Lihat ke Halaman Asli

Daffa Imam

Baca-Nulis-Tidur-Repeat

Mazhab Realisme dalam Cerpen "Kamboja di Atas Nisan" Karya Herman R. N.

Diperbarui: 23 Desember 2022   19:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay

Realisme merupakan sebuah gerakan (realis) yang pertama kali berkembang di Perancis pada pertengahan abad 19. Aliran realisme memiliki beberapa ciri-ciri, antara lain menarasikan sebuah karya secara objektif tanpa bias, penggambaran psikologis karakter dibuat secara apa adanya, mendeskripsikan kehidupan sehari-hari, dan memiliki dialog yang merupakan sebuah ucapan alami yang ditemui di masyarakat.

Selain itu, penulis aliran realisme ini dalam penciptaan karya-karyanya berusaha merepresentasikan budaya kontemporer secara akurat dan menggambarkan orang-orang dari semua lapisan masyarakat.

Penulis beraliran realisme kerap membahas tema-tema yang berkaitan dengan konflik sosial ekonomi dengan membandingkan kondisi kehidupan orang miskin dengan orang kaya di masyarakat perkotaan dan pedesaan. Beberapa penulis beraliran realisme ini adalah Honore de' Balzac, Gustave Flaubert, Leo Tolstoy, dan lain-lain.

Mazhab realisme ini kemudian menyebar ke seluruh dunia, mulai dari Inggris, Amerika, sampai Indonesia. Beberapa karya penyair Indonesia tergolong ke dalam mazhab ini. Karya-karya tersebut antara lain cerpen Senyum Karyamin, Penipu yang Keempat karya Ahmad Tohari, cerpen Kue Gemblong Mak Saniah karya Aba Mardjani, dan lain-lain.

Salah satu cerpen yang tampak beraliran realis adalah cerpen berjudul Kamboja di Atas Nisan karya Herman R. N. yang dipublikasikan Kompas, 5 Januari 2014.

Ciri-ciri sastra aliran realis yang akan dilihat dari cerpen ini adalah ciri bahwa aliran realis berusaha menarasikan sebuah karya secara objektif tanpa bias.

Cerpen Kamboja di Atas Nisan ini berusaha mengangkat sebuah tema yang secara objektif dibahas dalam karya ini. Cerpen ini berkisah tentang Kamboja, seorang anak perempuan yang ditinggalkan oleh ibu dan ayahnya akibat konflik yang dulu pernah terjadi di daerahnya. Sebagai seorang perempuan, ia tidak dapat melakukan apa-apa ketika terjadi konflik antara pemberontak dan pemerintah. Ibunya meninggal dan ayahnya pun meninggal akibat peluru nyasar.

Beberapa tahun kemudian, daerah pemakaman ibu Kamboja beserta korban konflik lain akan digusur demi pembangunan sebuah hotel mewah.

Penulis cerpen tersebut berupaya menarasikan karyanya secara objektif, sebagaimana lazimnya kondisi seorang anak perempuan yang menghadapi masalah penggusuran makam ibunya dan berusaha melawan.

Cerpen ini tidak bias dalam hal penggambaran tokoh maupun alur yang membangunnya. Semua diupayakan digambarkan oleh penulis seobjektif mungkin.

"Aku tak bisa menyalahkan ayah, Ibu. Ayah memang meninggalkan ibu, meninggalkan kita. Tapi, ayah terpaksa. Kaum laki tak boleh hidup di kampung waktu itu. Semua lelaki lari dan bersembunyi. Makanya banyak yang memilih bergabung dengan kelompok pemberontak. Perempuan diminta untuk di rumah, jika tak mau mengungsi ke hutan. Aku tahu itu, Ibu. Hanya saja, mengapa kita tidak boleh ikut melawan, Ibu? Apa karena kita perempuan?" 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline