[caption id="attachment_328155" align="alignnone" width="700" caption="Demo karyawan untuk pembebasan Indar Atmanto (foto: ist)"][/caption]
Setelah Dr Onno W. Purbo -- dosen Surya Institute yang juga dikenal sebagai guru internet Indonesia -- menjelaskan dengan gamblang soal kerja sama Indosat dengan IM2 yang kemudian bermasalah, tak urung publik pun ikut bereaksi. Mereka menilai, kasus yang bermula dari surat somasi sebuah LSM bermotif pemerasan itu, telah terjadi error in persona alias “salah orang” akibat penegak hukum keliru membaca undang-undang.
Selain kaget dan kuatir, publik juga memberi dukungan kepada mantan Dirut IM2, Indar Atmanto, untuk mendapatkan keadilan. Bahkan, mereka menuntut pembebasan bagi pria penerima Tanda Kehormatan Satya Lencana Wira Karya dari Presiden SBY ini agar bisa bebas menghirup udara segar, di luar tembok penjara Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat yang dihuninya sejak awal September 2014 lalu.
Respon dan reaksi tersebut, datang dari sejumlah kalangan masyarakat. Selain mass media cetak, elektronik hingga online, juga muncul reaksi dari kalangan advokat, pakar hukum, mantan menteri, asosiasi penyelenggara jasa internet, komunitas dari teknologi informasi komunikasi (TIK), termasuk tentu saja dari karyawan Indosat - IM2 sendiri.
Maklum, di kedua perusahaan telekomunikasi ini -- Indosat sebagai induk perusahaan dan IM2 sebagai anak perusahaan -- adalah tempat Indar Atmanto mengabdikan dirinya sebagai teknokrat yang berperan aktif dalam merealisasikan peningkatan penetrasi layanan internet di Indonesia. Itu dilakukan Indar melalui usaha pengembangan layanan Mobile Broadband selama tahun 2006-2010, hingga kemudian berujung saat pria bersahaja ini “didudukkan” di kursi pesakitan dalam ruang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Bermula dari sebuah bentuk kerja sama. Dan, kerja sama INDOSAT – IM2 tersebut, adalah ibarat kabel (IM2) mencolok di router (INDOSAT). “Sesederhana itu, tidak lebih dan tidak kurang,” kata Onno W. Purbo. Ya, sangat sederhana sekali. Mungkin kalau dianggap ribet , ya, hanya merekalah (penegak hukum) yang keliru “membaca” dan “menerapkan” undang-undang dan peraturan.
[caption id="attachment_328156" align="alignnone" width="600" caption="Pelukan rasa prihatin atas kriminalisasi atas diri mantan Dirut IM2, Indar Atmanto (foto: Antara)"]
[/caption]
Bukan Indosat - IM2 Saja
Bentuk kerja sama yang semula “sederhana” ini, kemudian belakangan diketahui bermasalah. Padahal, saat ini bukan saja Indosat dengan IM2 yang melakukan perjanjian kerjasama. Tapi, banyak pelaku bisnis telekomunikasi lain yang juga melakukan kerjasama, dan dengan skema yang sama dalam menyelenggarakan layanan telekomunikasi.
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) misalnya, menilai kredibilitas Kejaksaan Agung dalam menangani dugaan korupsi penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3G oleh PT Indosat Tbk dan PT IM2,ini, menjadi pertaruhan yang akan berdampak pada penegakan hukum pada perkara serupa di masa mendatang.
”Saat ini diperkirakan ada lebih dari 200 perusahaan di Indonesia yang sejenis dengan IM2 . Mereka juga melakukan kerjasama sebagai penyelenggara jasa akses internet, tak terkecuali seperti yang dilakukan IM2 dengan Indosat sebagai perusahaan penyelenggara jaringan seluler,” kata Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Humphrey Djemat, melalui siaran persnya, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Humphrey menjelaskan, kasus Indosat dan IM2 muncul atas adanya laporan dari LSM. Nah LSM ini mempersoalkan IM2 sebagai penyedia jasa jaringan akses internet yang menggunakan jaringan seluler milik Indosat. IM2 sebagai penyedia jasa akses internet, telah “disalahpahami” oleh LSM tersebut sebagai penyelenggara jaringan seluler.
Hal demikian terjadi, kata Humphrey, akibat “kesalahpahaman” tadi. Pihak IM2 dianggap wajib membayar biaya hak penggunaan (BHP) pita frekuensi sebesar yang telah dibayarkan oleh pemilik jaringan yaitu Indosat. Karena anggapan inilah, kemudian muncul sangkaan adanya kerugian negara sebesar Rp1.3 Triliun. "Dan sangkaan wajib bayar ini oleh pihak Kejaksaan dianggap sebagai tindak pidana korupsi," katanya. Lah, bagaimana ceritanya?
Kementerian Komunikasi dan Informasi selaku regulator industri telekomunikasi, juga tidak sependapat dengan pihak Kejaksaan, maka kasus ini berkembang menjadi seolah "perang terbuka" antara pihak Kejaksaan dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. "Persoalan ini bertambah rumit ketika BPKP menerbitkan hasil perhitungan dugaan kerugian negara sesuai permintaan pihak Kejaksaan," katanya.
Ketidakpastian Hukum
Menurut Humphrey, tampaknya dibalik kasus Indosat dan IM2 ini, terdapat berbagai permasalahan hukum yang perlu untuk diantisipasi oleh semua pihak. Tujuannyatentu saja agar kita semua, terutama para pencari keadilan di negeri ini, dapat menghindari adanya ketidakpastian hukum.
Pada akhirnya memang tidak ada yang pernah tahu nasib seseorang. Setidaknya inilah dialami mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2) ini. Indar Atmanto pun dieksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa (16 September 2014) silam. Lulusan ITB ini terpaksa harus merasakan dinginnya sel Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat setelah permohonan kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA).
Kasus yang membelit Indar Atmanto, dimulai dengan adanya perjanjian kerja sama IM2 dengan Indosat untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz . Kerja sama itu dinyatakan melanggar peraturan-perundangan yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan.
Penggunaan bersama frekuensi tersebut menyebabkan IM2 tak membayar biaya pemakaian frekuensi. Kerja sama selama periode 2006 sampai 2012 tersebut menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merugikan keuangan negara Rp 1,358 triliun.
Pada 8 Juli 2013, Pengadilan Tipikor Jakarta kemudian menjatuhkan hukuman kepada Indar selama 4 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Antonius Widijantono menjatuhkan hukuman pidana uang pengganti kepada IM2 sebesar Rp 1,3 triliun. Vonis ini diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Jakarta yaitu menambah hukuman Indar menjadi 8 tahun penjara dan menghapus pidana uang pengganti Rp 1,3 triliun.
Indar lalu menempuh upaya hukum berikutnya dengan mengajukan kasasi, namun ditolak Mahkamah Agung. Babak akhir perjuangan Indar dalam mencari keadilan pun, seperti sudah dijelaskan di awal tulisan ini, kemudian berujung di Sukamiskin, Bandung, di salah satu sel penjara yang pernah dihuni Proklamator RI, Soekarno atau Bung Karno. Nasib oh nasib....**
Tulisan terkait:
http://hukum.kompasiana.com/2014/10/03/ptun-indar-atmanto-tidak-merugikan-negara–678126.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H