Lihat ke Halaman Asli

Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Gerpolek dan Wawasan Kemiliteran Tan Malaka dalam Revolusi Indonesia 17 Agustus 1945

Diperbarui: 17 November 2024   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: ANRI/IPPHOS/Handout via Kumparan

Dalam pemikiran Tan Malaka, tidak hanya berkaitan dengan pemikiran politik saja, seperti Sosialisme, Republik, ataupun Revolusi saja, tetapi juga Tan Malaka mempunyai pikiran yang cukup baik dalam hal kemiliteran. Dalam karyanya Gerpolek, Tan Malaka bahkan menjelaskan jenis-jenis peperangan yang dapat dijadikan bahan perbekalan bagi Revolusi Indonesia.

Meski tak sepenuhnya dapat dibilang sebagai pakar militer, Tan Malaka mengerti dengan pasti tentang ketentaraan, bahkan peperangan. Itu semua berkat pengelanaannya sejak masa muda dan percakapannya yang melintasi benua.

Mengenai jenis-jenis perang, Tan Malaka kemudian menjelaskan terdapat dua perang yang dilakukan oleh negara di dunia. Pertama, perang yang dilakukan oleh satu negara ceroboh dengan tujuan untuk menindas negara lainnya. Jenis perang ini, menurut Tan Malaka, disebut sebagai "Perang Penindasan". Kedua, perang yang dilakukan oleh satu negara yang sedang diserang oleh negara lain, dan melakukan peperangan dengan tujuan semata-mata untuk mengalahkan musuh dan membeaskan dari pemerasan dan penindasan. Perang yang kedua ini disebut sebagai "Perang Kemerdekaan".

Perang Penindasan dapat kita lihat dengan banyak contoh yang terjadi pada zaman feodalisme yang dulu. Tan menyebutkan bahwa, "... kebanyakan perang yang dijalankan di zaman feodal di kala merebut negara di Asia, Afrika dan Eropa, banyak kita kenal dalam cerita dan dongeng sebagai perang dan penindasan." Hal ini menjelaskan bahwa perang yang berlangsung untuk tujuan imperialisme dan kolonialisme adalah salah satu contoh dari Perang Penindasan.

Kemudian Perang Penindasan ini pun berkembang jenisnya ketika alam feodalisme beralih kepada alam imperialisme. Hasrat untuk melakukan perang pun bukan lagi hanya untuk menindas bangsa lain, melainkan sudah berkembang jauh dengan tiga tujuan yang melatarbelakanginya. Pertama, ditujukan untuk merebut bahan mentak untuk industri dan bahan makanan dari negara yang hendak ditaklukkan. Kedua, ditujukan untuk merebut pasar negara yang ditaklukkan atau yang dijajah untuk menjual barang jadi hasil pabrik negara pemenang (negara penjajah). Ketiga, untuk menanamkan modal pihak yang menjajah dalam perkebunan, pertambangan, pabrik-pabrik, pengangkutan, perdagangan, serta perbankan milik bangsa jajahan.

Tan menjelaskan lebih lanjut dampak signifikan dari ketiga hasrat itu. Hasrat peperangan dalam alam imperialisme itu akan mengakibatkan pihak yang menjajah (menguasai) akan bertambah kekayaan dan kekuasaannya. Berbeda nasib dengan pihak terjajah, bangsa yang terjajah akan bertambah kemelaratannya dan kesengsaraannya.

Menariknya adalah, akibat kemelaratan dan kesengsaraan yang tiada habisnya itu, bangsa terjajah mulai bangkit dengan "mencuri" pengetahuan dari bangsa penjajah untuk melawan balik dan menantang muka sang penjajah. Kemudian berkembang lebih jauh dan muncullah "Perang Kemerdekaan". Perang yang dilakukan oleh bangsa terjajah ini adalah untuk membebaskan dirinya dari belenggu kemelaratan dan kesengsaraan akibat praktik-praktik imperialisme pihak penjajah.

Terdapat dua jenis yang dapat diklasifikasikan sebagai Perang Kemerdekaan, yaitu:

Pertama, Perang Kemerdekaan yang dilakukan oleh pihak terjajah melawan pihak penjajah untuk melepaskan belenggu yang dipasangkan oleh pihak penjajah ke dirinya pihak terjajah. Tan menyebut Perang Kemerdekaan jenis pertama ini sebagai Perang Kemerdekaan Nasional. Salah satu yang dapat kita ambil sebagai contoh adalah Perang Kemerdekaan Amerika, di mana Amerika sebagai pihak terjajah  dan Inggris sebagai pihak penjajah. Perang ini adalah Perang Kemerdekaan Nasional paling masyhur pada abad ke-18. Menariknya lagi, Perang Kemerdekaan Nasional ini tidaklah terjadi di antara dua bangsa yang berlainan, tetapi sama-sama dari bangsa yang sama, yaitu bangsa Anglo-Saxon. Perang di antara bangsa yangs sama ini dapat terjadi akibat koloni Inggris di Amerika adalah rakyat Inggris yang menempatkan Benua Amerika dan mengusir para pribumi asli Amerika (Apache) ke pinggiran Benua (hutan-hutan).

Kedua, perang yang dilakukan dalam satu negara untuk melawan kelas lain di antara sesama bangsa, sering kali disebut sebagai Perang Sosial, Civil War, atau Perang Saudara. Perang Saudara ini memiliki dua corak juga, yaitu perang yang bercorak borjuis dan yang bercorak proletaris. Tan Malaka menyebutkan contohnya: Perang Kemerdekaan borjuis yang masyhur terjadi di Prancis antara tahun 1789 sampai tahun 1848, di mana perang saudara terjadi di antara kaum borjuis melawan kaum feodalis-agamawan. Perang ini berakhir kurang lebih pada tahun 1848 dengan kemenangan di pihak borjuis. Selain itu, di Prancis pun terdapat Perang Saudara yang bercorak proletaris, yaitu pada tahun 1871. Saat itu, kaum proletar Paris berhasil merebut dan memegang kekuasaan kurang lebih selama 72 hari saja. Berbeda dengan Prancis, Rusia pada tahun 1917-an juga dapat dikatakan sebagai contoh Perang Sosial atau Perang Saudara ini. Tahap pertama di Rusia, para borjuis memerangi atau melawan para feodal dan berhasil menjungkirbalikkan kerajaan. Lalu, pada tingkatan kedua, kaum proletar berhasil membinasakan kaum feodal, agamawan, dan borjuis sekaligus dengan menggunakan kekerasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline