Gender adalah pembedaan peran, sifat, atribut dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Peran gender dalam masyarakat terbagi menjadi dua yaitu produktif dan reproduksi.
Kita sering mendengar Jargon “Kesetaraan gender” yang diserukan orang-orang terutama para aktivis dan politikus. Kesetaraan gender merupakan hak asasi sebagai manusia. Hak yang tidak hanya diperuntukan untuk laki-laki dalam memilih pilihan hidup, melainkan juga untuk perempuan. Karena pada hakikatnya setiap manusia mempunyai hak masing-masing dalam menentukan pilihan hidup dan mendapatkan perlakuan sama tanpa memandang perbedaan jenis kelamin.
Akan tetapi, beberapa masyarakat kita masih menggap perempuan hanya menjadi pelengkap kehidupan belaka. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa perempuan terlahir hanya untuk berada di dapur, sehingga tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Pemikaran-pemikiran tersebut masih tersebar di kalangan masyarakat khususnya di pedesaan. Oleh karenanya, perempuan sering kali takut untuk berkarier karena tuntutannya sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, banyak pula perempuan yang tidak melanjutkan pendidikan terutama di pedesaan.
Berdasarkan data dari BMK KEMENDIKBUD, ketimpangan gender dalam dunia pendidikan banyak dialami oleh perempuan di pedesaan. Pemikiran yang ada di masyarakat pedesaan adalah perempuan hanya cukup bisa membaca, menulis, dan berhitung saja karena nanti hanya akan menjadi ibu rumah tangga. Ketimpangan lainnya juga terjadi pada akses pendidikan di perguruan tinggi. Sehingga terjadi pengkotakan jurusan tertentu. Sebagai contohya jurusan tehnik didominasi laki-laki sedangkan jurusan PGMI didominasi perempuan.
Ada beberapa faktor penyebab kesenjangan gender dalam dunia pendidikan diantaranya sebagai berikut.
1. Budaya patriarki
Budaya ini adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Kultur inilah yang menjadikan perempuan dinomorduakan dalam akses pendidikan. Sangat disayangkan budaya ini masih diterapkan dan dipercaya oleh masyarakat luas terutama perempuan itu sendiri.
2. Lemahnya kesetaraan gender
Kebijakan-kebijakan kelembagaan negara belum mendukung kesetaraan gender. Cohtohya dalam peraturan daerah belum menciptakan kesetaraan gender dari segi gaji perempuan dan laki-laki.
3. Manjemen rumah tangga belum seimbang
Perempuan lebih mengalah untuk mengelola kehidupan rumah tangga seperti mengerus anak dan keluarga dibandingkan untuk melanjutkan pendidikan. Hal ini banyak terjadi kepada perempuan S1 yang hendak melanjutkan S2, dan S3 namun terhalang tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga.