Goa Jorongan, sebuah tempat bersejarah di Desa Sugeng, Kecamatan Trawas, Mojokerto, menyimpan kisah perjuangan Laskar Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda pada abad ke-19. Goa ini menjadi saksi bisu pelarian dan perlawanan heroik para pejuang yang terus dikenang hingga kini.
Menurut cerita warga setempat, Pangeran Diponegoro bersama laskar setianya tiba di daerah tersebut pada tahun 1865 saat melarikan diri dari kejaran pasukan Belanda. Tiga pemimpin laskar, yakni Ki Danu Rejo, Ki Abdul Jalil, dan Ki Abdul Rochim, berperan penting dalam perjalanan ini. Ki Danu Rejo memilih menetap di wilayah tersebut dan dikenal sebagai tokoh masyarakat dengan julukan Sunan Pangkat. Sementara itu, Ki Abdul Jalil dan Ki Abdul Rochim melanjutkan perjalanan menuju lembah lereng Gunung Penanggungan, mengumpulkan para laskar yang masih bertahan, dan bersembunyi di Goa Jorongan.
Goa ini menjadi tempat perlindungan aman bagi laskar Pangeran Diponegoro, yang bersembunyi di dalamnya selama berhari-hari untuk menghindari pengepungan Belanda. Nama Desa Sugeng, yang berarti "selamat," konon diberikan sebagai simbol keselamatan mereka yang berhasil bertahan.
Tak hanya menjadi tempat persembunyian, Goa Jorongan juga dikelilingi mitos menarik. Penduduk setempat percaya bahwa selama di sana, para laskar memiliki peliharaan berupa seekor macan putih dan naga. Hingga kini, masyarakat Sugeng terus melestarikan tradisi sedekah bumi sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya. Tradisi ini ditandai dengan pagelaran wayang kulit yang digelar setiap tahun di depan Goa Jorongan.
Goa Jorongan tidak hanya menjadi situs sejarah yang kaya akan nilai heroisme, tetapi juga menjadi pengingat akan semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan penjajahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI