Lihat ke Halaman Asli

Daffa Rasendriya Aryasatya

Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional "VETERAN" Jakarta

Kenaikan Iuran BPJS

Diperbarui: 7 Desember 2024   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, telah menjadi komponen penting dalam sistem perlindungan kesehatan di Indonesia. Namun, keberlanjutan program ini terus menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah perdebatan terkait kenaikan iuran. Kenaikan tersebut sebagian besar disebabkan oleh defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan.

Defisit ini timbul karena adanya ketidakseimbangan antara pendapatan dari iuran peserta dan biaya klaim layanan kesehatan yang harus ditanggung. Masalah ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat kepatuhan pembayaran iuran oleh peserta mandiri dan terus meningkatnya biaya layanan kesehatan. Akibatnya, BPJS Kesehatan mengalami tekanan keuangan yang cukup berat, yang berisiko mengganggu pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan. Hal ini tidak hanya mempengaruhi kelancaran layanan kesehatan, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terkait kelangsungan program JKN dalam jangka panjang.

Meskipun kenaikan iuran sering dipandang sebagai solusi untuk menutupi defisit, langkah ini menimbulkan dampak sosial yang cukup signifikan, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini menambah dilema besar yang memerlukan perhatian lebih agar keberlanjutan BPJS tetap terjaga. Beberapa faktor utama penyebab defisit adalah ketidakseimbangan antara jumlah iuran yang diterima dengan pengeluaran untuk klaim kesehatan. Banyak peserta mandiri yang menunggak pembayaran iuran, sementara biaya layanan kesehatan, termasuk obat dan perawatan rumah sakit, terus meningkat. Situasi ini menyebabkan tekanan keuangan yang besar, di mana dana yang ada tidak mencukupi untuk membayar seluruh klaim yang dijamin oleh BPJS.

Tekanan keuangan ini berdampak langsung pada operasional BPJS Kesehatan. Salah satu dampak yang paling nyata adalah potensi gagal bayar kepada fasilitas kesehatan yang sudah memberikan layanan kepada peserta. Ini dapat mengganggu arus kas rumah sakit dan klinik, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan. Fasilitas kesehatan, khususnya yang kecil atau terletak di daerah terpencil, menjadi pihak yang paling terdampak oleh keterlambatan pembayaran ini.

Sementara itu, kenaikan iuran dianggap sebagai solusi praktis untuk menutupi defisit, namun hal ini membawa tantangan sosial yang besar. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, kenaikan iuran dapat menjadi beban tambahan yang sulit ditanggung, meskipun banyak dari mereka termasuk dalam kategori penerima bantuan iuran (PBI) yang dibiayai oleh pemerintah. Namun, bagi peserta mandiri di kelas non-PBI, terutama yang memiliki penghasilan terbatas, kenaikan iuran bisa mengurangi tingkat kepatuhan mereka untuk membayar, atau bahkan menyebabkan mereka keluar dari program BPJS Kesehatan.

Masalah ini menunjukkan kompleksitas yang dihadapi BPJS Kesehatan. Di satu sisi, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan pengendalian biaya layanan kesehatan. Mengatasi masalah kenaikan iuran dan defisit yang mendasarinya memerlukan pendekatan yang lebih menyeluruh, yang tidak hanya fokus pada pendapatan dari iuran, tetapi juga pada pengelolaan biaya dan peningkatan efisiensi layanan. Beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan antara lain:

  1. Peningkatan Kepatuhan Pembayaran Iuran: BPJS Kesehatan perlu merancang strategi yang lebih efektif untuk mendorong peserta membayar iuran tepat waktu. Hal ini bisa dilakukan dengan memperbaiki sistem pengingat pembayaran, memberikan insentif bagi peserta yang patuh, serta memperketat sanksi bagi penunggak. Edukasi tentang pentingnya iuran dalam menjaga kelangsungan program juga harus diperluas.

  2. Pengendalian Biaya Layanan Kesehatan: BPJS Kesehatan perlu bekerja sama lebih erat dengan fasilitas kesehatan untuk memastikan pengeluaran tetap terkendali. Langkah-langkah seperti memperketat audit klaim layanan, menetapkan tarif yang lebih efisien, dan mendorong penggunaan obat generik bisa menjadi cara untuk menekan biaya. Selain itu, fokus pada pencegahan penyakit dan promosi kesehatan juga perlu diperkuat guna mengurangi beban penyakit kronis yang memerlukan biaya besar.

  3. Optimalisasi Pendanaan dari Sumber Lain: Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk penerima bantuan iuran (PBI), atau mencari sumber pendanaan alternatif, seperti pajak kesehatan atau kemitraan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kolaborasi dengan sektor swasta juga bisa menjadi salah satu solusi untuk menambah dukungan finansial bagi program JKN.

Pendekatan holistik yang menggabungkan upaya-upaya di atas diharapkan dapat membantu mengatasi masalah defisit dan menjamin keberlanjutan JKN di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline