DAHLAN ABUBAKAR, DARI BUKU "RAMANG" HINGGA "LORONG WAKTU"
Profesi wartawan adalah salah satu profesi yang unik. Pada zaman baheula wartawan disebut "kuli tinta" lalu "kuli disket". Itu karena mahluk satu ini bekerja menggunakan tinta pena dan kemudian disket dari komputer.
Di era digital ini, wartawan sebagain profesi masih tetap eksis. Meski tidak lagi bergelut dengan tinta seperti di era media cetak. Kini sudah banyak yang beralih ke media online. Media cetak berguguran, bahkan menutup diri. Bukan karena "dibredel" gara-gara berita.
Dari sekian banyak wartawan tersebut, kita tidak bisa melupakan sosok wartawan jadoel tempo doeloe yang ternyata masih banyak yang masih eksis hingga sekarang. Mereka disebut wartawan senior, tapi bagi saya Bang Nur, lebih suka menyebut mereka dengan "Wartawan Bangkotan".
Salah satu dari yang " mahluk langka" tersebut, adalah M Dahlan Abubakar, wartawan bangkotan dari Makassar kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Lorong Waktu", salah satu buku karangannya. Ya buku autobiografi senior saya, kanda Dahlan, sapaan akrab Bang Nur kepada wartawan kawakan berlatarbelakang akademisi ini. Terakhir Bang Nur dapat info, beliau sempat jadi Humas sekaligus dosen di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, lalu kini sudah pensiun.
Di buku "Lorong Waktu"-nya itu, kanda Dahlan berkisah antara lain tentang IDENTITAS, koran kampus yang menjadi kawah candradimuka jurnalistiknya.
Betapa banyak akhirnya lahir dan tumbuh wartawan muda dari IDENTITAS ini yang bertebaran di sejumlah grup media besar di tanah air.
Sebut saja misalnya, Hamid Awaludin (mantan Menkumham), Aidir Amin Daud (mantan salah satu Direktur di Kemenkumham) keduanya dari IDENTITAS ke Harian FAJAR, dan beberapa lagi rekan lainnya, adalah "alumni" koran kampus IDENTITAS.
Peran tutornya juga tak bisa dilewatkan dan dilupakan: Pak Sinansari Ecip (dosen, mantan KPI, MUI, pendiri koran Republika) dan almarhum Andi Syahrir Makkuradde, mantan koresponden Majalah Tempo dan pengelola majalah "Akselerasi".