Lihat ke Halaman Asli

Nur Terbit

Pers, Lawyer, Author, Blogger

Mengawinkan Teori & Praktek Penulisan Buku di Acara TWC

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1355658055475834515

Peserta kelompok pria pada program Teacher Writing Camp (TWC) yang digelar Ikatan Guru Indonesia (IGI) di Wisma Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rawamangun. (foto: koleksi panitia TWC)

MENULIS sudah merupakan pekerjaan saya sehari-hari sebagai seorang wartawan pemburu berita dan melakukan investigasi di bidang informasi. Tugas saya mencari, mengumpulkan lalu menuliskannya berupa berita sebelum kemudian dimuat melalui surat kabar .

Adapun soal menulis buku, sebenarnya sudah lama memang terbetik niat saya ingin menulis buku, namun entah mengapa, hingga kini belum juga pernah bisa terlaksana. Padahal idenya sudah menumpuk di kepala, juga sudah ada yang sempat dituliskan berupa artikel. Mulai dari tulisan dalam bentuk berita ringan yang dikemas menjadi feature, maupun tulisan essei pendek dalam suatu kolom pada rubrik di surat kabar.

Begitu pun tulisan berseri yang dimuat secara bersambung. Antara lain misalnya tulisan berupa catatan perjalanan (reportase), mengunjungi obyek-obyek wisata, profil tokoh sukses, pengalaman hidup berbagai bidang profesi, wawancara tokoh dalam bentuk dialog. Bahkan ada beberapa di antaranya yang sudah sempat dimuat secara bersambung .

Niat saya yang ingin menulis buku dan sudah lama terpendam itu, seolah bangkit kembali ketika hadir sebagai peserta di “Teacher Writing Camp” (TWC), sebuah program acara pelatihan yang diadakan oleh IGI (Ikatan Guru Indonesia) Pusat sambil bermalam di Wisma Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rawamangun, Jakarta Timur .

Saya hadir bersama istri yang memang berprofesi guru. Sedang saya sendiri selain sebagai wartawan, merasa berkepentingan juga dengan acara ini selaku seorang ketua yayasan yang mengelola lembaga pendidikan anak usia dini (TK-PAUD) di Kota Bekasi. Paling tidak bisa ikut berpartisifasi membantu menyebar virus semangat menulis dan gerakan membaca di kalangan guru TK dan PAUD. Bukankah sekarang ini kita sudah memasuki masa yang dikenal era guru melek internet?

Di pelatihan ini pula saya temukan ilmu bagaimana “mengawinkan” antara teoridengan praktek langsungmengenai tekhnik penulisan sebuah buku. Sebuah formula praktis bagaimana menulis sebuah buku secara sederhana, bisa diterima perusahaan penerbit dan syukur-syukur bisa laris di pasaran.Ya, sebuah trik bagaimana mengawinkan antara teoridan praktek penulisan buku di acara TWC ini. Dengan pembawa materi yang memang sudah menguasai bidangnya, penyelenggaraan pelatihan hasil kerja sama IGI Pusat dengan Acer, penerbit Indeks dan komunitas blogger ini, jadi terasa cukup singkat meskipun berlangsung selama dua hari, Sabtu – Minggu 8-9 Desember 2012.

“Pokoknyagak salah deh IGI mendatangkan narasumber yang mantap dan menguasai materinya. Gak sia-sia datang jauh-jauh ke kampus UNJ Rawamangun demi mendapatkan ilmu bagaimana cara menulis dan menerbitkannya jadi buku,” kata Wijaya Kusumah (Omjay), pengurus IGI Pusat sekaligus ketua panitia penyelenggara acara TWC. Selain saya bersama istri dari Bekasi, ada sejumlah peserta yang sengaja datang dari luar kota Jakarta seperti Tangerang, Bogor, Depok, bahkan dari luar Pulau Jawa seperti dari Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Bangka Belitung. Pokoknya ramai dan seru deh. Saya bersama istri menempati kamar 301 di Wisma UNJ.

135565987757495143

[caption id="attachment_214806" align="aligncenter" width="610" caption="Mempraktekkan program Edmodo dipandu Mas Bhayu (baju kuning, tengah) yang juga sekaligus panitia TWC (foto: panitia TWC). "]Kalau yang ini adalah peserta dari kelompok wanitanya pada program Teacher Writing Camp (TWC) -- foto: panitia TWC

Teori Menulis

Acara dimulai oleh sponsordari Indosat, terus dilanjutkan dengan “Pelatihan Praktik Edmodo” disampaikan Pak Chuli Jimmi Manurung. Materi pengenalan Edmodo ini menurut sejumlah peserta yang berlatar belakang profesi guru ini, diakui sangat cocok karena sangat membantu dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Edmodo ini menggunakan e-learning dipadukan dengan jejaring sosial facebook.

Acara dilanjutkan oleh Pak Yulef Dian yang tidak kalah menariknya dengan materi sebelumnya, yaitu “Mengetik Cepat dan Menulis Cepat di Blog”. Pada sesi ini, baru ketahuan kalau ternyata tidak semua peserta sudah memahami IT, terutama soal jejarng sosial media. Masih ada yang “gaptek” alias gagap teknologi. Jadi terasa sangat kontradiksi, dengan apa yang tertulis di bagian punggung para peserta. Apa itu? Setiap peserta TWC memakai kaos putih dari sumbangan produsen computer Acer, tertulis menyolok “Saya Guru Era Baru”, atau biasadisingkat dengan “Guraru”.

Berikutnya masuk Pak Ukim Komarudin memberi materi “Teknik Pembuatan Buku dan Prosesnya”. Beliau tak henti –hentinya memberikan motivasiuntuk selalu membaca dan menulis tentang apa saja yang kita ketahui. Kata Pak Ukim, “siapa yang ingin mengetahui dunia, maka perbanyaklah membaca. Siapa yang ingin dunia mengetahui dirinya, maka perbanyaklah menulis”.

Perkenalan saya dengan Pak Ukim sendiri, sebenarnya sudah terjadi sebelum acara TWC ini. Dua minggu sebelumnya, saya juga ikut program “Pelatihan Guru Menulis” yang digelar Omjay di tempat yang sama. Pelatihan tersebut dirangkaikan dengan peluncuran buku baru karangan Pak Ukim, berjudul “Guru Juga Manusia” pada tanggal 25 Nopember 2012 itu.

13556585331500338137

[/caption]

Sesi berikutnya, “Pengajaran Abad 21” disampaikan Pak Agus Sampurno. Kemudian tampil Pak Rahmat Affandi, seorang guru di sebuah SD Negeri di Kota Bekasi ini membawa cerita tentang “Kiat Jitu Menulis Buku”. Tidak lupa memperkenalkan tepuk “Semangat” dan tepuk “Bengong”-nya. Suasana kelas spontan berubah layaknya kelas Taman Kanak-kanak (TK). Pak Rahmat berdiri berdiri di depan kelas sambil mengajak anak muridnya bertepuk. Hehehe…

Kata Pak Rahmat Affandi, menulis itu tidak perlu bakat, tapi yang diperlukan adalah kemauan. Ini yang membuat saya bersemangat untuk menulis. Sebab semua materi di acara TWC ini, berisi kiat- kiat bagaimana menulis dan menerbitkannya jadi sebuah buku.

Esok paginya, Minggu 9 Desember 2012, acara TWC dimulai pukul 07.30 WIB dengan narasumber Pak Satria Darma, yang tak lain adalah Ketua Umum IGI Pusat. Pak Satria kebagian tema “Silent Reading dan Motivasi Menulis Buku Ajar” bersama Nusa Putra.

Pak Satria Darma mengingatkan agar rajinlah membaca karena perintah membaca itu sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW. Yaitu “Iqro”, artinya bacalah. Pak Satria Darma juga mengatakan bahwa, “Rabun Membaca, akan Pincang menulis”. Yang menarik dari sesi ini, Pak Satria Darma memboyong setumpuk buku dari rumahnya. Saat menyampaikan materi, beliau membagikan buku kepada peserta yang berhasil menjawab pertanyaan “kuis” yang diajukannya. Alhamdulillah, saya di antaranya yang beruntung mendapat buku dari Pak Satria. Terima kasih pak!

Lain lagi dengan Pak Nusa Putra – yang dengan penampilan serius tapi kocak -- mengatakan tidak ada pekerjaan yang bermutu jika dikerjakan secara instan, atau langsung jadi dan mendapatkan hasilnya saat itu juga. Tapi harus melalui proses. Menulis itu jangan menuntut terlalu bagus, pokoknya menulis saja dulu. “Jangan berharap terlalu bagus karena tidak akan menjadikan satu tulisan pun nantinya, karena harus diulang-ulang,” kata “pemerhati” Spongebob, serial kartun TV yang selalu teraniaya itu.

Sesi berikutnya adalah paparan Bunda Pipiet Senja dengan topik “Teknik Membuat Cerita Fiksi”. Wanita penulis novel yang kental dengan aksen Sundanya ini, meski sudah sepuh tapi berhasil mengumpulkan tulisannya menjadi buku berjudul “Orang Bilang Aku Teroris”.

Buku yang berkisah tentang perjalanannya menyebar virus menulis ke berbaga kota di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri “menteror” para tenaga kerja Indonesia terutama TKW agar berani menulis pengalaman sukses dan penderitaannya.

Maka kemudian Bunda Pipiet sebagai editor, lalu merangkum tulisan para TKW tersebut menjadi sebuah buku berjudul, “Kepada Yth Presiden”. Sengaja tidak menyebut nama presidennya, Bunda Pipiet beralasan bahwa persoalan TKI bukan urusan presiden secara orang-perorang, tapi pemerintah secara keseluruhan.

“Luar biasa banget deh Bunda Pipiet. Di tengah aktvitas menulis yang tiada henti, padahal dia sendiri mengidap kelainan darah bawaan sehingga mengharuskannya ditransfusi darah berkala sepanjang hayatnya. Saya salut deh dengan Bunda Pipiet,” puji istri saya.

Menurut Bunda Pipiet, untuk menjadi penulis diperlukan beberapa “modal”. Selain membaca, juga perlu membuka mata lebar-lebar. Serap situasi sekitar, tunjukkan empati yang tinggi terhadap fenomena di sekeliling kita. Lalu, menulislah dengan bahasa sendiri, bahasa komunikatif.

[caption id="attachment_214800" align="aligncenter" width="613" caption="Saya dan istri (kanan) di antara peserta sedang tekun mengikuti materi yang diberikan pembicara (foto: panitia TWC)"]

135565873938749534

[/caption]

Praktek Langsung

Menurut saya, materi yang paling menarik dan menyedot perhatian peserta selama TWC ini, tentu saja adalah ketika masuk sesi inti, yakni praktek langsung bagaimana memulai menulis. Janji Omjay, tulisan peserta yang dianggap layak, akan dikumpulkan untuk kemudian dijadikan buku. Tentu saja setelah melalui proses editing. Wah, mantap nih. Bagi yang sudah pernah hadir pada acara sebelumnya di program “Pelatihan Guru Menulis”, 25 Nopember 2012, tentu tidak terlalu kaget. Sebab ketika itu peserta juga “dipaksa” oleh Omjay menulis untuk dibukukan.

Pada sesi praktek langsung bagaimana memulai menulis, sesi ini dibagi dua bagian. Bagian pertama, dengan Bunda Pipiet Senja melalui materi “Teknik Membuat Cerita Fiksi”. Setiap peserta “diteror” oleh Bunda Pipiet untuk melakukan praktek langsung di tempat menulis tema apa saja, baik cerita fiksi maupun non-fiksi.

Ketika kertas untuk menulis sudah dibagikan, saya pun tenggelam dalam imajinasi untuk menulis cerita pendek (cerpen). Sempat bingung mencari ide mengenai apa tema dan judulnya. Namun tiba-tiba diingatkan oleh istri soal terbatasnya waktu yang diberikan panitia.

Saat itulah ide judul itu muncul. Maka jadilah sebuah cerpen berjudul “Istri Saya” – berkisah tentang suami yang belum juga bisa menyelami sifat istrinya meski sudah lama membina rumah tangga. Sungguh, judul tersebut saya pakai memang tanpa setahu istri saya hingga artikel ini diketik. Maunya sih untuk kejutan bagi dia kalau nanti dibacakan di depan peserta.

Nah, ketika semua naskah dikumpulkan, dan Bunda Pipiet Senja memutuskan memilih 10 tulisan yang dianggap layak, cerpen “Istri Saya” tadi tidak termasuk di antara tulisan “terbaik” hasil karya peserta TWC. Nggak apa-apalah, namanya juga baru latihan menulis ya Bunda? Biarlah cerpen itu menjadi kejutan tersendiri nanti, jika suatu saat Bunda Pipiet Senja bermurah hati mau menyelipkannya dalam buku kumpul cerpen beliau. Hahaha…. Itu mah berharap ya Bunda?Yang pasti, sudah terkena “virus” yang ditularkan oleh para pemberi materi di TWC ini. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak memulai menulis buku di tahun 2013 nanti. Insya Allah.

Di bagian kedua sesi “Teknik Membuat Cerita Fiksi” ini, tampil Omjay melanjutkan materinya sekaligus sebagai acara penutup dengan mengumumkan dimulainya lomba menulis di blog berhadiah menarik dari sponsor Indosat. Nah, tulisan ini rencananya akan saya ikutkan juga di lomba tersebut. Karena itu, saya mohon doanya. ***

[caption id="attachment_214802" align="aligncenter" width="604" caption="Peserta TWC yang datang berpasangan sebagai suami-istri. Berkolaborasi untuk menimba ilmu, hehe.....(Foto: D"]

13556589071936902800

[/caption]

Salam,

Nur Aliem Halvaima

http://aliemhalvaima.blogspot.com

twitter: @aliemhalvaima

email: aliemhalvaima@yahoo.com, nurdaeng@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline