Lihat ke Halaman Asli

Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

Tan Malaka dan Konsep Laskar Gerilya: Membangun Militer dengan Basis Kekuatan Rakyat

Diperbarui: 22 November 2024   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Tan Malaka sedang membaca buku Gerpolek karyanya (Sumber gambar: @momonhistory via X)

A. Prinsip-Prinsip Susunan Laskar Gerilya

1. Egalitarianisme dalam Rekrutmen Anggota

Tan Malaka menekankan bahwa rekrutmen anggota dari Laskar Gerilya atau gerilyawan rakyat tidak boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau kelas pada saat prosesnya. Siapa pun, baik anak ningrat (darah biru Keraton/Kerajaan), buruh, tani, maupun pedagang, dapat bergabung dan bahkan menjadi pemimpin, tetapi dengan syarat mereka harus bersetia pada program kemerdekaan Indonesia 100%.

Akan tetapi, memang secara alamiah, kelompok dengan kesamaan pekerjaan atau latar belakang pun cenderung berkumpul bersama. Hal ini didasarkan pada prinsip "saling mengerti dan saling merasa," yang memperkuat solidaritas dan kerja sama dalam kelompok.

2. Kepemimpinan Berdasarkan Kecakapan dan Kejujuran

Pemimpin atau opsir dalam Laskar Gerilya harus dipilih dari kelompok yang mereka pimpin. Misalnya, pasukan buruh harus dipimpin oleh opsir dari kalangan buruh, sedangkan pasukan dari kalangan tani, maka harus dipimpin oleh opsir yang berlatar belakang kaum tani. Prinsip ini bertujuan guna memastikan kepemimpinan yang memahami kebutuhan dan dinamika kelompok yang dipimpin.

3. Penyatuan Berdasarkan Haluan Politik

Laskar Gerilya dapat dibentuk berdasarkan pekerjaan, pandangan hidup, atau haluan politik. Misalnya, Laskar Hizbullah yang dibentuk dengan basis agama, Barisan Banteng yang berbasis nasionalisme, atau Barisan Pemberontak yang berbasis ideologi keproletaran. Perbedaan ini tidak harus menjadi hambatan selama mereka bersedia untuk terus bersatu dalam taktik perjuangan dan mengintegrasikan diri dengan masyarakat sekitar.

B. Kritik terhadap Tentara Kolonial dan Federal

Tan Malaka menolak keras keterlibatan Belanda dalam pembentukan militer Indonesia pasca-kemerdekaan. Ia menyebut bahwa tentara federal hanya akan menjadi alat kolonial yang membebani rakyat dan menindas mereka sendiri. 

Sebagai gantinya, Indonesia harus membangun militernya sendiri berdasarkan filosofi politik yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. Tentara Indonesia harus benar-benar mandiri dan independen dari kekuatan asing mana pun.

C. Integrasi Militer dengan Masyarakat

Keberhasilan Tentara Rakyat dan Laskar Gerilya, dalam hal ini, bergantung kepada kemampuan mereka untuk mengintegrasikan diri dengan masyarakat biasa, khususnya yang terdapat di desa-desa, tetapi juga ada yang berbasis di perkotaan. Oleh karena itulah, Tan Malaka menekankan pentingnya taktik perjuangan yang selaras dengan kebutuhan rakyat serta kemampuan dari pasukan Tentara Rakyat dan Laskar Gerilya untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial di mana mereka beroperasi, supaya mudah untuk berintegrasi dengan masyarakat dapat berjalan dengan baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline