Lihat ke Halaman Asli

Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Langkah Tegas & Jiwa Merdeka: Bung Karno di Lapangan Ikada dalam Meredam Ketegangan Politik Pasca-Proklamasi

Diperbarui: 15 November 2024   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/mantan-presiden-soekarno-_110601114242-952.jpg

Latar Belakang Pidato Bung Karno di Lapangan Ikada

Pidato yang disampaikan oleh Presiden Sukarno pada Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta, 19 September 1945, terjadi pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Kondisi saat itu masih sangat dinamis dan penuh ketidakpastian, mengingat baru sekitar satu bulan sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Rapat Raksasa ini dihadiri oleh ribuan rakyat yang berkumpul untuk mendengarkan arahan langsung dari Bung Karno sebagai presiden negara baru yang telah merdeka satu bulan ini, di tengah situasi yang masih penuh tantangan dan upaya mempertahankan kemerdekaan dari berbagai ancaman, baik dari pihak internal maupun eksternal.

Rapat raksasa di Lapangan Ikatan Atletik Djakarta (IKADA) adalah rapat terbuka yang terjadi pada tanggal 19 September 1945 dan dihadiri oleh ribuan rakyat Indonesia. Peristiwa ini diprakarsai oleh Komite van Aksi. Dalam peristiwa ini, Presiden Sukarno memberikan pidato singkat berisi seruan kepada rakyat agar percaya kepada pemerintah Republik Indonesia.

Menyusul proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945, muncul ketidakpuasan di antara para pemuda atas kebijakan pemerintah dalam hal pengambilalihan kekuasaan dari Jepang. Atas dasar ketidakpuasan tersebut, para pemuda yang tergabung dalam Komite van Aksi menggalang massa untuk mengadakan rapat besar dalam rangka memperingati satu bulan kemerdekaan RI. Awalnya, rapat besar ini akan diselenggarakan pada tanggal 17 September, bertepatan dengan satu bulan proklamasi kemerdekaan. Namun, karena adanya ancaman dari tentara Jepang, rapat tersebut diundur dua hari.

Pada tanggal 19 September, tentara Jepang berjaga-jaga di lokasi rapat dengan senjata lengkap, bahkan mengerahkan beberapa unit tank. Sementara itu, peserta rapat tetap berdatangan ke Lapangan IKADA dan menunggu kedatangan Presiden dan Wakil Presiden. Rakyat Indonesia yang sudah tersulut api semangat kemerdekaan tidak gentar dan mengabaikan penjagaan dari tentara Jepang. Situasi saat itu sangat tegang dan bentrokan berdarah bisa terjadi sewaktu-waktu.

Pada saat yang sama, pemerintahan RI yang baru terbentuk sedang mengadakan sidang kabinet. Mendengar kabar adanya rapat raksasa di Lapangan IKADA yang dijaga oleh tentara Jepang bersenjata lengkap, Sukarno dan Hatta kemudian berangkat ke lokasi rapat. Selang beberapa saat, keduanya akhirnya tiba di Lapangan IKADA disertai beberapa menteri. Sukarno memberikan pidato singkat selama lima menit yang berisi permintaan dukungan dan kepercayaan dari rakyat Indonesia. Presiden menyatakan bahwa pemerintah sedang berusaha sebaik mungkin mempertahankan kemerdekaan; oleh karena itu, rakyat perlu percaya dan mendukung dengan tetap tenang tapi tetap siap sedia menerima seruan dari pemerintah. Sukarno kemudian meminta peserta rapat pulang dengan tenang, yang segera ditaati oleh semua peserta yang hadir. Dengan demikian, bentrokan berdarah antara rakyat dan tentara Jepang dapat dielakkan.

Peristiwa ini merupakan titik penting dalam sejarah Indonesia. Pemerintahan RI yang masih sangat muda mampu membuktikan wibawanya. Dari peristiwa ini pula, pihak tentara Jepang dapat melihat bahwa Sukarno, dengan pengaruh dan wibawanya, mampu mengendalikan gejolak rakyat Indonesia. Peristiwa ini juga berhasil menumbuhkan kepercayaan rakyat Indonesia kepada pemerintahan RI.

Isi Pidato

Dalam pidato ini, Presiden Sukarno menekankan beberapa poin penting yang berhubungan dengan stabilitas negara dan ketertiban masyarakat. Berikut adalah uraian komprehensif dari isi pidato:

Ajakan untuk Tenang dan Tenteram

Bung Karno mengawali pidatonya dengan mengajak rakyat untuk tetap tenang dan tenteram. Presiden Sukarno menyadari bahwa situasi saat itu bisa dengan mudah memanas karena semangat yang meluap-luap dari rakyat yang baru saja memproklamasikan kemerdekaan. Oleh karena itu, ia berupaya untuk menenangkan massa agar tidak terjadi kekacauan yang bisa mengancam stabilitas nasional.

Penjelasan Bung Karno tentang Pembatalan Rapat pada 17 September 1945

Sukarno menyatakan bahwa Pemerintah Republik Indonesia sebenarnya telah memerintahkan pembatalan rapat ini. Namun, karena keinginan rakyat yang sangat kuat untuk tetap berkumpul, Bung Karno dan para menteri datang ke Lapangan IKADA. Ini menunjukkan sikap pemerintah yang fleksibel dan mendengarkan aspirasi rakyat, tetapi tetap berupaya menjaga ketertiban umum.

Pentingnya Kepatuhan dan Kepercayaan pada Pemerintah Republik

Sukarno menegaskan bahwa ia hadir bukan hanya sebagai presiden, melainkan juga sebagai saudara dari rakyatnya. Ia meminta rakyat untuk mempercayai pemerintah Republik Indonesia yang terdiri dari dirinya, Mohammad Hatta sebagai wakil presiden, dan para menteri yang ada. Kepercayaan ini sangat penting untuk menjaga persatuan dan keberlanjutan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dalam pidato ini, Sukarno menggarisbawahi bahwa proklamasi kemerdekaan tidak akan dicabut dan akan tetap dipertahankan, meskipun harus menghadapi tantangan besar.

Pentingnya Disiplin dan Kesiapan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline