Lihat ke Halaman Asli

Kebebasan Dalam Bayang-Bayang: Analisis Film "Istirahatlah Kata-Kata" Dan Keterkaitannya Dengan RUU KUHP

Diperbarui: 30 Mei 2024   16:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Istirahatlah Kata-Kata: Pemikiran tentang Kehidupan dari Wiji Thukul

Film "Istirahatlah Kata-Kata" menjelaskan kisah seorang penyair dan aktivis buruh terkenal, Wiji Thukul, dari Indonesia. Disutradarai oleh Yosep Anggi Noen, film ini menampilkan kisah kehidupan Thukul pada saat-saat sulit sebelum ia menghilang pada tahun 1998. Film ini tidak sekedar menceritakan kehidupan seseorang, tetapi juga mengeksplorasi secara mendalam tentang perjuangan, ketakutan, dan harapan dalam menghadapi sistem pemerintahan yang otoriter.

Ringkasan Singkat

Film ini berlangsung pada tahun 1996, di mana Indonesia sedang diperintah oleh rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Wiji Thukul, seorang penyair yang keras dalam mengungkapkan kritik terhadap pemerintah, terpaksa kabur dari Solo ke Pontianak karena sedang dikejar oleh aparat keamanan. Di Pontianak, Thukul mencoba untuk merahasiakan identitasnya dan hidup dalam keadaan takut. Dia meninggalkan keluarganya dan terus berjuang sendirian, terus menulis puisi-puisi yang memberikan inspirasi untuk perlawanan.

Aktor dan peran

Gunawan Maryanto membawakan karakter Wiji Thukul dengan sangat dalam, membuat penonton merasakan setiap detak jantung dari ketakutan dan harapan yang dirasakan sang penyair. Maryanto berhasil menangkap inti dari karakter Thukul sebagai individu yang berani, walaupun selalu hidup dalam ketakutan akan ditangkap.

Pesan dan Tema

"Istirahatlah Kata-Kata" menegaskan pentingnya kebebasan berkomunikasi dan menentang penindasan. Film ini menunjukkan bahwa kata-kata dapat berfungsi sebagai senjata yang sangat efektif untuk melawan pemerintahan yang otoriter. Melalui karyanya, Thukul mendorong masyarakat untuk tidak takut menyuarakan pendapat mereka dan berjuang untuk keadilan. Salah satu pesan yang jelas disampaikan adalah bahwa ide dan kata-kata tidak dapat dihapus, meskipun tubuh dapat ditekan.

Gaya Sinematografi

Yosep Anggi Noen menggunakan gaya sinematik yang sederhana namun dapat mencapai tujuannya dengan baik. Dengan menggunakan gambar yang menenangkan dan dialog yang minimalis, film ini berhasil menggambarkan perasaan dan pikiran Thukul dengan sangat dalam. Keheningan dan ketegangan yang terasa dalam film ini membuat penonton dapat merasakan penderitaan hidup yang dialami oleh tokoh yang sedang melarikan diri.

Pengaruh dan Penerimaan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline