Lihat ke Halaman Asli

Amadeus

Mahasiswa

Aksi Kamisan ke-818: Sorotan Tajam terhadap Keadilan di Tanah Papua

Diperbarui: 18 Juni 2024   02:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selama manusia tetap eksis, maka isu pelanggaran kemanusiaan pun tidak akan pernah berakhir. Demikian, Aksi Kamisan ke-818 yang digelar di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/06/2024) ini menyoroti situasi pelanggaran HAM di Indonesia, terutama tanah Papua yang tak kunjung mereda di tengah berbagai kebijakan Negara yang tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat dan praktik impunitas yang terus terulang.

Pemerintah sukses memanfaatkan kekayaan SDA tanah Papua dengan merenggut tanah adat mereka melalui kebijakan pembangunan yang tidak mengindahkan hak-hak mereka. Sementara itu, pemerintah melakukan pendekatan militer untuk menyelesaikan konflik di Papua yang justru mengakibatkan tewasnya masyarakat sipil di tangan aparat keamanan. Orang Asli Papua mengalami perampasan hak-hak mereka tatkala Negara mengutamakan pendekatan kepentingan ekonomi dan keamanan yang tidak berorientasi kepada nilai-nilai HAM.

"Saat ini, masyarakat adat suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan suku Moi, di Sorong, Papua Barat Daya, terancam kehilangan sumber penghidupan mereka lantaran hutan adat mereka terancam dibabat untuk menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa adanya persetujuan di awal ataupun konsultasi dengan masyarakat adat terdampak," dilansir dari Surat Terbuka No. 457 Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK)  pada Kamis (13/06/2024).

Mereka (masyarakat adat terdampak) telah menggugat pemerintah dan perusahaan sawit untuk menyelamatkan hutan adat mereka dan saat ini tengah menunggu putusan kasasi di Mahkamah Agung. 

Selain itu, di Intan Jaya, Papua Tengah, masyarakat adat terancam kehilangan tanah adat mereka di tengah rencana penambangan emas Blok Wabu. Rencana ini muncul di tengah situasi HAM yang telah memburuk selama beberapa tahun terakhir, termasuk terjadinya pembunuhan di luar hukum dan sekuritisasi yang membuat masyarakat hidup di tengah ketakutan.

"Kami mengingatkan Bapak Presiden bahwa pemerintah harus berkomitmen untuk menghapus impunitas dan mengambil pendekatan yang damai untuk menuntaskan konflik di Papua secara menyeluruh" ungkap staff JSSK.

Dalam berbagai kesempatan, Pemerintah Indonesia telah menyatakan akan memperbaiki situasi HAM di tanah Papua, namun hingga hari ini belum ada upaya yang signifikan oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah di tanah Papua melalui pendekatan kemanusiaan. 

Pada tahun 2023, Komnas HAM mencatat terjadi setidaknya 113 peristiwa pelanggaran HAM di Papua yang berkaitan dengan konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok pro-kemerdekaan serta pembatasan ruang demokrasi untuk menyampaikan pendapat secara damai. 

Melalui Aksi Kamisan ke-818 yang dihadiri oleh Sumarsih (Orang tua korban Semanggi I), Suciawati (Istri Munir Said), JSKK, Pemuda suku Aywu dan Moi, serta masyarakat  mendesak pemerintah untuk segera mencabut semua izin perusahaan sawit yang beroperasi di tanah dan hutan adat Papua. Aksi tersebut juga digelar dalam rangka memperingati 23 tahun tragedi Wasior yang berisi tuntutan agar pemerintah mewujudkan keadilan di tanah Papua. (D.A.A.)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline