tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.
Menyoal kematian, seringkali kita mengatakan belum siap bila sewaktu-waktu datang merenggut nyawa kita. Kebelum siapan kita terkait dengan sudah berapa banyak amal perbuatan baik yang kita lakukan dibandingkan dengan perbuatan jelek kita.
Amal perbuatan dan baik kita ibadah yang kita lakukan tidak terlepas dari seberapa kuat atau besar keimanan yang ada dalam diri kita. Iman memiliki tanda-tanda, mempunyai rasa serta memberikan dampak, juga memiliki cahaya dan ikatan yang senantiasa dipegang oleh pemiliknya.
Menurut Tausiyah oline indicator iman itu ada 5, pertama Ittiba’ Kepada Rasul Shalallaahu alaihi wasalam Dengan Sebenarnya Seorang mukmin senantiasa menerima apa saja yang disampaikan oleh Nabinya; kedua : Tunduk Terhadap Hukum Allah Apabila telah ada ketetapan dari Allah baik berupa perintah atau pun larangan; ketiga Membenarkan Apa yang Disampaikan Allah dan Rasul-Nya, Tanpa Ragu Sedikitpun.
Keempat :Senantiasa Bertaubat, Beristighfar dan Takut Su’ul Khatimah;kelima : Besar Rasa Takut dan Harapnya Rasa takut dan harap yang sangat besar berkumpul di dalam hati seorang mukmin, dia takut nanti kalau pada Hari Kiamat masuk ke dalam neraka; dan keenam : Sungguh-Sungguh dan Taat Beribadah.
Pada setiap khutbah jum’at tidak pernah bosan-bosannya khotib menyerukan untuk meningkatkan keimanan kita. Iman seseorang hanyalah yang tahu pribadi dan Sang Penciptanya.
Lalu bagaimanakah kita dapat menilai seberapa besarkah iman kita? Dilevel berapakah iman kita ? meningkat atau menurunkah? Darimana kita bisa menilai iman kita naik dan iman kita turun. Apakah naik hanya pada saat bulan puasa saja. Kapan kita bisa menerima raport kita? Haruskan raport kita didapat saat diakherat kelak, atau mungkinkan bisa didunia ini ?
Menghitung keimanan bisakah dikalkulasikan layaknya matematika. Dimana satu dengan satu adalah dua.Segalanya serba mungkin didunia ini, tetapi yang pasti hanya di akherat kelak.
Menghitung keimanan bisa kita lakukan secara kalkulasi matematika. Melalui kalkulasi ini (1) bisa menilai seberapa banyak amalan yang sudah kita lakukan, (2) dilevel manakah tingkat keimanan kita berada, (3) apakah terjadi kenaikan iman kita, stagnan atau memang malah mundur dan (4) yang paling penting adalah sebagai bahan instropeksi diri dan upaya perbaikan atas segala ibadah yang telah dan akan kita lakukan.
Untuk menghitung keimanan kita, sebelumnya harus disepakati kegiatannya, parameternya, cara atau ketentuan menilai, tingkat keimanan, dan total keseluruhan nilai keimanan.
Cara penentuan nilai cukup dengan menuliskan angka 1 apabila sesuai dengan parameter atau dengan angka 0 apabila kita tidak sesuai dengan parameter yang telah kita tentukan. Tingkat keimanan bisa kita bagi 3 dari total nilai yang ada, jadi tingkat keimanan rendah, sedang dan tinggi. Total keseluruhan merupakan akumulatif nila yang diperoleh, sebagai salah satu indicator naik dan turunnya keimanan kita.
Misalnya jenis kegiatan keimanan yang akan kita nilai meliputi : Sholat Wajb, Sunnah Rawatib, Sholat Malam/Tahajjud, Puasa Sunnah, Puasa Wajib, Mengikuti pengajian, Membaca Al’Quran, Bersedah dan Zakat.
Mari kita coba menilai keimanan kita secara kalkulatif dan partisipatif. Kita coba dengan kegiatan sholat wajib. Sholat wajib itu ada 5 yakni Subuh, Dhuhur, Ashar, Magrib, dan Isya. Indicator penilaian misalnya pertama melakukan sholat, indicator kedua tepat waktu, indicator ketiga jama’ah keempat di masjid.
Jika dalam satu kegiatan sholat wajib dhuhur misalnya, kita melakukan sholat, tepat waktu, berjamaah dan dilakukan di masjid maka maka akan mendapatkan nilai 4 atau nilai sempurna. Namun jika kita Sholat, namun tidak tepat waktu dan tidak berjamaah tetapi dilakukan di masjid, maka sholat dhuhur akan mendapatkan rapor nilainya dua.
Apabila dalam satu hari kita melakukan Sholat Wajib sesuai indicator penilaian, maka angka keimanan kita dapat mencapai 5 kali 4 sama dengan 20 point.
Begitu pula dengan sholat sunat Rowatib, jika kita menambahkan 2 indicator yakni melaksanakan atau tidak. Dalam sehari kita bisa melaksanakan sholat sunat Rowatib sebanyak 6 kali (Sholat sebelum subuh, sebelum dan sesudah dhuhur, sebelum dhuhur, seteleh magrib dan sesudah isya). Jika kita komulatifkan pelaksanaan sholat sunat rowatib maksimal 6.
Dengan demikian, jika kita gabungkan sholat wajib dengan sholat sunnah, maka Nilai total kegiatan sholat dapat mencapai 20 + 6 = 26 point.
Nah begitupun dengan kegiatan yang lainnya, maksimal penilaian ditentukan dengan jumlah indicator-indikator yang disepakati. Anggap saja kita rata-ratakan bahwa kegiatan dan detailnya mencapai 20 item, jika pada setiap item mempunyai 3 indikator, maka nilai yang maksimal kita miliki adalah 20 x 3 sama dengan 60 nilai.
Dalam satu hari kita bisa mendapatkan nilai 60, kalau seminggu 420 point (60x7), kalau satu bulan ? kalau satu tahun tentu lebih banyak lagi. Semakin banyak nilai atau point yang kita hasilkan artinya semakin banyak juga ibadah yang kita lakukan.
Untuk merecord nilai-nilai yang kita capai, maka kita dapat membuat raport kita pada sebuah buku yang kita miliki. Pada rapor/buku inilah yang akan secara kontinu kita isi manakala kita melakukan ibadah kita.
Bahkan untuk lebih menariknya, kita bisa membuat grafik keimanan dalam buku tersebut. Dari grafik yang ada dapat kita analisa perkembangannya, apa saja yang menghambat keimanan kita dan apa solusi yang bisa kita lakukan agar menjadi lebih baik.
Mudah-mudahan usaha menghitung iman secara matematematik dapat menghantarkan kita menikmati manisnya keimanan. Waallahu’alam. (dade)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H