Naskah Babad Kartasura-Sokawati merupakan salah satu naskah carik yang ditulis oleh Sultan Hamengkubuwono II. Tentang siapa sebenarnya penulis teks ini masih belum dapat dipastikan. Tapi kemungkinan besar ditulis oleh Sultan Hamengkubuwono II karena beliaulah yang pernah naik tahta sebanyak dua kali di Keraton Yogyakarta.
Naskah ini mengandung banyak ajaran-ajaran yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, di antaranya adalah ajaran mengenai budi pekerti. Budi pekerti atau dalam bahasa Jawa disebut budi pakarti. Budi sendiri memiliki arti pikir, sedangkan pakarti berarti perbuatan. Budi pekerti sebagai sikap dan perilaku sehari-hari, baik individu, keluarga, masyarakat, maupun bangsa yang mengandung nilai-nilai yang berlaku dan dianut dalam bentuk jati diri, nilai persatuan dan kesatuan, integritas, dan kesinambungan masa depan (Muhtadi, 2011:5). Ajaran-ajaran tersebut antara lain sebagai berikut.
- Ajaran tentang Kepemimpinan
Dalam naskah Babad Kartasura-Sukawati ini terdapat ajaran Hindu yang menjelaskan tentang sifat kepemimpinan, yang bernama Asta Brata. Sifat-sifat kepemimpinan Asta Brata ini antara lain: (1) Indra Brata, yakni pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang dimiliki Dewa Indra: mampu memberikan kemakmuran, kesejahteraan sosial, dan keadilan bagi rakyat yang dipimpinnya, (2) Yamabrata, yaitu seorang pemimpin harus bisa menunjukkan sifat-sifat seperti yang dimiliki Dewa Yama: mampu menegakkan supremasi hukum dalam negara atau pemerintah yang dipimpinnya, (3) Surya Brata, yakni pemimpin harus mampu memberikan pencerahan atau jalan keluar dari setiap masalah yang terjadi dalam kehidupan rakyat, (4) Candra Brata, yakni seorang pemimpin harus mampu bersikap tenang dalam setiap kondisi yang dialami negaranya supaya bisa memberikan ketenangan juga bagi rakyatnya, (5) Bayu Brata, artinya pemimpin harus mengetahui kondisi semua rakyatnya, supaya jika ada rakyatnya yang menderita, ia bisa cepat turun tangan untuk memberikan bantuan, (6) Arta Brata, artinya pemimpin harus bijaksana dalam pengelolaan dana, (7) Baruna Brata, artinya pemimpin harus bisa membasmi PEKAT (penyakit masyarakat), dan (8) Agni Brata, artinya pemimpin harus mempunyai semangat yang tinggi.
- Ajaran Saling Menghormati dan Menghargai
Selain itu, dalam naskah ini juga terdapat ajaran saling menghormati dan menghargai. Artinya memberi kebebasan kepada orang-orang di sekitar kita untuk menjalankan apa yang mereka yakini dan menghargai pilihan mereka. Dalam Babad Kartasura-Sukawati, sifat saling menghormati dan menghargai terdapat dalam iluminasi bunga mawar.
Makna filosofis dari bunga mawar yaitu persahabatan. Dalam persahabatan, tentunya masing-masing orang akan menjaga dan menghormati satu sama lain. Ini dilakukan untuk menjaga persahabatan tersebut agar tidak mudah hancur. Dalam iluminasi Babad Kartasura-Sukawati, bunga mawar menjadi lambang dari sifat yang dimiliki Sang Raja, yaitu sifat penuh kasih sayang. Sifat ini memang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, agar dapat dijadikan contoh oleh semua rakyatnya. Jika rakyatnya sudah memiliki sifat penuh kasih sayang, maka perpecahan tidak akan terjadi di negara tersebut.
- Ajaran Kesempurnaan Hidup
Masyarakat Jawa mengenal istilah Tri Hita Wacana. Tri Hita Wacana merupakan sebab-sebab kebahagiaan manusia. Tri Hita Wacana terdiri dari hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, dan manusia dengan lingkungannya. Ajaran ini juga terdapat dalam naskah Babad Kartasura-Sukawati yang terdapat dalam gambar iluminasi berupa khandil (lentera minyak). Lentera minyak merupakan analogi dari Nabi Muhammad saw. yang dapat menjadi lentera atau penerang bagi umat-umatnya yang masih diliputi kegelapan. Selain lentera minyak, terdapat pula gambar iluminasi berupa gambar tanaman sulur. Tanaman sulur ini melambangkan kejayaan Nusantara dengan latar belakang sosial rakyatnya yang beraneka ragam. Kesempurnaan hidup akan dirasakan seseorang apabila mereka telah memperoleh kejayaan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Tentunya kesempurnaan hidup itu tidak dengan mudah didapatkan, melainkan harus melalui proses kehidupan yang berliku-liku. Tapi pelajarannya adalah bagaimana kita bisa melewati cobaan-cobaan itu dengan akal sehat.
- Ajaran Ketaqwaan
Dalam naskah ini, terdapat pula ajaran tentang ketakwaan. Takwa artinya menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Orang yang bertakwa merupakan orang yang paling disayangi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam naskah Babad Kartasura-Sukawati, ketakwaan digambarkan oleh gambar bulan sabit dan bintang. Gambar bintang merupakan perwujudan dari keagungan dan kekuasaan Tuhan. Gambar bulan sabit dan bintang memang sering beriringan, karena merupakan perlambangan dari ajaran Islam. Hal ini bisa dianggap benar karena dalam penulisan bagian awal naskah biasanya diawali dengan ucapan syukur kepada Allah Swt. Selain itu, lambang ajaran Islam pada gambar ini pun sesuai dengan isi dalam naskah ini yang menerangkan bahwa Pangeran Mangkubumi rajin melaksanakan salat. Kebiasaan rajin melaksanakan salat ini merupakan perwujudan dari ajaran ketakwaan. Selain itu, salat juga merupakan kewajiban setiap umat Islam.
- Ajaran untuk Meraih Ketentraman Lahir dan Batin
Dalam naskah Babad Kartasura-Sukawati, ajaran mengenai cara meraih ketentraman lahir dan batin digambarkan melalui gelombang air. Analoginya, bila kita sedang berada di danau atau air yang tenang, kemudian kita melempar kerikil, maka yang akan terjadi adalah terciptanya riak gelombang yang menyebar ke seluruh permukaan danau. Bila kita memasukkan sesuatu untuk menghentikannya, yang terjadi justru riak gelombang tersebut akan semakin tidak karuan. Satu-satunya cara menghentikannya adalah dengan membiarkan riak gelombang itu berhenti sendiri. Sama halnya dengan ketenangan pikiran. Seseorang dapat meraih ketentraman lahir dan batin bila ia mampu dengan tenang menyelesaikan permasalahan yang ia hadapi. Seperti ilustrasi tadi, jika menghadapi suatu masalah, janganlah kita tergesa-gesa ingin menyelesaikannya dengan segala cara. Kita harus berpikir dengan pikiran yang jernih agar tercipta solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
- Ajaran Berpekerti Luhur
Seseorang dalam hidupnya tentunya harus memiliki budi pekerti luhur. Hal yang mendasar adalah bagaimana kita memiliki sikap sopan santun terhadap orang lain. Dalam naskah Babad Kartasura-Sukawati, ajaran ini salah satunya digambarkan oleh songsong (payung emas). Gambar iluminasi songsong (payung emas) melambangkan keagungan pemimpin pada masa itu. Pemimpin yang diagungkan oleh penulis naskah ini tidak lain adalah Kanjeng Sultan Agung Pakubuwana Senopati ing Alaga Ngabdul Rahman Sayidin Nata Gama Kalifatullah. Sultan Pakubuwana sendiri merupakan raja dari Keraton Mataram Islam pertama. Seorang Raja tentunya harus memiliki budi pekerti luhur. Jika tidak memiliki budi pekerti luhur, tentunya raja tersebut tidak akan dihormati oleh rakyatnya. Akan terjadi kemungkinan bahwa rakyat yang dipimpinnya tidak akan simpatik terhadap kerajaannya. Maka dari itu seorang raja harus memiliki sikap sopan santun dan berpekerti luhur agar dicintai oleh rakyatnya. Bila rakyatnya mencintai raja dan pemerintahannya, maka rakyat pun akan selalu mendukung keputusan kerajaan yang sejalan dengan sopan santun dan pekerti luhur tersebut.
Naskah ini sangat bermanfaat sekali bagi kehidupan sehari-hari. Isi naskah ini dapat diamalkan di zaman sekarang karena apa yang dibahas sangat berguna bagi perjalanan hidup manusia demi tercapainya kesempurnaan hidup. Inilah kelebihan dari naskah-naskah kuno; mengandung ajaran-ajaran yang relate di kehidupan zaman apa pun.