GAYA RAMBUT "NEW NORMAL"
Awalnya sih mampir ke tukang cukur langganan, bukan untuk pangkas rambut. Melainkan cuma mau rapikan kumis dan jenggot. Nyatanya saya potong rambut.
Biar kelihatan macho aja. Bukan macho = mantan chopet atau makan choto ya..
Maklum, pasca lebaran dan selama "stay at home" dan "work from home" pada musim pandemi Covid-19, segala sesuatu yang "berambut" terabaikan dari perhatian. Terutama rambut yang ada di kepala.
Sempat bingung milih model rambut. Awalnya, mau nyukur tipis-tipis saja. Dengan tetap mempertahankan uban, yang belakangan semakin meluas tak terkendali. Rupanya, PSBB tak berlaku bagi rambut beruban
Misalnya tetap beruban seperti almarhum Adnan Buyung Nasution, atau politisi dan mantan menteri Hatta Rajasa. Atau sebaliknya. Lebih ekstrim dengan memilih kepala plontos, botak, meniru "style" Dedy Corbuzier atau Maman Suherman?
Gubernur Jawa Tengah, Mas Ganjar Pranowo, dalam satu wawancara di acara Rossy Kompas TV, memuji orang yang beruban dan tetap memilih tidak menyemir atau mengecat rambut. Kenapa?
"Dengan rambut dibiarkan tetap uban, tidak dicat atau disemir, pertanda orang tersebut jujur apa adanya. Tidak suka manipulasi penampilan. Saya puji. Sebab manipulasi itu bagian dari perbuatan korupsi. Orang tidak jujur itu koruptor," katanya.
Dalam agama Islam, dilarang menghitamkan rambut uban. Kecuali jika rambut disemir atau dicat dengan warna lain, misalnya: pirang, coklat dan lain-lain. Jangan warna hitam.
Di kampung saya di Makassar, Sulsel, rambut uban disebut 'uang' atau 'uangngang' alias orang yang sudah beruban (ubanan).
Jadi biar pun di perantauan saya miskin, tidak kaya karena tak punya duit, kalau pulang kampung saya langsung naik status menjadi orang kaya.