Aku Diego seorang siswa SMA kelas 3 di Bandung. Aku memiliki 4 orang anggota keluarga, mulai dari ayah ibu dan kakakku. Ibuku orang yang selalu mensupport semua anak-anaknya. Ayahku seorang pekerja keras dan selalu tekun dalam pekerjaannya. Kakakku merintis usahanya dan dia akan menjadi sukses. Keluargaku tidak kaya kami bisa dibilang keluarga sederhana. Aku orangnya pandai tetapi aku memiliki sifat meremehkan itu yang selalu membuatku menyombongkan diri kepada semuanya. Banyak orang yang tidak suka kepadaku karena sifatku yang sombong. Saat SMA aku juga termasuk anak yang pemalas dan selalu menunda-nunda tugas, aku juga jarang membantu orang tuaku seperti kakakku yang selalu berbakti pada ayah dan ibuku. Ini ceritaku yang dulu adalah pemalas dan sombong bisa dikatakan orang gagal menjadi orang yang sukses dan konsisten.
Pagi hari sampai parkiran sekolah aku mengunci motor lalu berjalan pelan melewati koridor. Suasananya tenang dan sejuk sekali. Mungkin karena hari Jumat dan tadi malam juga hujan. Aku melihat beberapa anak sedang bercanda gurau di lapangan. Aku pun berjalan santai menuju ke kelas. Kusiapkan buku dan peralatan tulis, matematika adalah kelas pertamaku hari ini. Aku belum mengerjakan tugas matematika dan aku bergegas untuk mengerjakannya. Aku selalu menunda tugas karena aku selalu sibuk dengan kehidupanku yang selalu bermain handphone dan tidak memperdulikan sekitar. Hari Jumat pun berlalu seperti biasa dan hari menuju ujian kelulusan juga semakin dekat. Ujian semakin dekat semua temanku belajar dengan tekun untuk meraih keinginannya menuju universitas yang diinginkan. Hanya aku saja yang dengan santainya tidak belajar hanya memainkan handphone dan tidak memperdulikan ujian kelulusan tersebut. Aku juga meremehkan ujian tersebut karena aku yakin dengan kemampuanku sudah pasti lulus dengan nilai memuaskan.
Hari demi hari telah kulewati, hingga waktu ujian akhir telah tiba. Ujian akhir dimulai dengan mata pelajaran agama dan bahasa Indonesia. Aku hanya membaca sedikit dan hanya belajar 2 jam saja, aku juga sudah pasti yakin bahwa aku bisa mengerjakan semuanya dengan lancar. Aku menyiapkan alat tulisku dan segera mengerjakan ujiannya. Aku ternyata bisa mengerjakan ujiannya dengan lancar walaupun ada sedikit yang aku tidak bisa dan aku yakin bahwa nilaiku akan memuaskan. Walaupun minggu ujian aku tetap santai dengan hanya bermain handphone dan tidak memperdulikan ujian akhir yang digunakan untuk masuk ke universitas yang diinginkan. Minggu ujian pun selesai dan disusul dengan pengumuman nilai ujian akhir, banyak anak yang tidak sabar melihat jerih payahnya telah belajar dengan giat. Aku tidak merasa penasaran dengan nilaiku karena aku pasti mendapatkan nilai terbaik. Banyak anak yang sudah melihat nilainya dan mereka senang mendapatkan nilai yang memuaskan. Saat melihat beberapa anak, aku sempat mendengar bahwa ada yang bilang jika nilaiku sangat rendah. Anak yang biasa dibilang pandai sekarang mendapatkan nilai jelek, aku yang mendengar itu segera bergegas untuk melihat nilaiku. Saat aku melihat nilaiku, aku sangat hancur dan malu dengan semua orang. Saat orang tuaku mengetahui nilaiku mereka sedih tetapi mereka tetap mendukungku.
Teman-temanku sekarang kuliah di universitas yang mereka inginkan sedangkan aku hanya menjadi pengangguran karena nilaiku ditolak oleh universitas. Saat aku pergi keluar, aku sempat bertemu dengan temanku dan aku malu saat bertemu dengannya. Dia diterima di universitas yang dia inginkan sedangkan aku hanya pengangguran dan tidak jelas masa depanku. Aku pun bergegas pulang kembali dan tidak ingin berlama-lama di luar karena takut bertemu dengan orang yang kukenal lagi. Sampai di rumah aku bercerita kepada keluargaku jika temanku sudah sukses semua dan aku malu karena diriku masih belum sukses, setelah itu orang tuaku memberikan nasihat kepadaku agar menjadi orang yang lebih rajin dan konsisten. Aku pun mendengarkannya dan ingin melakukan hal tersebut.
Saat aku menjadi pengangguran, kakakku mengusulkan untuk membuka usaha toko es krim daripada aku hanya berdiam diri di rumah. Keluargaku semua setuju dengan ide kakakku itu, aku pun menerima ide itu. Aku yang semulanya pengangguran menjadi sibuk menyiapkan alat dan bahan untuk membuka toko es krim. Toko es krimku sekarang sudah jadi dan siap untuk dibuka, sebelum dibuka keluargaku mendoakan agar usahaku sukses. Aku bisa membuka toko es krim ini karena dukungan oleh keluargaku yang sangat pengertian. Toko es krim punyaku telah dibuka, awal pertama buka sangat ramai karena aku mengadakan buy 1 get 1. Beberapa minggu kemudian pengunjung mulai menurun dan tokoku menjadi sepi, tagihan juga mulai membengkak. Tanpa pikir panjang aku menutup toko es krimku dikarenakan bangkrut sepi pengunjung. Aku sangat sedih melihatnya, usaha yang telah aku rintis beberapa bulan sudah bangkrut aku merasa menjadi orang gagal di dunia. Tetapi keluargaku terus mendukungku agar bangkit kembali, aku yang didukung awalnya merasa percuma aku tidak akan bisa lagi bangkit karena itu hanya membuang waktu. Ibuku pun meyakinkanku bahwa aku bisa dan aku harus tetap berjuang memulai usaha lagi dari nol. Saat mendengar itu, aku mulai yakin bahwa aku bisa dan aku harus bangkit dari keterpurukan ini.
Beberapa bulan kemudian, aku memiliki ide untuk membuka restoran khas makanan Bandung. Aku memulai membuka usaha dari berjualan dipinggir jalan menggunakan mobil. Ternyata banyak yang suka dengan makanan khas Bandung, banyak orang yang menyarankan untuk membuka restoran agar pengunjung lebih nyaman. Aku pun merundingkan dengan keluargaku dan keluargaku menyetujui itu. Aku mencari tempat yang cocok untuk membuka usahaku ini, akhirnya aku menemukan tempat yang cocok dan aku pun segera menyiapkan semuanya dengan target minggu depan tempat ini harus sudah bisa aku pakai. Restoranku siap untuk opening, saat pertama buka aku tidak menawarkan diskon apapun tetapi pengunjung tetap ramai. Aku senang jika banyak orang yang suka dengan masakan restoranku, keluargaku juga bangga kepadaku. Beberapa bulan kemudian, aku sudah memiliki beberapa outlet yang sudah tersebar di Indonesia. Aku sangat bersyukur memiliki keluarga seperti keluargaku, karena tanpa dukungan keluarga aku tidak akan bisa sampai sejauh ini. Mungkin itu sedikit dari bagian cerita hidupku. Bersyukurlah jika kalian memiliki keluarga karena dengan itu kita dapat bercerita tentang semua masalah yang kalian hadapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H