Lihat ke Halaman Asli

Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Tan Malaka: "Perang Kemerdekaan Adalah Hak, Penindasan Ekonomi Adalah Musuh"

Diperbarui: 26 November 2024   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Flickr

Tan Malaka memberikan pandangannya mengenai Perang Kemerdekaan di Indonesia, khususnya perang yang terjadi setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Perang ini di antaranya adalah perang melawan Jepang, Inggris, dan Belanda. 

Menurut Tan Malaka, perang di Indonesia tersebut terang dan jelas adalah Perang Kemerdekaan. Perang ini tidak dapat dikatakan sama sekali sebagai perang untuk menindas bangsa lain (perang penindasan). Oleh karena, bangsa Indonesia tiada mempunyai keinginan atau hasrat untuk memeras, menguasai, dan menindas bangsa asing. 

Lebih terang lagi bahwa tujuan sesungguhnya pemuda dan Rakyat Indonesia pada perangnya pasca-Proklamasi adalah untuk memerdekakan bangsanya dari kekuatan dan kekuasaan bangsa asing mana pun. Hasrat ini pun terbukti dengan fakta bahwa Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dibacakan oleh Sukarno dan Hatta didukung dengan sepenuh hati dan segenap jiwa oleh para pemuda dan Rakyat Indonesia.

Selain itu, Tan Malaka menjelaskan bahwa Perang Kemerdekaan ini tidaklah bertentangan dengan hukum internasional, yakni hukum internasional mengakui terhadap hak tiap-tiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Maka, sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah berkata kepada Internasional, "Hei kami sudah merdeka! Kami sudah melepaskan semua macam belenggu yang diikatkan oleh bangsa asing kepada kami!" Sejak saat itu, penyerangan Belanda terhadap Republik Indonesia adalah melanggar hukum internasional, dan bangsa yang diserang itu berhak membela dirinya dengan senjata dan menyita seluruh harta-benda milik Belanda.

Maka, sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah berkata kepada Internasional, "Hei kami sudah merdeka! Kami sudah melepaskan semua macam belenggu yang diikatkan oleh bangsa asing kepada kami!" 

Tan Malaka pun bertanya, 

"Apakah perang kemerdekaan Indonesia semata-mata peperangan yang ditimbulkan oleh Revolusi Nasional? Yang semata-mata merupakan suatu revolusi yang maksudnya untuk melepaskan diri dari kedaulatan dan kekuasaan asing? Jadi, hanya untuk merebut kembali kekuasaan politik belaka?" 

Jawabannya diberikan langsung oleh Tan Malaka dengan menggambarkan kisah Amerika dan revolusinya.

Di Amerika, nun jauh di sana, saat mereka belum memiliki pabrik-pabrik bermesin canggih dan perkeretaapian, di mana aktivitas perekonomian masih dalam bidang pertanian atau perusahaan kerajinan tangan belaka, Revolusi Nasional di sana tidak perlu terlalu menyentuh urusan perekonomian. Di Amerika, yang mungkin dapat dikatakan masih bersahaja dalam perekonomian tidak perlu menyentuh urusan perekonomian, sebab Inggris yang hengkang dari Amerika Utara sama sekali tidak meninggalkan pabrik, kebun, tambang, dan kereta ataupun perkapalan di sana. Rakyat pun ditinggalkan di Amerika oleh bangsa Inggris. Bahkan, yang mengambil kedaulatan dari bangsa Inggris itu pun adalah bangsa Inggris juga (Anglo-Saxon)---penguasa Amerika setelah revolusi nasional adalah bangsa yang sama dengan penjajahnya.

Namun demikian, kondisinya jauh berbeda dengan Indonesia. Belanda sebagai penjajah, yang memiliki semua alat produksi, baik perkebunan, pertambangan, perbankan, pabrik, perkeretaapian, perkapalan, maupun asuransi, dll. tidak akan pernah mau memberikan semuanya itu ke bangsa Indonesia. Bangsa Belanda dan bangsa Indonesia jelas merupakan bangsa yang berbeda satu sama lain. Bangsa Belanda tidak akan pernah mau menyerahkan kedaulatan dan kekuasaannya kepada bangsa lain yang berbahasa, berkebudayaan, serta berkepentingan lain dari bangsa Belanda itu sendiri, yaitu bangsa Indonesia. Yang menjadi istimewa pula, diungkap oleh Tan Malaka, bahwa bangsa Indonesia yang terjajah ini sama sekali tidak memiliki perkebunan, pabrik-pabrik, pertambangan, perangkutan, bahkan perbankan yang serbabesar.

Tan Malaka menjelaskan bahwa, apabila Belanda memberikan semuanya itu ke bangsa Indonesia, tindakan semacam ini adalah merugikan sekali bagi bangsa Belanda dalam hal ekonominya di Republik Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline