Lihat ke Halaman Asli

Begajah Farming Center “BFC” Terus Bergeliat

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14098860792082080724

Sudah satu tahun kandang komunal PLPBK Kel. Popongan Kec. Karanganyar Kab. Karanganyar bergeliat. 25 ekor sapi indukan bantuan dari propinsi memperlihatkan hasilnya. Sedikitnya sudah lahir 7 ekor pedet, namun satu diantaranya mati. Sekarang yang sedang bunting sebanyak 10 ekor.

Tahun 2014, Kelompok Tani Ternak Ngudi Rejeki akan mendapatkan dana 30 juta dari Pemda Karanganyar untuk menambah populasi ternak sapi. Diprediksi sampai akhir tahun populasinya mencapai 48 ekor.

Berdasarkan Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) kel. Popongan membangun sebuah kawasan peternakan terpadu yang di beri nama “Begajah Farming Center” atau BFC. BFC dibangun sebagai media percontohan bagi petani dan peternak di kawasan tersebut dan kelurahan Popongan mengenai pengelolaan dan tata perkandangan yang baik, sehat dan produktif.

Dalam kawasan tersebut, selain dibangun kandang sapi komunal, juga dilengkapi utilitas lainnya. Seperti tempat pakan, ruang pertemuankelompok, rumah jaga, kandang anakan, kolam ikan dan pabrik tahu.

Sebagai upaya keberlanjutan dan pemanfaatan infrastruktur yang sudah dibangun, dibentuk kelompok ternak Ngudi Rejeki, yang dikoordinir oleh Sutardjo, ST. Kelompok ini bertugas sebagai kelompok pengelola dan pemeliharaan kawasan PLPBK.

KTT Ngudi Rejeki berdiri pada tanggal 8 Maret 2008 dengan anggota sebanyak 35 orang. Struktur organisasi KTT Ngudi Rejeki terdiri dari Pendamping, Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Keanggotaan, Seksi Produksi dan Seksi Humas. Selain itu ada Pokja Kerumahtanggan, Pokja Pupuk Organik dan Cair, KSM Tahu, Pokja Pemanfaatan Lahan, Pokja Pencatat Laporan dan Program ternak Cacing.

Selain mengadakan pertemuan rutin setiap minggu pon, dilaksanakan pula jaga kandang secara bergiliran anggota KTT setiap malamnya.

Menurut Nandar (34) anggota kelompok Tani Ternak Ngudi Rejeki, bahwa keberadaan kandang komunal ini, belum sepenuhnya menampung ternak milik warga sekitar. “ Masih banyak sapi yang dikandangkan di rumah”, ungkapnya.

Saat ini kandang komunal hanya mampung menampung kurang lebih 30 ekor sapi. Sementara populasi sapi disekitar lingkungan kandang sekitar puluhan ekor sapi.

Padahal, lanjut Nandar (34) banyak warga yang sudah tertarik untuk memasukkan sapinya ke kawasan kandang komunal. Hal ini terbukti dengan jumlah keanggotaan terus bertambah, bahkan sudah membentuk kelompok Ngudi Rejeki II.

Anggota kelompok tani Ngudi Rejeki lainnya Bisman (45 th), menambahkan bahwa aturan main pengelolaan kandang komunal selain pertemuan rutin dan jaga kandang, juga diberlakukan iuran kelompok ternak. Bagi peternak yang sapinya melahirkan setelah 4 bulan wajib membayar dana sebesar Rp. 500.000,-

Peternak diperbolehkan menjual sapi pedet, jika mereka menginginkan. Namun, kata Bisman (45) untuk indukan tidak boleh berkurang atau tidak boleh dijual. Kecuali jika sudah tidak produktif lagi, diganti dengan indukan baru.

Aturan main ini, tambah Nandar (34) mungkin agak berbeda diberlakukan dengan Kelompok Tani Ternak Ngudi Rejeki II, apabila ternaknya milik mereka sendiri. Atau kelompok Ngudi Rejeki I yang ternaknya murni milik sendiri.

“Harus ada perbedaan, jika disamakan akan membebani peternak”, ungkapnya.

Seiring dengan terus bertambahnya jumlah ternak sapi. Nandar dan bisman berharap bahwa tanah kelurahan yang berada disamping kandang komunal sekitar 4000 m2 dapat digunakan oleh kelompok ternak sebagai lahan hijauan.

“Kami (KTT) siap untuk mengikuti lelang”, ujar mereka. Kelompok ternak siap iuran, sehingga dapat menyewa tanah kas tersebut.

Biogas Belum Optimal

Sementara itu, kotoran ternak yang ada saat ini belum bisa dioptimalkan pemanfaatnya. Belum ada pengelolaan kotoran ternak menjadi pupuk organic. Sehingga kotoran menumpuk di lokasi khusus.

Walaupun demikian, KTT ini sudah memanfaatkannya menjadi biogas. Bangunan biogas didapatkan dari kemitraan dengan Dinas. Saat ini biogas baru disalurkan ke dapur rumah jaga.

“Warga masih belum mau memanfaatkannya”, ungkap Nandar. Ketidakmauan warga disebabkan karena gas yang dihasilkan masih berbau kotoran, bahkan tidak bisa hilang lebih dari 3 hari. Terus hasil masakannya belum begitu enak dibandingkan dengan gas biasa.

Namun demikian, jelas Nandar, pihak dari dinas peternakan sudah meminta kepada kelompok ternak untuk mengoptimalkan penggunaan biogas, bisa jadi karena masyarakat belum terbiasa. Kondisi seperti ini akan dibicarakan dalam kelompok, bisa jadi pula system biogasnya ada sedikit kerusakan.

Pada tahun 2014, KTT Ngudi Rejeki sedang mengikuti penilaian Lomba KTT tingkat Kabupaten Karanganyar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline