"Betul, bapak mau kapal-kapal ikan yang ditangkap ini diberikan ke nelayan Natuna?" dengan suaranya yang khas, Menteri Susi bertanya ke Bupati Natuna, Hamid Rizal ketika mereka bersua di atas KRI Karel Satsuitubun sebulan lalu.
***
Tidak terdengar jawaban dari Sang Bupati sebelum Susi melanjutkan bahwa keputusan yang dipilihnya saat ini adalah tetap menenggelamkannya.
"Jangan pak, biar mereka jera. Kalau diserahkan ke nelayan, nanti dibeli lagi sama pemilik kapalnya, begitu terus," begitu penjelasan Susi ke Hamid jelang serah terima dokumen berita acara dari Kejaksaan ke KKP terkait 33 kapal ikan asing yang sudah bisa dieksekusi.
Bagi Susi, cara penenggelaman merupakan yang paling efektif untuk memberikan efek jera kepada para pelaku illegal fishing.
Argumentasinya nampaknya sebangun dengan apa yang juga dilakukan oleh Pemerintah Australia terhadap kapal-kapal ikan asal Indonesia yang tertangkap di wilayah mereka sejak tahun 90-an.
Bahkan disebutkan bahwa sejak tahun 2005, Pemerintah Australia telah meluluhlantakkan tidak kurang 1.200 kapal atau perahu asal Indonesia baik yang digunakan nelayan mencari teripang, menangkap ikan hingga sebagai moda transportasi bagi penyelundup atau penyintas.
Saya jadi ingat beberapa kapal pencari teripang asal Makassar di tahun 90an yang dibakar oleh otoritas Australia karena masuk mencari hasil laut hingga ke Ashmore Reef kala itu.
Terkait urusan menenggelamkan kapal ini dan kaitannya dengan dampak ke ekosistem perairan nampaknya tidak menjadi persoalan bagi Australia sebab hal tersebut berlangsung lama.
Tanggapan berbeda justru datang dari dalam negeri Indonesia yang menganggap bahwa penghancuran kapal ikan akan berdampak pada ekosistem laut.
Hal kedua yang juga acap diingatkan Susi adalah marwah hukum. Menurutnya, mengkaji ulang penenggelaman kapal sebab bagi sebagian kalangan, memberikannya ke nelayan lebih bermanfaat adalah pendapat yang juga keliru.