Lihat ke Halaman Asli

Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Mengungkap Keagungan Tuhan: Mengenal Sifat-sifat Tuhan Melalui Akal & Wahyu

Diperbarui: 1 Desember 2024   01:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kesempurnaan ibadah dan berdoa kepada Allah. (Sumber: Flickr)

Muhammad Abduh, teolog dan salah satu tokoh gerakan pembaharu Islam, menekankan bahwasanya Al-Qur'an telah menggambarkan sifat-sifat Tuhan dengan penekanannya pada Keagungan dan keesaan-Nya. Ini termasuk sifat-sifat seperti Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, dan Maha Melihat. Sifat-sifat ini menegaskan bahwa Tuhan tidak terbatas oleh ruang dan waktu dan tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.

Al-Qur'an menggunakan berbagai istilah untuk menjelaskan sifat-sifat Tuhan, yang kadang-kadang tampak mirip dengan sifat manusia. Meski begitum Abduh menjelaskan bahwa ini hanyalah cara untuk memudahkan pemahaman manusia tentang keagungan Tuhan dan tidak boleh dipahami secara harfiah (literal).

Abduh menekankan pentingnya menggunakan akal dalam memahami sifat-sifat Tuhan dengan cara men-takwil-nya. Dalam hal ini, dia menolak pemahaman literal yang ekstrem yang dapat menyebabkan kesalahpahaman tentang hakikat Tuhan yang transenden. Misalnya, ketika Al-Qur'an menyebutkan tentang "tangan" atau "wajah" Tuhan, ini tidak berarti Tuhan memiliki organ tubuh seperti manusia, tetapi merupakan metafora untuk menggambarkan Kekuasaan dan Kasih Sayang dan Pertolongan-Nya terhadap setiap makhluk-Nya.

Dia juga mengkritik interpretasi antropomorfisme (penyerupaan Tuhan dengan manusia) yang bisa muncul dari pemahaman harfiah terhadap istilah-istilah tersebut. Menurutnya, pendekatan seperti ini tidak sesuai dengan ajaran tauhid yang mengajarkan bahwa Tuhan itu unik (khas dan khusus) dan tidak dapat dipersamakan atau diperbanding-bandingkan dengan makhluk-Nya, sebab tidak ada yang serupa dengan-Nya.

Abduh membahas konsep transendensi Tuhan, yang berarti bahwa Tuhan berada di luar jangkauan pemahaman manusia dan tidak terikat oleh sifat-sifat fisik atau batasan-batasan material apa pun. Akan tetapi, pada saat bersamaan, Abduh pun tetap mengakui aspek imanensi Tuhan, yaitu sifat kehadiran-Nya yang dekat dan aktif dalam tiap-tiap kehidupan manusia dan alam semesta, baik yang terlihat oleh indrawi maupun tidak.

Dengan kata lain, Tuhan adalah Maha Besar dan tidak terbatas, tetapi Dia juga dekat dan berhubungan langsung dengan ciptaan-Nya. Ini menunjukkan keseimbangan antara kedudukan Tuhan yang transenden dan kehadiran-Nya yang imanen.

Salah satu topik yang menjadi perdebatan dalam teologi Islam biasanya terkati dengan hubungan antara kehendak Tuhan yang mutlak dan kehendak bebas manusia. Abduh menekankan bahwa Islam tidak menghilangkan kehendak bebas manusia, meskipun Tuhan memiliki kehendak yang mutlak dalam sifat-sifat-Nya. Ini berkonsekuensi pada sifat dan tindakan manusia yang tetap memiliki tanggung jawab atas perbuatannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas segala tindakannya di dunia saat dia sampai di akhirat. 

Abduh berpendapat bahwa konsep Tuhan dalam Islam dan kehendak-Nya tidaklah bertentangan dengan logika atau akal sehat. Tuhan menciptakan hukum-hukum alam dan menetapkan takdir, tetapi manusia diberi kebebasan untuk memilih tindakan dalam batasan-batasan yang ditetapkan juga oleh Tuhan. Ini adalah bentuk keseimbangan antara kekuasaan Tuhan dan tanggung jawab manusia. Abduh kemudian menegaskan bahwasanya penggunaan akal adalah bagian integral dari ajaran Islam. Dia menunjukkan bahwa Al-Qur'an sendiri memberikan banyak contoh di mana Tuhan mengajak manusia untuk menggunakan akal mereka dalam memahami tanda-tanda dalam ciptaan-Nya di seluruh jagat alam semesta. Akal yang sehat ini pun kemudian dapat digunakan untuk memahami sifat-sifat Tuhan dan menghindari kesalahpahaman atau penyimpangan dalam keyakinan ber-tauhid.

Misalnya, ketika membahas tentang "kursi" Tuhan, Al-Qur'an mengatakan bahwa "kursi" Tuhan meliputi langit dan bumi (Surah Al-Baqarah: 255). Ini bukan berarti Tuhan duduk di atas kursi dalam pengertian fisik, tetapi lebih pada menggambarkan kekuasaan dan otoritas Tuhan yang mencakup segala sesuatu.

"Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak dilanda oleh kantuk dan tidak (pula) oleh tidur. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya, kecuali apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung." (QS: Al-Baqarah: 255)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline