Lihat ke Halaman Asli

Kamaruddin Azis

TERVERIFIKASI

Profil

Upaya Melestarikan Hiu Berjalan, Satwa Endemik dari Halmahera

Diperbarui: 31 Desember 2016   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiu Berjalan (walking shark) yang semakin dieksploitasi. Livescience.com

Belakangan ini, amat langka inisiatif yang mencerminkan spirit pengalokasian sumber daya Pemerintah Daerah untuk mengkaji potensi dan isu lingkungan pesisir dan laut setempat. 

Faktanya, riset lebih banyak dikendalikan dan ditangani oleh Pemerintah Pusat atau universitas ketimbang level di bawahnya padahal mereka punya banyak periset handal. Jikapun ada, lebih banyak bersifat repetitif dan tak menghasilkan rekomendasi kuat dan ditindaklanjuti.

Oleh sebab itu, rasanya menyenangkan jika mendengar kabar atau inisiatif dari daerah yang berkaitan dengan penelitian sumber daya alam yang memungkinkan tenaga peneliti di organisasi perangkat daerah dan anggaran riset berbasis APBD seperti yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan ini. Mereka meriset sebaran dan populasi jenis unik seperti hiu berjalan (walking fish), satu dari sembilan jenis langka di dunia.

***

Informasi tentang riset hiu berjalan ini datang dari Abdul Khalish A. Samaun melalui Whatsapp ke sayaSlashbegitu saya memanggilnya, mengirimkan hasil penelitiannya tentang hiu, tentang Walking Shark atau hiu berjalan yang selama ini kerap menjadi target eksploitasi. Spesies cantik dan menawan ini adalah obyek rekreasi bawah laut namun juga kerap menjadi hasil pancing nelayan, ditangkap dan kemudian diabaikan.

Abdul Khalish alias Slash (foto: istimewa)

“Semoga ada kesempatan dibaca,” begitu pesannya atas kajian yang dilaksanakan antara bulan Oktober hingga Desember 2016 tersebut.

Slash baru saja menyelesaikan sebuah studi keberadaan hiu unik tersebut di sekitar perairan Kota Tidore, Maluku Utara. Bersama rekan-rekannya yang lain seperti Ma’ruf Azis, Helmy Harsani, Suleman Abd. Radjak dan Iksan Dukomalamo, mereka menghasilkan sebuah laporan tentang jenis langka tersebut. Saya tertarik untuk menuliskan dan membagikannya agar bisa mendongkrak kepedulian kita pada spesies langka nan eksotik ini. Slash dan timnya bekerja untuk Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan.

“Metode yang tempuh dengan pengamatan lapangan, penentuannya berdasarkan informasi awal keberadaan spesies ini,” kata Slash. Menurutnya, ada 12 stasiun pengamatan, yaitu di Dermaga Goto, Tugulufa, Dermaga Fery Dowora, Akesahu, Soadara, Seli, Gurabati, Tongolo, Toloa, Mareku, Ome dan Cobo. Titik-titik ini merupakan bagian dari wilayah administrasi Kota Tidore Kepulauan, kota yang mempunyai luasan administratif dan ekologi seluas 685 km2.

 “Kami mengambil data dengan menyelam pada kedalaman 2-15 meter pada malam hari sebab spesies ini dikenal sebagai hewan malam, nokturnal” begitu katanya. Hiu berjalan adalah ikan laut dangkal. Menurut Slash, plot pengamatan seluas 50 x 100 m, batas plot hanya berupa batas imajiner berdasarkan jumlah kayuhan fins.

Hiu berjalan yang ditemukan di Pelabuhan Trikora Goto Tidore (foto: istimewa)

Hiu berjalan di Tidore

Hiu berjalan dalam bahas Latin disebut sebagai Hemiscyllum halmahera. Adalah spesies endemik Pulau Tidore dan Halmahera. Beberapa nama lokal Tidore disematkan pada jenis hiu berjalan ini, seperti gurango futa, gurango hoga, gurango buta.

“Orang Ternate menyebutnya gurango futa,” katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline