Lihat ke Halaman Asli

SBY di Bully, Youtube Pasang Badan

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menonton tragedi politik di negeri ini sepertinya lebih menarik dari pada sinetron dan film di layar kaca. Rakyat di suguhi dengan pertarungan partai politik untuk mencapai kekuasan, Undang-Undang  sudah menjadi komoditas politik untuk tujuan tertentu tanpa memperhatikan kepentingan rakyat. Ketika drama politik tentang UU pilkada langsung dan pilkada melalui DPRD berlangsung dan bahkan sudah di "ketok" di paripurna, selayaknya kita harus belajar politik santun, menghormati dan dengan terbuka menerima apapun hasil dari sidang Paripurna tanpa harus melihat siapa yang di untungkan ataupun dirugikan atas putusan tersebut. Selayaknya kita tidak boleh menyalahkan satu atau beberapa pihak yang berseberangan dengan pendapat lainnya. pahit manisnya keputusan itu adalah cerminan dari para wakil kita di DPR yang dipilih secara demokratis. Jikapun kita tidak setuju dengan keputusan tersebut, alangkah lebih eloknya jika menempuh jalur hukum seperti mengajukan Judicial Review ke MK, bukan dengan berpolemik di media, dan menyalahkan pihak tertentu. Rasanya tak habis pikir ketika presiden yang notabene masih menjabat kepala negara disalahkan dan di bully habis-habisan di media sosial dan media lainnya. kalaupun keputusannya salah, tetap saja itu pilihan beliau, dan pendapatnya itu dilindungi oleh undang-undang. masih ingat dengan hastag #shameonyousby yang di blow up oleh media tertentu. Keterpihakan media akhir-akhir ini semakin jelas, mereka menyerang dari berbagai sudut dengan opini yang cenderung provokatif dan tendensius padahal dalam kode etik jurnalistik sudah jelas disebutkan "Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya." perang keterpihakan itu semakin nyata, dan rakyat di paksa menonton, mendengar, lalu dibuat untuk meng "iya" kan argumen mereka yang seolah-oleh diperperkuat dengan fakta-fakta yang ternyata fakta tersebut hanya melihat dari satu sisi saja. Kasian juga ngeliatnya ketika SBY harus dengan susah payah mengklarifikasi berbagai prasangka yang di tuduhkan padanya dengan cara merekam video dan lalu meng-Upload nya ke media Youtube terlepas dari benar atau tidaknya prasangka tersebut, karena rasanya Youtube lah yang masih setia mendengarkan suara hatinya ketika semua media acuh atau bahkan menyerangnya. Sedikit tulisan saya ini hanya mewakili kaum minoritas di negeri ini yang masih ingin berpikir secara jernih dalam memandang persoalan tanpa memihak atau menghakimi pihak atau golongan tertentu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline