Sungguh Ironi negara kita ini, sudah tau dari lagu kalau nenek moyangnya Pelaut malah menjadi Petani. Mungkin yang petani itu nenek moyangnya berasal dari Thailand atau mungkin Vietnam. Harusnya dari dulu urus laut aja, kalau makan mau makan nasi baru kita beli aja dari luar. Hahahaha...yang ini becanda, biar kita lebih akrab aja.
Dua puluh tahun yang lalu, tanaman panganlah yang digandang-gadangkan untuk menjadi sektor andalan Indonesia, ya pangan...pangan dalam artian sempit. Pangan yang mungkin dalam artian beras, daging sapi, daging ayam, atau apalah yang pasti bukan sagu, ketela dan ikan. Tetapi lihat "pangan" itu sekarang, bagaimana kabarnya? Salah satu "pangan" itu hilang (atau dihilangkan) dari pasaran. Sana-sini menjerit, muncullah pengamat yang memenuhi media massa. Mencari penyebab kesalahan bahkan tidak jarang sampai harus mencari siapa yang bertanggung jawab atas semua ini. Mulailah dari orde baru yang harus bertanggung jawab, menteri pertanian, presiden bahkan sampai-sampai pernah Institut Pertanian Bogor diminta dibubarkan saja karena tidak menjadi solusi atas permasalahan pangan ini. Mulai lucu kan?
Entah tahun kapan bahkan sampai saat ini (mungkin) sagu maish dianggap makanan kelas bawah, kurang bergizi atau kurang ideal. Saat ini saya sadar mungkin dianggap makanan kelas bawah saat itu karena fungsinya yang tidak bisa dibuat menjadi sagu goreng ati ampela, sagu goreng kambing, atau sagu goreng pete. Seperti makanan para kelas menengah atas. Beberapa daerah yang menjadikan makanan ini sebagai makanan pokok pun diajari, digeser pola makannya dari sagu ke beras. Sagu yang pernah menjadi makanan pokok Sahabat dari Timur ini gengsinya mulai tergeser oleh beras.
Semakin tahun, produksi beras semakin turun, tetapi semakin tinggi kebutuhan konsumsi beras. Lahan-lahan yang dulunya areal persawahan mulai berganti alas menjadi beton, pemerintah panik. Banyak area baru dibuka menjadi areal persawahan, banyak bantuan mulai dari bibit sampai alat mekanisasi pertanian didatangkan. Dan juga...ntah siapa yang lupa atau bahkan siapa yang abai, kita hanya diajarkan mengkonsumsi nasi tapi sedikit atau bahkan tidak sama sekali diajarkan mengkonsumsi pengganti nasi. Jadilah istilah "belum makan kalau belum makan nasi".
Beras menjadi komoditas paling penting di Indonesia, dan anehnya gampang hilang dari pasaran. Adanya iklim ekstrim (El Nino dan La Nina) beras langka, dekat-dekat pilkada beras langka, dekat-dekat hari raya beras langka, bahkan tidak ada apapun kadang beras langka. Sampai kapan kita mau begini?
Mungkin sudah benar apa yang dilakukan oleh orang timur dulu, belajar mencari makanan pengganti beras. Jika beras tidak ada, gampang...sisa mencari pengganti lain semisal jagung, ketela, kentang atau singkong. Mungkin belajar sama ikan, karena ikan tidak mungkin tidak ada. Selalu ada. Maksudnya jika tidak ada ikan kakap, ada ikan kerapu, tongkol, bandeng atau lele. Jadi tidak ada satu masih ada yang lain. Rakyat tidak panik, pengamat tidak sibuk dan IPB tidak jadi dibubarkan.
Bahkan lihatlah sagu sekarang, sampai-sampai dibuatkan Pabrik Sagu Terbesar di Indonesia. Ada beberapa manfaat sagu yang sebenarnya sangat baik bagi kita sebagai warga Indonesia :
- Sagu mudah untuk tumbuh. Sagu tumbuh pada lahan berlumpur dengan kuantitas air yang bervariasi mulai dari lahan kering sampai lahan tergenang tetap. Coba aja barangkali di bekas galian batubara bisa ditanami sagu. Mungkin lho ya!
- Dari daun pohon sagu, juga dapat dimanfaatkan untuk membuat atap rumah yang tahan lama, dan disebut sebagai atap rumbia.
- Seperti tepung beras, sagu bisa diolah menjadi makanan olahan lain seperti kue atau seperti makanan yang terkenal di Sulawesi Selatan, Kapurung.
- Bagi yang lagi program diet, sagu sangat baik karena memberikan efek mengenyangkan, tetapi tidak menyebabkan gemuk. Ini merupakan salah satu keunikan dari sagu dibanding makanan pokok lainnya, makanan pokok lain memang mengenyangkan juga, tapi jika kita mengkonsumsi terlalu berlebih bisa menyebabkan kegemukan.
Bagaimana kawan? Tertarik makan sagu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H