Lihat ke Halaman Asli

Indonesia sebagai Rumah Moderasi Beragama

Diperbarui: 9 April 2023   01:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tepat pada februari 2023, Nahdathul Ulama (NU) berusia seabad menyusul Muhammadyah sebagai saudara organisasinya yang juga berusia satu abad pada November 2022. Dua organisasi besar yang bergerak pada sosial kemasyarakatan (ormas) Islam arus utama di Indonesia itu tak terelakan dan sangat fenomenal dalam membentuk dan menjadi wajah Islam di Indonesia yang berkarakter moderat dan toleran. Keduanya meneguhkan suatu jalan tengah (Wasathiyah) keIslaman dan keIndonesiaan yang seimbang. Dilihat dari sejarahnya yang sangat lekat dengan perjuangan dan kontribusi Panjang serta mengakar.

Dua organisasi ini pada dasarnya tidak hanya sekedar fenomenal di Indonesia, tetapi juga fenomenal di kacamata global. Karena itu dengan tidak berlebihan, dunia muslim perlus menengok peran keduanya dalam berkontribusi bagi perkembangan Indonesia sebagai penduduk muslim terbesar di dunia.

Penduduk Indonesia memiliki latar belakang yang beraneka ragam, di antaranya keragaman dari segi agama. Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965 (UU PNPS) tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, menyebutkan enam agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia. Agama yang dimaksud adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Keragaman tersebut diakui dan menjadi simbol persatuan dan sumber kekuatan tegaknya negara dan bangsa. Pengakuan terhadap keragaman tersebut dapat dilihat pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang terdapat pada lambang negara, yaitu burung garuda.

Tantangan moderasi beragama yang dialami pada masa yang lalu masih terjadi pada masa sekarang dan akan datang yaitu keragaman paham keagamaan masyarakat. Dalam kaitan ini, klaim kebenaran atas tafsir agama bila tidak dikelola dengan baik bisa memunculkan gesekan dan konflik dan dapat membahayakan persatuan dan kesatuan. Beberapa daerah di KTI pernah dilanda kekacauan dan konflik sosial. Di antaranya, kekacauan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Sulawesi Selatan yang terjadi tahun 1950--1965 terkait dengan pemaksaan kehendak atas pemaham-an keagamaan yang dimiliki. Pada tahun 1998 konflik sosial terjadi di Kabupaten Poso menyusul tahun 1999 terjadi di Kota Ambon Provinsi Maluku, dan tahun 2003 terjadi Kabupaten Mamasa. Konflik-konflik tersebut terkait dengan persoalan politik dan ekonomi yang dibalut dengan isu-isu keagamaan.

Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku) maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal). Secara kultural, prinsip-prinsip moderasi beragama telah mengakar pada masyarakat di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal tersebut terlihat antara lain pada kearifan lokal yang diwarisi dari para leluhur. Berbicara mengenai moderasi beragama, Para ualam dan cendikiawan muslim umumnya mengacu pada (QS. Al-Baqaroh 2:143):

"Dan demikian kami telah mejadikan kamu (umat Islam) "Umat Pertengahan" agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rosul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu......."

Ayat diatas paling tidak menitikberatkan tiga hal yang perlu kita pahami. Yakni :

Pertama, "umat" yang menjadi objek pada pembahasan ini. Islam sudah pasti benar dan moderat namun yang menjadi masalah adalah umatnya yang belum tentu moderat. Karena banyak muslim yang belum menjalankan nilai-nilai Islamnya dengan baik. Maka dari itu umat Islam dianjurkan untuk moderat dalam hal agama, beribadah dan jangan berlebihan.

Tepat pada februari 2023, Nahdathul Ulama (NU) berusia seabad menyusul Muhammadyah sebagai saudara organisasinya yang juga berusia satu abad pada November 2022. Dua organisasi besar yang bergerak pada sosial kemasyarakatan (ormas) Islam arus utama di Indonesia itu tak terelakan dan sangat fenomenal dalam membentuk dan menjadi wajah Islam di Indonesia yang berkarakter moderat dan toleran. Keduanya meneguhkan suatu jalan tengah (Wasathiyah) keIslaman dan keIndonesiaan yang seimbang. Dilihat dari sejarahnya yang sangat lekat dengan perjuangan dan kontribusi Panjang serta mengakar.

Dua organisasi ini pada dasarnya tidak hanya sekedar fenomenal di Indonesia, tetapi juga fenomenal di kacamata global. Karena itu dengan tidak berlebihan, dunia muslim perlus menengok peran keduanya dalam berkontribusi bagi perkembangan Indonesia sebagai penduduk muslim terbesar di dunia.

Penduduk Indonesia memiliki latar belakang yang beraneka ragam, di antaranya keragaman dari segi agama. Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965 (UU PNPS) tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, menyebutkan enam agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia. Agama yang dimaksud adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Keragaman tersebut diakui dan menjadi simbol persatuan dan sumber kekuatan tegaknya negara dan bangsa. Pengakuan terhadap keragaman tersebut dapat dilihat pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang terdapat pada lambang negara, yaitu burung garuda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline