Lihat ke Halaman Asli

Moh Daffa Attaqi Romadhon

Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Perjalanan Inspiratif Moh Daffa Attaqi Romadhon: Dari Bullying hingga Menjadi Mahasiswa Aktif

Diperbarui: 24 Mei 2024   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Nama saya Moh Daffa Attaqi Romadhon, seorang mahasiswa di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember prodi Pengembangan Masyarakat Islam. Saya lahir di Jember pada tanggal 29 Oktober 2003. Perjalanan hidup saya penuh dengan tantangan dan lika-liku yang mengharuskan saya untuk terus bangkit dan berjuang. Sebagai alumni MAN 2 Jember, saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari saya akan menjadi mahasiswa aktif dengan berbagai prestasi. Namun, perjalanan ini tidaklah mudah, terutama mengingat masa kecil saya yang penuh dengan pengalaman pahit.

  • Masa Kecil yang Penuh Tantangan di SD

Masa kecil saya di sekolah dasar (SD) adalah periode yang penuh dengan tantangan dan kesulitan. Pengalaman-pengalaman pahit yang saya alami di masa ini membentuk karakter saya dan menjadi fondasi dari perjalanan panjang saya menuju kesuksesan.

Sejak duduk di bangku SD, saya sering kali menjadi sasaran bullying dari teman-teman sekelas. Mereka menganggap saya sebagai anak yang bodoh karena saya sering mengalami kesulitan dalam pelajaran. Bullying yang saya alami tidak hanya berupa ejekan, tetapi juga perlakuan kasar yang membuat saya merasa sangat tidak berdaya. Setiap hari, saya harus menghadapi cemoohan dan hinaan yang membuat saya merasa rendah diri dan tidak percaya diri.

Bullying yang saya alami di SD meninggalkan dampak psikologis yang cukup berat. Saya menjadi anak yang sangat pendiam dan menarik diri dari pergaulan. Ketakutan dan kecemasan selalu menghantui saya setiap kali harus pergi ke sekolah. Lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar dan bermain, malah menjadi tempat yang menakutkan bagi saya. Kepercayaan diri saya hancur, dan saya merasa sangat tidak berharga.

Karena tekanan dan stres yang saya alami, prestasi akademik saya di SD juga sangat buruk. Saya kesulitan mengikuti pelajaran dan sering mendapat nilai rendah. Hal ini semakin memperkuat pandangan teman-teman dan bahkan guru-guru bahwa saya adalah anak yang bodoh. Setiap kali saya mencoba untuk belajar lebih keras, rasa takut dan cemas karena bullying menghalangi saya untuk bisa fokus dan memahami pelajaran dengan baik.

Di masa SD, saya merasa sangat kesepian dan kurang mendapat dukungan, baik dari teman maupun guru. Saya tidak memiliki teman dekat yang bisa saya ajak berbicara atau curhat mengenai perasaan saya. Guru-guru pun kurang peka terhadap kondisi saya dan lebih sering memarahi saya karena nilai-nilai saya yang buruk, tanpa mencoba memahami latar belakang masalah yang saya hadapi. Kurangnya dukungan ini membuat saya merasa semakin terpuruk dan putus asa.

Setiap hari di SD terasa sangat panjang dan penuh penderitaan. Saya sering kali merasa enggan untuk pergi ke sekolah karena tahu bahwa saya akan menghadapi bullying lagi. Namun, saya tidak punya pilihan selain terus berusaha dan bertahan. Saya mencoba mencari cara untuk menghindar dari teman-teman yang suka membully, seperti duduk di pojok kelas atau menyendiri saat istirahat. Meskipun demikian, saya tidak bisa sepenuhnya menghindari mereka dan tetap harus menghadapi kenyataan pahit setiap hari

  • Kebangkitan yang Perlahan di SMP 

Ketika saya memasuki SMP, situasi tidak segera membaik. Saya masih menjadi sasaran bullying, mungkin karena kebiasaan saya yang masih pendiam sebagai dampak dari pengalaman buruk di SD. Namun, masa SMP juga menjadi titik balik bagi saya. Saya menemukan pelajaran favorit, yaitu biologi, yang diajarkan oleh Bu Dyah, seorang guru yang sangat ramah dan penuh perhatian. Apresiasi dari Bu Dyah terhadap jawaban-jawaban saya di kelas memberikan dorongan moral yang sangat besar. Saya mulai merasakan semangat baru untuk belajar dan aktif dalam pelajaran.

Kepercayaan diri saya meningkat, meskipun pelajaran matematika masih menjadi tantangan besar bagi saya. Namun, semangat untuk bangkit dan terus belajar membawa saya lulus dari SMP pada tahun 2019. Kelulusan ini memberikan rasa lega yang luar biasa, karena saya bisa melepaskan sebagian dari penderitaan akibat bullying yang saya alami.

  • Menemukan Jati Diri di MAN 2 Jember

Setelah lulus SMP, saya melanjutkan pendidikan di MAN 2 Jember dan memilih jurusan IPS. Saya tertarik untuk mempelajari tentang pertemanan dan interaksi sosial, sehingga pelajaran sosiologi menjadi fokus utama saya. Guru sosiologi saya, Bu Diana, sangat ramah dan mendukung, membuat saya semakin tertarik dan bersemangat dalam belajar. Meskipun bullying masih ada, namun tidak seintens di SD dan SMP. Di sini, saya mulai benar-benar mencari dan menemukan jati diri saya.

  • Perjuangan Menuju Perguruan Tinggi

Pada kelas 12, saya berhasil masuk dalam daftar siswa eligible dengan peringkat ke-13. Saya memiliki harapan besar untuk melanjutkan studi di jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial di Universitas Jember. Keinginan ini didorong oleh empati saya terhadap orang-orang yang kurang beruntung dan harapan untuk dapat membantu mereka. Namun, Allah berkehendak lain, dan saya tidak diterima di jurusan tersebut. Kekecewaan sempat melanda dan saya merasa sangat terpukul. Saya menangis, merasa bahwa impian saya hancur.

  • Menemukan Tempat yang Tepat di UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline