Lihat ke Halaman Asli

Nur Terbit

Pers, Lawyer, Author, Blogger

Kenangan bersama Imam Mesjid Al Aqsa Palestina

Diperbarui: 5 November 2023   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersama Dubes Palestina Rihby Awad saat silaturrahmi dengan pengurus DMI. Saya ikut meliput di foto yang dilingkari (foto dok pribadi)


KENANGAN BERSAMA IMAM MASJID AL AQSA PALESTINA

(Catatan : Nur Terbit)

Tidak sengaja, ketemu lagi foto jadoel yang penuh kenangan, era 1990-an. Saat itu saya sebagai wartawan di era Soeharto (Orba), berkesempatan ikut mendampingi Imam Mesjid Al Aqsa Palestina dan rombongan, saat melakukan kunjungan ke sejumlah pesantren di Pulau Jawa dan Madura.

Kunjungan Imam Mesjid Palestina tersebut ke Indonesia, dalam rangka meminta dukungan masyarakat Indonesia (terutama pesantren dan kaum Muslim), agar perseteruan yang saat itu sudah semakin memanas, antara Palestina dan Israel segera berakhir.

Salah satu pesantren yang Imam Palestina kunjungi, adalah Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Kami diterima oleh pengasuh pondok Gontor, kakak-beradik KH Syukri, KH Syahal beserta guru dan santri pondok. Selanjutnya menuju ke Pulau Madura.

PALESTINA DAN INDONESIA

Saya Nur Terbit (dalam lingkaran) bersama Imam Mesjid Al Aqsa Palestina bersama staf Kedubes Palestina (dok pribadi)

Kunjungan Imam Mesjid Palestina tersebut ke Indonesia, juga dimaksudkan sekaligus membawa pesan dari penduduk Palestina untuk pemerintah Indonesia atas dukungannya atas kemerdekaan Palestina (era Soekarno). 

Dukungan tersebut dilanjutkan di era Soeharto, yang telah memberi gedung tempat berkantor untuk Kedubes Palestina di Jakarta. Saat itu Dubes Palestina adalah Rihby Awad.

Menurut  M Muttaqien dalam artikelnya untuk jurnal Global and Strategies (2013) seperti dikutip Republika.co.id pada 20 November 2020, Presiden Soeharto lebih menyukai upaya-upaya mediasi untuk menyudahi konflik Palestina-Israel. 

Di samping itu, Orde Baru diketahui lebih berpihak pada Barat, utamanya dalam soal ekonomi dan politik keamanan. Karena itu, misalnya, ketika negara- negara Arab melakukan embargo minyak kepada Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, Indonesia tidak dalam posisi mendukung langkah ini. 

"Sebab, pada 1970-an ekonomi Indonesia masih bertumpu pada sektor migas yang bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan asing asal Barat," kata Muttaqien.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline