Ada sebuah keluarga yang pada waktu itu memutuskan berlibur ke luar negeri. Liburan mereka terlihat sangat menyenangkan. Itu dibuktikan dari beberapa foto dan instastory yang dibagikan di akun instagram mereka.
Orang-orang yang melihatnya pasti punya tanggapan yang berbeda-beda. Ada yang positif dan ada yang negatif. Tapi itu fenomena biasa yang tidak perlu dipermasalahkan.
Yang patut jadi permasalahan justru datang dari kejadian dibalik kebahagiaan keluarga tersebut. Mereka sebetulnya sedang "kabur" dari pekerjaan, lalu memutuskan pergi liburan dengan uang yang besar hasil pinjaman dept collector.
Keputusan berhutang demi sebuah liburan mewah keliatannya berlebihan. Tapi tidak jadi masalah kalau memang mereka bisa membayarnya. Namun dalam kasus keluarga ini, mereka tampak memaksakan diri.
Setelah liburan selesai, keluarga tersebut tidak mampu membayar pinjaman tepat waktu. Mereka mulai panik karena dept collector sudah menghubungi beberapa kali bahkan dengan nada mengancam. Mereka tidak punya cara selain mengadaikan BPKB mobil untuk berhutang ke tempat lain. Jadi mereka membayar hutang dengan hutang. Gali lobang tutup lubang. Miris kan?
Keluarga tersebut sempat bercerita pada orang tuanya. Menceritakan kesedihan mereka karena terlilit hutang besar. "Jangan bilang ke saudara lain ya bu kalau kita punya hutang. Malu kalau sampai keluarga besar tahu." Kira-kira begitu isi percakapannya.
Ketika kemudian cerita ini sampai ke telinga saya, saya jadi miris. Ada banyak hal yang tidak terceritakan dibalik postingan instagram. Ada informasi yang terpotong antara apa yang diperlihatkan dan mana yang di sembunyikan, baik secara sengaja maupun tidak.
Saya sering merasa apa yang orang-orang bagikan di instagram tidak sebahagia yang diperlihatkan. Dalam kasus keluaga tersebut, tidak ada followers-nya yang tahu kalau ada cerita miris dibaliknya. Mereka hanya tahu bahwa keluarga tersebut bahagia dan punya banyak uang karena liburan ke luar negeri.
Kemudian mungkin saja ada beberapa followers-nya yang merasa iri dan tidak mau kalah, lalu memutuskan liburan juga. Entah bagaimana caranya intinya harus liburan. Mungkin begitu. Akhirnya liburan yang dipaksakan terjadi hanya karena ingin ikut-ikutan dengan gaya hidup orang lain. Kalau mampu ya silahkan, tapi kalau memaksakan diri ya jadi masalah besar.
Ini bukan satu-satunya cerita aneh yang saya dengar. Beberapa cerita lain ada yang sama mirisnya. Dalam contoh sederhaha yang sering saya lihat misalnya, Ada orang yang setiap weekend merasa punya kewajiban untuk update di instagram, padahal isi dompet sedang tidak bersahabat.
Sebetulnya tidak jadi masalah dengan prilaku mereka. Toh uang-uang mereka juga, bukan uang saya. Dan saya sendiri pernah merasakan dan melakukan hal yang sama.