Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari "Sitok Srengenge"

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dunia akademisi kali ini sedikit tercoreng dengan mencuatnya kasus Sitok Srengenge -seorang penyair terkenal -yang menghamili seorang mahasiswi FIB (Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia. Kasus ini mulai muncul setelah si Mahasiswi melaporkan Sitok ke Polda Metro Jaya manakala usia kehamilannya sudah mencapai tujuh bulan. Sitok pun dilaporkan atas tuduhan pemerkosaan.

Selain dunia akademik, otomatis masalah ini pun ikut sedikit mencoreng dunia sastrawan. Dalam beberapa media disebutkan. Bahwa awal mula perkenalan antara Sitok dan RW (korban) adalah ketika Sitok diminta untuk menjadi salah satu juri dalam acara yang diselenggarakan oleh pihak FIB UI. Pada saat itu ada tiga mahasiswa yang ikut menemui Sitok. Dan diantara tiga mahasiswa tersebut adalah si korban. Karena korban adalah panitia yang diberi tanggung jawab untuk berkordinasi dengan Sitok prihal acara tersebut, maka hubungan antara Sitok dengan korban pun semakin akrab. Hingga dalam lansir media disebutkan bahwa Hubungan Sitok dan RW semakin dekat karena mereka sering menjalin komunikasi.

Pada Maret 2013, RW bertemu dengan Sitok untuk membicarakan tugas penelitian tentang sastra. Namun, kesempatan itu malah digunakan Sitok untuk merayu RW. RW diajak ke tempat komunitas sastra dan berkumpul di kawasan Pasar Minggu, Jakarta. Namun, bukannya ke lokasi, Sitok malah membawa korban ke indekosnya. Dalam lansir media tersebut pun dijelaskan bahwa kemudian setelah itu Sitok memaksa RW masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Di dalam kamar, menurut pengakuan RW, Sitok meraba, mencium kemudian menyetubuhi korban. Hingga pada saat ini, korban pun akhirnya hamil tujuh bulan.

Dalam versi yang lain, yakni versi sitok, Sitok sudah mau jika harus bertanggung jawab dan menikahi gadis 22 tahun tersebut secara sirih. Dalam sebuah berita yang dilansir detikcom menyebutkan bahwa pada saat itu Sitok siap bertanggung jawab. Dan RW meminta sitok untuk bertemu dengan orangtuanya saat itu juga. Namun, menurut Sitok karena saat tanggal 7-10 September dia tak bisa ke Jakarta karena ada acara di Yogyakarta, dirinya meminta waktu diundur. Dan ternyata, karena orangtua korban ke tanah suci soal pernikahan ini dilupakan.

Sebenarnya yang menjadi fokus ide tulisan saya adalah bukan masalah perbedaan stetemen yang diungkapkan kubu Sitok dan korban, melainkan pada kronologi kejadian tersebut. Coba kita telusuri bersama-sama. Apa saja hal yang bisa menjadikan petaka bagi si korban tersebut.? Sebenarnya, jika kita bisa berfikir dengan baik, ada beberapa hal yang harus kita benahi dalam kehidupan kita agar senantiasa terhindar dari kejadian seperti sitok ataupun yang semi itu.

Sebuah Keakraban dan Kesempatan

Kasus yang terjadi pada mahasiswi 22 tahun ini, sebenarnya tidak lepas dari dua kata ini. Yaitu, keakraban dan kesempatan. Dalam hal ini, si korban yang statusnya sebagai panitia terlalu akrab dengan Sitok. Hingga keakraban itu mengarah kepada hal-hal yang tidak diinginkan. -Bukan bermaksud menyalahkan si Mahasiswi -Seandainya dari awal si mahasiswi tersebut mampu menjaga hubungan yang sewajarnya antara dia dan Sitok -dalam kapasitas antara panitia dan undangan -mungkin saja hal itu tidak akan terjadi.

Kejadian tersebut juga didukung dengan adanya kesempatan antara Sitok dan si korban. Bukankah sering kita dengar berkali-kali pernyataan salah satu program televisi swasta yang menyebutkan bahwa 'Kejahatan bukan hanya terjadi dari niat pelakunya, tapi juga karena adanya kesempatan'. Sepertinya pernyataan tersebut cukup lumrah di benak kita. Namun kita sering tidak bisa menyadari untuk mengupayakannya. Hingga kesempatan-kesempatan yang menunjang adanya kejahatan tersebut bisa terjadi begitu saja.

Hikmah dari 'Sitok'

Kasus Sitok tersebut secara tidak langsung memberi beberapa hal yang harus kita ambil sebagai ibrah. Kasus tersebut mengajari beberapa hal kepada kita agar senantiasa berhati-hati dan menjaga sikap. Mulai dari prilaku kepada orang lain hingga prilaku kepada diri sendiri. Kasus tersebut juga memberi teladan bagi kita bahwa prilaku amoral dan asusila tidak hanya bisa terjadi dalam kapasitas suatu pristiwa yang besar, akan tetapi bisa terjadi dari suatu hal yang kecil. Dan banyak orang yang tidak menyadari akan hal ini.

Banyak dari kita yang sering menentang hal-hal yang besar yang menurutnya berafiliasi pada pristiwa amoral. Seperti yang akhir-akhir ini terjadi. Yaitu sebuah program pembagian kondom yang dicanangkan pemerintah dalam rangka memperingati hari HIV/AIDs sedunia. Berapa banyak mahasiswa serta LSM-LSM yang menolak hal tersebut dengan argumentasi bahwa program tersebut secara tidak langsung melegalkan seks bebas? Ok lah, ada benarnya mereka menentang akan hal itu. Tapi alangkah lebih baiknya mereka memulai dari diri mereka sendiri, dari pergaulan mereka sendiri dan juga dari program-program yang mereka canangkan dalam organisasi kemahasiswaan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline