Lihat ke Halaman Asli

Daffa Maulana

Mahasiswa

Stigma dan Diskriminasi Terhadap Penderita HIV/AIDS

Diperbarui: 11 Desember 2024   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS merupakan isu global yang masih menjadi hambatan dalam upaya pencegahan dan pengobatan dari penyakit ini. Dalam perspektif sosiologi kesehatan, fenomena ini dapat dianalisis sebagai hasil dari interaksi yang kompleks dari struktur sosial, norma sosial, media, serta kebijakan yang belum inklusif terhadap penderita HIV/AIDS.

Pengertian Stigma dan Diskriminasi

Stigma didefinisikan oleh Erving Goffman sebagai atribut atau dari seseorang yang menyimpang dari norma sosial dalam konteks sosial tertentu. Dalam bukunya yang berjudul Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity (1963), Goffman mendefinisikan stigma sebagai "cacat sosial" yang mengurangi identitas seseorang di mata orang lain. 

Dalam kasus HIV/AIDS, stigma muncul akibat pandangan negatif terhadap penyakit ini yang sering dikaitkan dengan perilaku yang dianggap menyimpang, seperti penggunaan narkoba dan hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan. Diskriminasi, sebagai hasil tindakan dari stigma, mencakup perlakuan tidak adil yang dialami penderita HIV/AIDS, baik di lingkungan kerja, fasilitas kesehatan, maupun dalam kehidupan sehari-hari.


HIV/AIDS Dalam Perspektif Sosiologi Kesehatan

Sosiologi kesehatan dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menjelaskan faktor sosial dan budaya yang memengaruhi persepsi dan perlakuan terhadap penderita HIV/AIDS. Dalam perspektif sosiologi kesehatan, teori labeling menjadi pendekatan utama dalam menjelaskan stigma yang melekat pada penderita HIV/AIDS. Teori ini menyoroti bagaimana pelabelan sosial terhadap individu atau kelompok menciptakan efek negatif yang mendalam, baik secara psikologis maupun sosial.

Menurut teori labeling, individu yang didiagnosis dengan HIV/AIDS sering kali langsung dilabeli oleh masyarakat sebagai "pembawa virus" atau "tidak bermoral." Label ini bukan hanya mencerminkan prasangka, tetapi juga membentuk kenyataan sosial yang dialami penderita. Pelabelan ini memperkuat stereotip negatif dan membuat penderita terisolasi dari komunitasnya. Mereka sering kali menghadapi pengucilan, kehilangan pekerjaan, atau bahkan penolakan dari anggota keluarga dan teman.

Selain itu, pelabelan ini juga berdampak pada pembentukan identitas diri penderita. Individu yang terus-menerus dihadapkan pada label negatif dapat menyebabkan stigma tersebut terinternalisasi, yang dikenal sebagai self-stigma. Akibatnya, mereka merasa malu, bersalah, dan tidak layak mendapatkan dukungan. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesehatan mental mereka, tetapi juga mengurangi motivasi mereka untuk mencari bantuan medis.

Teori labeling juga menjelaskan bagaimana pelabelan dapat memperkuat struktur diskriminasi dalam masyarakat. Ketika label negatif terhadap HIV/AIDS menjadi norma, hal ini memengaruhi kebijakan publik, praktik di fasilitas kesehatan, dan interaksi sehari-hari. Misalnya, tenaga kesehatan yang terpengaruh oleh stigma sosial dapat memberikan perlakuan yang diskriminatif terhadap pasien HIV/AIDS, seperti kurangnya empati atau pelanggaran kerahasiaan medis.

Dampak Stigma dan Diskriminasi Terhadap Penderita HIV/AIDS

Stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS memiliki dampak luas, baik secara individu maupun sosial, berikut ini merupakan dampak-dampak dari stigma dan diskriminasi terhadap HIV/AIDS, antara lain:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline