Lihat ke Halaman Asli

Setahun Melintas Jembatan Suramadu

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

oleh: Dadan Wahyudin 10 Juni 2010 ini tepat, Jembatan Nasional Suramadu setahun diresmikan. Jembatan mahakarya bangsaku, konon jembatan terpanjang di Asia Tenggara, menyimpan sesuatu momen membekas dalam keluarga besarku. Mimpi menikmati perjalanan wisata ke karya monumental, akhirnya diwujudkan tepat 20 hari setelah diresmikan Pak SBY, 30 Juni 2009. Liburan merupakan barang mewah bagi keluarga besarku.  Jangankan yang berbiaya besar, yang gratisan pun dibenak keluarga besar hanyalah penghamburan waktu tak perlu.  Liburan pun tak pernah menjadi agenda. Kami lahir di kampung kecil di utara kabupaten Subang.  Bukan apa-apa, keluarga bergelut dengan kebutuhan primer dalam hal pemenuhan makan. Kadang hari itu ada, besoknya belum tentu ada.  Meski demikian, dalam hal pendidikan keluarga kami berjuang maksimal untuk tidak berhenti di tengah jalan.  Tak heran, kebutuhan wisata atau liburan adalah kebutuhan bukan lagi sekunder atau tersier, tapi tidak pernah punya mimpi sama sekali. Akan tetapi hal itu berubah manakala, kami semua berhasil  menyelesaikan pendidikan kuliah dan bekerja di berbagai profesi.  Ternyata, menikmati wisata perlahan mulai muncul sebatas angan.  Kami masih berkalkulasi dengan budget dan keperluan lain lebih urgen. Berawal di tahun 2007, di keluarga besarku menggagas  arisan keluarga dan saya ketuanya.  Saya adalah delapan bersaudara. Tujuan utamanya menyambungkan tali-silaturahim yang kian terkikis akibat kesibukan dan jeda jarak begitu jauh. Mulailah arisan dibuka.  Berpindah tempat dari satu rumah ke rumah lain.  Kocokan dihitung setiap bulan. Tapi pengundiannya disesuaikan dengan waktu libur atau ada hajatan keluarga.  Yaa, biar tidak perlu pusing urusan konsumsi. Keduanya, dengan hajatan, mau tidak mau, sekarang atau nanti, harus memenuhi undangan, bukan? [caption id="attachment_163929" align="alignleft" width="130" caption="Kini acara liburan menjadi agenda berkala"][/caption] Sebagian besar saudaraku tinggal di Bandung. Tak pelak, di kota kembanglah banyak menjadi tuan rumah.  Acara diselilingi dengan acara terbuka: memanen di kebun stroberi, mengunjungi peneropongan bintang, mancing bersama, berkuda, outbon, dsb.  Suatu ketika, peserta menginginkan agar sekali-kali acara  dibuka tidak lagi di seputar kota Bandung.  Salah seorang peserta menjadi sponsor  biaya vila, acara pun jadi. Kami pun menikmati acara yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan.  Menghirup udara sejuk Puncak, tepatnya  di Vila Harley, Puncak Bogor.   Acara dilanjutkan ke Taman Safari Cisarua Bogor. Mengesankan sekali.... Road to Suramadu Acara kegiatan di Puncak menginspirasi untuk menggagas kegiatan lebih jauh lagi. Awal tahun 2009 lalu disepakati, arisan tahun ini diadakan di  Surabaya, di salah seorang saudaraku, seraya melihat mahakarya bangsaku, Jembatan Nasional Suramadu. Dalam benak kami masih diliputi sejumlah pertanyaan, Wah berapa biaya musti dikeluarkan? Berapa waktu tersita... Sesuatu hampir mustahil! Ternyata dengan sosialisasi dan pengumpulan dana jauh hari sebelumnya, acara besar ini memunculkan titik terang.  Beberapa saudaraku merancang waktu cuti. Begitu pun anak sekolah, karena waktunya dirancang seusai pembagian rapor, bertepatan  liburan panjang anak sekolah. Saudaraku terjauh tinggal di Surabaya.   Kebetulan pas waktu itu telah  melahirkan dan mengkhitan salah salah satu putranya.  Kenapa nggak sekalian nengok? Kami pun semakin bersemangat. Dengan sistem subsidi silang, tarif lebih tinggi bagi keluarga mapan, alhamdulillah semua keluarga bisa berangkat. Dengan mencarter bus parawisata  seharga 12 juta, hampir 45 peserta baik dewasa dan anak-anak turut serta.  Ada tambahan peserta dari beberapa keluarga dekat yang turut serta bisa gratis, karena ada beberapa anggota keluarga membatalkan atau memberikan kursinya pada kerabat.  Jadi, deh... Kami berkumpul di Lembang.  Bis pun meluncur tepat pukul 19.00 WIB menuju arah Setiabudhi masuk tol Pasteur ke arah Cileunyi. Malam Minggu macet luar biasa di daerah Sukajadi sehingga  keluar pintu tol  Cileunyi waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB. Pukul 23.00 melewati daerah  Jatiwangi dan pukul 02.00 WIB di Losari. Bus rehat sejenak.  Wah, ada timbel bawaan dari rumah.  Kami pun melahapnya. Salat Subuh dilakukan di Kendal. Sinar matahari pagi muncul tatkala bis di daerah Tanjung emas, Semarang.  Daerah Demak, Kudus, Pati dilewati hingga tepat jam 12.00 mencapai kota terujung di provinsi Jawa Tengah, Rembang. Sepanjang Rembang-Gresik adalah masa terberat bagi kami. Timbel yang tadi kami makan tadi malam di bus mulai bereaksi.  Dinginnya udara AC membuat perut jadi dimual. Tak tertahankan, mual mules mulai menyerang satu persatu.   Hal ini memaksa sang sopir dengan sabar memberhentikan busnya hampir setiap POM bensin, atau rumah makan untuk mencari toilet.  Sebagian peserta berujar, "Wah, pada investasi di jalur pantura Jawa Timur nih....." Diikitu tawa lepas kami.  Begitu pula kejadian selanjutnya, baru saja bus melaju, tiba-tiba peserta berteriak: emergencyyyy..... menahan sakit perut tak tertahankan mencari toilet. Menyiksa, tapi karena ini wisata jadi lucu juga membuat gerrrr kami. Pukul 15.00 bis mengalami gangguan, sehingga kami nunggu hampir dua jam di daerah Tuban.  Penderitaan belum berakhir, rasa mulas masih mendera. Beruntung ada Kios Telkom memiliki toilet, membuat rombongan antre berinves.  Bus berangkat lagi menyusuri ladang garam di sepanjang pantai utara Tuban dan Lamongan dan waktu Magrib di sekitar Gresik dan tiba di Madaeng, Waru, Sidoarjo tepat pukul 20.00 WIB. Beruntung kami memiliki presenter internal menghibur kami sepanjang perjalanan. Selain memutar CD acara keluarga, juga karaoke di sepanjang bus.  Acara "mengamen" ini menghasilkan dana spontan, kurang lebih 1 juta, lumayan buat masuk sejumlah tempat wisata dan "subsidi silang" masuk obyek wisata utama WBL yang ditunggu-tunggu nanti. Hemh, Kesan tak terlupakan,  perjalanan panjang sehari semalam... [caption id="attachment_163169" align="alignleft" width="167" caption="Jembatan Nasional Suramadu  "][/caption] Esok pagi Senin, 30 Juli 2009 acara ditunggu-tunggu menengok jembatan Antarpulau terpanjang di Asia Tenggara sepanjang 5.438 meter. Jembatan ini diresmikan awal pembangunannya oleh Presiden Megawati pada 20 Agustus 2003 dan diresmikan pembukaannya oleh Presiden SBY pada 10 Juni 2009. Pembangunan jembatan ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura, meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura, yang relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur. Perkiraan biaya pembangunan jembatan ini adalah 4,5 T rupiah. Begitu kelihatan tiang pancangnya, peserta pun sumringah. Jembatan Suramadu ini sejarahnya digagas sejak 1960, di mana  saat itu Prof Sediyatmo  menyampaikan ide penyatuan nusantara dengan dibangunnya tiga jembatan besar, yakni jembatan Selat Sunda, Selat Bali dan Selat Madura. Dengan nahkoda Ir. AG Ismail MSc jembatan menghubungkan Pulau Garam Madura dengan Pulau Jawa berhasil dirampungkan. Dengan karcis Rp. 30.000 bagi bus (kelas I), truk gandeng (kelas III) Rp. 90.000 dan Rp. 3.000 bagi sepeda motor bus pun melenggang di atas Selat Madura.  Menyenangkan... Kami menginjak bumi "Mbok" Bariah di daerah Bangkalan Madura. Hemh, bangga sekali. Ketika kaki menyentuh tanah, bagi saya serasa menjadi Neil Amstrong dan Edwin Aldrin sebagai manusia pertama kali menginjak kakinya di bulan tahun 1969. Empat puluh tahun kemudian kejadian itu "diulang" oleh kami di tahun 2009, menginjakkan kaki di Madura.  Bagi sebagian besar peserta, ini pengalaman pertama menginjak pulau lain di Nusantara, selain Jawa. Ah, ada-ada saja nih .... Kondisi di Madura amat kontras dengan kota Surabaya di seberangnya. Untuk mencari toilet (ada sisa-sisa reaksi timbel), kami menemukan sekira  7 km dari titik awal ketika kami masuk "Bumi Sakerah" ini. Itu pun perkampungan.  Pemandangan dijumpai hanya ladang dan beberapa pesawahan.  Tampak  sapi endemik khas Pulau Madura berwarna merah bata, sapi Madura sedang membajak ladang. Hemh, repotnya mencari toilet di Madura... Setelah istirahat sebentar, kami kembali lagi masuk Jembatan Suramadu.  Akhirnya, kami putuskan  masuk obyek wisata Pantai Kenjeran di Surabaya.  Dengan dana hasil "mengamen" sepanjang perjalanan, seluruh peserta ditanggung gratis.  Acara murah meriah ini diisi membuka nasi timbel dan bakakak ayam bakar di atas desiran laut Selat Madura.  Tampak Jembatan Suramadu megah dan anggun yang baru saja dilewati seolah menyapa ramah saat kami menikmati wisata pantai ini... [caption id="attachment_163484" align="alignleft" width="300" caption="Di Mesjid Agung Surabaya"][/caption] Jam 14.00, kami beringsut meninggalkan pantai Kenjeran, berkeliling kota Surabaya at Noon.  Kami melewati Museum Kapal Selam, Tugu Pahlawan, hingga Kebun Binatang Surabaya dan berakhir di Mesjid Agung Surabaya.  Di Mesjid menampung ribuan jamaah ini, peserta salat duhur dan asar.  Sekaligus melihat kota Surabaya dari Menara Mesjid Agung. Malamnya, acara arisan pun dibuka. Sebelumnya didahului acara pentas anak-anak alakadarnya seperti: membaca pantun, puisi, dongen, pidato, menyanyi dan baca ayat-ayat Qur'an dan hadist.  Meskipun sederhana, acara ini berlangsung meriah. Karena disertai pemberian sejumlah doorprice disela-sela acara.  Tak lupa pemberian booklet keluarga, "Senja di Suramadu" kepada setiap peserta yang sudah berkeluarga.  Acara pun selesai dilanjutkan makan malam. Jadwal hari berikutnya adalah Obyek Wisata Bahari Lamongan (WBL) dan Goa Maharani di pantai utara, tepatnya di Tanjung Kodok, Kab. Lamongan.  Hemh...cukup asyikk dan makin seru.  Permainan WBL ini mirip di Dunia Fantasi Ancol. Dengan cakrawala laut Jawa yang luas bak kilauan permata safir, kita bisa memandang  nyiur melambai juga pohon lontar banyak tumbuh di daerah ini.  Dari kejauhan, sepasang camar terbang melayang menukik dan melambung seakan menghibur dan mengucapkan selamat menikmati wisata di daerah kami.   Kami  menikmati sekaligus menguji nyali masuk : Rumah Sakit Hantu, Istana Bajak Laut, Jetcoaster, Flyng Fox, Jet Sky, aneka permainan, Istana Kucing, Wahana Film Tiga Dimensi, dsb termasuk Waterboom.  Dilanjutkan sebagian ke Goa Maharani. Dengan tiket terusan Rp. 54.000/orang, tak jadi masalah, kami memiliki dana "hasil ngamen di bus" ditambah subsidi silang dan semua peserta menikmati permainan ini... Jam 17.00 peserta berkumpul untuk meneruskan perjalanan pulang, tetapi singgah dulu di kerabat di daerah Rengel - Tuban.   Bus pun membawa kami melewati hutan jati Pegunungan Kapur Utara dengan penumpang letih sehabis menikmati wisata WBL.  Mencapai daerah ini, waktu menunjukkan pukul 24.00.  Di sini disediakan jamuan makan dan oleh-oleh hasil pertanian setempat. Setelah puas mengisi perut, pukul 02.00 bus pun melaju ke arah Lasem, Rembang, dan Semarang.  Kami salat subuh di Batang. Matahari pagi mulai muncul, kala bus telah mencapai daerah Brebes. Saudaraku turun memborong oleh-oleh, bawang Bresbes yang terkenal itu buat hajatan minggu depan. Kemudian, rehat di Losari. Kini giliran saudara tertuaku yang menyusul ke Surabaya via pesawat terbang, ikut pulang dengan bus, giliran meneraktir makan sejumlah peserta di rumah makan. Seger.... Di bawah sinar mentari pagi, bus pun masuk Tol Kanci menuju Palimanan, Kandanghaur dan Pamanukan. Di  Pamanukan memutar ke Pagaden, tempat kelahiran dan asal keluarga besarku.  Sebelumnya, ayah berpesan via telepon agar disiapkan suguhan jamuan untuk seluruh peserta.  Kami istirahat di Pagaden, pukul 13.00-15.00 WIB menikmati suguhan khas daerah ini. Jam 18.00 bus tiba di lokasi finish, lapangan Cikidang Lembang. Makna liburan Meskipun secara materi biaya dikeluarkan cukup besar, liburan kali ini memberi dimensi kualitas, dilihat dari aspek  makna dan manfaatnya. Semua peserta merasa nyaman, berkesan, dan terpuaskan.  Meski rona lelah dan kurang tidur masih bergayut, tapi  semangat tetap tinggi dalam bahu membahu menurunkan sejumlah barang-barang. Menyambangi kerabat  di Jawa Timur tercapai dan menikmati suguhan wisata selama perjalanan sungguh mempesona.   Kami sebut acara ini, spektakuler, mengingat hampir selalu menemui kesulitan menyatukan saudara-saudara kami dalam satu even, apalagi momen ini menyita waktu hampir 5 hari. Keluarga besar bukanlah beban, tapi kami menyebutnya potensi. Keanekaragaman bakat, karakter, pekerjaan,   dan pemikiran adalah potensi luar biasa untuk saling melengkapi dan memperkokoh jalinan silaturahmi dan kerukunan keluarga. Berawal dari kekompakan keluarga, merajut kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan sebuah keniscayaan. (***) Salam, Dadan Wahyudin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline