Selama berdiam diri di rumah sesuai himbauan pemerintah terkait virus Corona, memang lama-lama bikin kita bete, bosan, stres.
Apalagi selama tidak keluar rumah, maka api dan asap dapur pelan-pelan mulai redup. Tak mungkin berharap subsidi 600 ribu/KK/bulan. Kami tahu dirilah. Tak masuk hitungan.
Sebagai pensiunan wartawan yang tetap ngotot masih mau jadi pekerja media "jarak jauh", maka solusinya adalah berupaya untuk terus menulis. Ya, menulis sebagai satu-satunya pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa keluar rumah (work from home).
Mau membajak sawah, nyangkul di kebun, jadi kuli panggul, tenaga sudah berkurang.
Syukur-syukur dengan terus menulis, tulisannya bisa mendapatkan honor dari media atau penerbit yang membutuhkan hehe...
Sepanjang hari, sepanjang malam, berkutat di depan laptop. Atau memainkan jari-jari di keyboard smartphone. Mengetik, atau mengunggah foto dan video untuk blog dan channel Youtube. Ya, tentu saja, sambil menata ulang, merapikan dan mengisi dengan artikel atau liputan video dari stok gambar yang ada di folder.
Syukur-syukur, kuota internet yang ada di modem, di handphone, masih kuat menopang pekerjaan. Itu juga kalau belum mulai ada gejala lemot. Buffering. Cuma bisa mutar-mutar. Owalah....
Adapun WiFi di rumah, sudah beberapa bulan ini dihentikan. Kami menyerah. Tak sanggup lagi membayar biayanya dan meneruskan langganan bulanan.
Pernah kami siasati. Mampir di cafe atau gerai makanan siap saji. Pesan minum dan sedikit cemilan, duduk berjam-jam, biar bisa gratis WiFi-nya. Bebas download aplikasi sekalian posting video ke Youtube.
Tapi sejak virus Corona merebak, membuat semuanya "ambyaaar". Program numpang WiFi gratis ikut jadi "buyar". Cafe dan mal banyak ditutup. Petugas pun mengusir mereka yang berkumpul.
Lalu, khusus di Ibukota Jakarta, terhitung Jumat 10 April 2020, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pun diberlakukan.