Bogor, [6 November 2023] - Indonesia, negeri yang memiliki beribu nikmat didalamnya, yang halamannya adalah hamparan sawah, pagarnya adalah gunung-gunung, serta kolamnya adalah lautan. Negara maritim dengan 17.508 pulau dan dengan beragam suku dan budaya. Negara dengan jumlah populasi 278,69 juta jiwa ini memiliki banyak latar belakang tersendiri, yang mana manusia sebagai makhluk sosial harus memiliki rasa simpati dan empati atas manusia lainnya. MENKO PMK [19 Oktober 2023] pemenuhan SDM Kesehatan masih menjadi masalah utama dalam pembangunan sektor kesehatan di Indonesia.
Menurut WHO, standar dokter di sebuah populasi ialah 1 termasuk dokter spesialis per 1.000 populasi, namun di Indonesia standar tersebut belum mencukupi yang mana saat ini hanya tersedia 0,68 termasuk dokter spesialis per 1.000 populasi. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menerangkan, "Masalah kekurangan dokter di Indonesia cukup mengkhawatirkan terutama di luar pulau Jawa, yang mana 50 persen puskesmas di Indonesia Timur seperti Papua tidak memiliki dokter umum dan lebih mengkhawatirkan untuk dokter spesialis". Dari sebuah data menurut Menko PMK dari segi jumlah SDM Kesehatan, Indonesia masih kekurangan 31.481 dokter spesialis untuk melayani 277.432.360 penduduk.
Kekurangan kuantitas dokter ini disebabkan oleh model pendidikan dokter spesialis di Indonesia masih berbasis universitas, sehingga calon dokter spesialis harus membayar kuliah. Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia, dokter spesialis harus bayar ke Fakultas Kedokteran. Menteri Pendidikan memiliki tanggung jawab atas problematika ini, yang mana seharusnya pendidikan dokter di Indonesia dapat dijadikan suatu "Simbiosis Mutualisme" agar tercapainya kebutuhan dokter di Indonesia dengan dukungan dan fasilitas dari Menteri Pendidikan.
Masalah di sistem Kesehatan ini bukan hanya karena kurangnya "Kuantitas" dokter di Indonesia namun meliputi "Kualitas" dari setiap individu dokter. Kualitas dokter dipengaruhi juga dari latar belakang studi mereka. Padahal Kesehatan merupakan aspek yang sangat vital bagi suatu populasi, dengan kesenjangan studi dari para dokter maka analisis dan pengobatan yang diberikan akan berbeda mengacu pada studi yang mereka dapatkan. Kolegium Dokter Primer Indonesia (KDPI) menyatakan mayoritas kualitas fakultas kedokteran (FK) di Indonesia masih di bawah standar. Hingga kini dari 73 FK negeri dan swasta, hanya 15 yang terakreditasi A oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Kemendikbud. Sisanya, masih memiliki mutu kurang baik atau terakreditasi C dan bahkan belum terakreditasi. Berdasarkan catatannya, ada 8 FK yang setiap kali lulusannya ikut UKDI untuk pertama kali selalu gagal. Padahal uji kompetensi oleh kolegium ialah syarat bagi lulusan dokter untuk mendapatkan surat tanda registrasi (STR), sebagai syarat memperoleh surat izin praktik (SIP).
Buruknya mutu fakultas berdampak pada dihasilkannya lulusan calon dokter yang tak berkualitas. Dengan permasalahan ini sudah sepatutnya semua kalangan baik para calon dokter, dokter, hingga pemerintah memiliki tanggung jawab yang harus dipenuhi. Problematika ini herus diperbaiki dengan menetapkan standar dan model pendidikan yang sama dari setiap Fakultas Kedokteran di Indonesia. Kesenjangan dari gaji para dokter di berbagai macam daerah juga menjadi masalah besar yang mana penyebaran dokter terpusat di kota-kota besar. Alhasil "kelebihan" dokter ini harus puas mengisi sisa jasa dari dokter lain yang telah memiliki praktik tetap, ini membuat adanya kesenjangan gaji dari para dokter yang mana akan memicu turunnya mutu dan kualitas dari dokter itu sendiri. Persebaran dokter dan dosen berkualitas, serta alat kesehatan dengan jumlah yang memadai patut diperhatikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H