propinsi dan tiap propinsi minimal ada 40 corak saja maka ada 1.360 corak batik nusantara yang dapat kita miliki atau koleksi. Angka ini merupakan angka minimal karena beberapa kota batik seperti Jogja, Solo, Pekalongan bisa jadi corak batik masing-masing lebih dari 100 khas batik. Perkembangan batik disesuaikan dengan trend kekinian, anak millennial dan generasi Z punya selera beda dan mereka mendesign corak batiknya tersendiri.
Hari ini tanggal 2 Oktober 2022 di Momen hari batik nasional, 2 pemakai batik yang ada di Foto keluarga saya telah tiada. Bapak mertua Pak Karwan bin Karep telah wafat tahun 2017, dan kemarin Sabtu 1 Oktober 2022, Ibu mertua menghembuskan nafas terakhirnya dengan mudah didampingi anak bungsunya Irwan, Pak RT Heru, dan mas Jarot. Mas Heru dan Mas Jarot bagi Mbah Ti (sebutan Ibu mertua putri) meski hanya tetangga namun ikatan persudaraan sudah seperti keluarga.
Sepeninggal Mbah Kakung 5 tahun lalu, kesehatan Mbah ti drop, mungkin karena kesepian tinggal di rumah hanya berdua Irwan anak bungsunya yang di siang hari pergi pagi pulang magrib bahkan sering larut malam. Rasa sepi yang menyelimuti hari dan pikiran Mbah Ti mempengaruhi mental dan semangat hidupnya sehingga sering sakit. Riwayat kesehatannya memang punya diabet sehingga Mbah Ti sudah tak konsumsi gula diganti diabetasol. Setelah sakit sekitar 3 tahun terakhir, hari Sabtu 1 Oktober 2022 di hari kesaktian Pancasila pukul 17.00 WIB, kami begitu kaget dan sedih dengan kematiannya yang mendadak.
Kematian memang merupakan suatu misteri kehidupan disamping kelahiran, jodoh dan rejeki. Kita tak dapat mengetahui kaoan kita wafat, dimana dan dalam keadaan bagaimana?. Sehingga bagi penganut ajaran Islam, diajarkan sebuah doa untuk dapat wafat dalam keadaan husnul khatimah dan terhindar dari wafat yang su'ul khatimah. Meminta diwafatkan dengan akhir yang baik dan dihindarkan dimatikan dengan akhir yang buruk. Semoga kematian Mbah ti sebagimana yang diceritakan Mas, Jarot, Pak RT Heru dan Om Irwan bahwa lisannya lancar mengucapkan laa ilaah illallah termasuk yang husnul khatimah.
18 tahun menjadi menantu Mbah Ti, saya sudah tak merasa sebagai menntunya, namun sudah merasa seperti ke Ibu kandung sendiri. Mbah ti sangat baik, sangat memahamiku dan keadaanku, dalam tiap doanya selalu mendoakan kelurgaku agat tetap dalam kesehatan dan keberkahan. Saking baiknya Mbah Ti, anak pertamaku Rida sudah menjadi seperti anaknya Mbah ti. 3 bulan setelah kelahirannya, Rida tak mau diasuh siapa pun dan maunya hanya dengan Mbah ti. Ikut Mbah ti dari usia 3 bulan hingga lulus SD ayau usia 12 tahun. SMP nya , Rida ambil pilihan di Ponpes Fajrul karim Cinangka kabupaten Serang.
Senang rasa hati kami, pada saat lulusan SMP Fajrul Karim nama dan Foto anakku Rida termasuk nominasi 3 lulusan SMPIT Tahfiz qur'an memiliki hafalan terbanyak kedua 18 juz. Mbah ti begitu bangga dengan cucu pertamanya Rida, hingga dibelikan Motor untuknya saat SMA. Kini Rida sudah kelas XII di MAN 2 Kota Serang, mendengar kabar Mbah ti wafat sampai shock dan sepanjang jalan kepulangan kami ke rumah duka di Klaten, tak mau bicara dan tak mau makan hingga tiba di rumah Mbah ti, pukul 05.00 Wib.