Peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang diberlakukan pemerintah menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas, termasuk pada sektor pendidikan. Orang tua, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembiayaan pendidikan anak, menghadapi tantangan baru dalam mengelola keuangan keluarga. Berdasarkan survei Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lebih dari 30% keluarga di Indonesia mengalokasikan anggaran signifikan untuk pendidikan formal. Dengan kenaikan PPN, biaya pendidikan diperkirakan meningkat hingga 5-10% tergantung pada jenis barang atau jasa terkait. Sekolah swasta yang bergantung pada sumber daya komersial lebih rentan terhadap kenaikan biaya operasional, sehingga menyebabkan peningkatan biaya sekolah yang harus ditanggung orang tua. Selain itu, kursus tambahan atau les privat juga mengalami kenaikan harga akibat peningkatan tarif PPN.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), 60% pendapatan rumah tangga menengah ke bawah digunakan untuk kebutuhan dasar, termasuk pendidikan. Kenaikan PPN dapat menekan daya beli masyarakat, memaksa keluarga untuk mengurangi pengeluaran di sektor lain. Hal ini berpotensi memperburuk kesenjangan akses pendidikan, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah. Sekolah swasta dengan kualitas lebih baik cenderung menaikkan biaya, sementara sekolah negeri memiliki keterbatasan kapasitas dan fasilitas. Berdasarkan laporan Human Development Index (HDI) Indonesia, terdapat disparitas besar antara daerah urban dan rural dalam hal akses pendidikan berkualitas. Kenaikan PPN dapat memperburuk disparitas ini karena keluarga di daerah terpencil memiliki akses terbatas terhadap subsidi atau insentif pemerintah.
Dampak lain yang dirasakan adalah tekanan finansial yang menjadi penyebab utama stres di kalangan orang tua. Menurut survei UNICEF pada tahun 2021, tekanan ini semakin meningkat, memengaruhi kemampuan mereka untuk memberikan dukungan emosional dan akademik kepada anak-anak. Oleh karena itu, diperlukan solusi untuk mengatasi dampak kenaikan PPN, seperti pengelolaan keuangan keluarga yang lebih baik, perluasan program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemanfaatan platform e-learning yang lebih hemat biaya, serta kolaborasi antara pemerintah dan swasta untuk menciptakan beasiswa, program pelatihan guru, atau subsidi alat belajar.
Kenaikan PPN menjadi 12% membawa tantangan signifikan bagi sektor pendidikan, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah. Namun, dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, dampak kenaikan ini dapat diminimalkan. Pendidikan adalah hak fundamental setiap anak, dan langkah strategis perlu diambil untuk memastikan bahwa kualitas pendidikan tetap terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H