Lihat ke Halaman Asli

Dadan Hermawan

guru, Pegiat Literasi Baca & Budaya, Penulis, Trainer

Cintai Profesi Guru

Diperbarui: 7 April 2016   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Siapapun kita yang telah memilih profesi Guru sebagai jalan hidup kita, maka tak ada kata lain yang paling indah kecuali "Cintai Profesi Guru""][/caption]

Menjadi guru kini bukan lagi sebagai jabatan sampingan/sambilan, pelarian pilihan profesi, alternative pilihan terakhir pekerjaan dan sejenisnya karena menjadi guru saat ini adalah sebuah pilihan yang menuntut sikap professional dalam menunaikan amanahnya. Jika dulu orang berusaha menghindari profesi guru karena dianggap sebagai jabatan tidak bergengsi dan tidak menjanjikan. 

Namun, sekarang itu sudah tidak  lagi relevan, apalagi setelah lahirnya beragam kebijakan yang mengangkat harkat, martabar dan melindungi hak serta kewajiban guru, terlebih setelah lahirnya kebijakan tunjangan profesi guru maka jabatan atau pekerjaan sebagai guru sudah wajib dibarengi dengan sikap professional yang harus ditunjukan dalam melaksanakan tugas oleh setiap individu yang pada dirinya melekat label seorang guru.

Selain dari tuntutan regulasi yang berlaku, profesionalisme seorang guru menjadi sebuah kewajiban karena urgenitas peran dan fungsi guru yang juga menempati posisi vital sebagai agen pembentuk generasi sebuah negeri bahkan pengukir calon para pemimpin dunia. Sehingga tidak berlebihan jika kualitas pendidikan sebuah bangsa ruksak maka gurulah yang pertama kali ditunjuk sebagai biang keladinya. Kesalahan guru dalam mewariskan ilmu maka dia akan mewariskan generasi yang salah selamanya, kesalahan guru memberikan tauladan prilaku maka dia akan melahirkan anak-anak negeri yang kehilangan jati dirinya serta identitas luhur karakter bangsanya.

Melihat fasilitas yang telah disediakan pemerintah bagi guru serta pentingnya  peran dan tugas seorang guru, maka setiap orang yang melekat pada dirinya label seorang guru sudah seharusnyalah dia meningkatkan kompetensi dan kualitasnya, meningkatkan pelayanan pendidikannya, serta totalitas dalam mengemban amanah, dan untuk mengawali semua ini, maka harus di awali dengan CINTA.

Ketika seseorang bekerja karena kesadarannya untuk hanya sekedar menunaikan kewajibannya saja pada pekerjaan itu maka dapat dipastikan hasil kerjanya tidak akan pernah maksimal, apalagi jika seseorang sudah kehilangan spirit, cita-cita, dan kecintaan pada apa yang dia kerjakan sudah dapat dipastikan hasilnya tidak akan jauh dari alakadarnya, dan yang lebih berat dari itu pekerjaannya akan menjadi beban yang berat dalam hidupnya. Maka mencintai pekerjaan yang sedang dijalaninya adalah salah satu cara untuk mengubah segalanya. Karena orang yang mencintai dia akan ringan, rela, ikhlas, bangga, semangat, serius, kreatif dan inovatif bahkan siap berkorban melakukan apapun untuk hal yang dia cintai.

Guru seharusnyalah mencintai profesinya sebagai guru, sehingga apapun kewajiban yang datang dari jabatannya akan dengan mudah, ringan dan ikhlas dilakukannya. Dari 24 jam waktu yang dimiliki seorang guru maka sebagian besarnya harsulah berisi aktifitas yang berkaitan dengan tugas keguruannya. 

Selain mengajar di kelas, guru pun memiliki tugas mendesain pembelajaran, membuat planning pembelajaran, meningkatkan kompetensi serta kreatifitasnya untuk berinovasi serta berkreasi sekecil apapun untuk anak didiknya, dan mengevaluasi perkembangan anak didiknya, bahkan belum dikatakan guru yang mencintai pekerjaannya jika dalam kesehariannya tidak pernah memikirkan anak-anak yang dididik dan diajarinya. 

Wajib rasanya bagi seorang guru menyisihkan pikiran tentang apapun yang dialami siswanya, merasa khawatir atas kesulitan siswanya dan bangga pada semua anak didiknya, atau paling tidak masih menyisihkan do’a-do’a terbaik diantara sujud-sujud malamnya untuk anak-anak didiknya. Karena jika itu saja sudah tidak ada maka dimanakah cinta itu untuk pekerjaannya.

Tantangan jaman yang lahir dari  kemajuan teknologi dan pengetahuan kian pesat berkembang sehingga datangnya berbagai teknologi yang menjadi resistensi dalam pendidikan semakin besar pula. Kecanggihan gadget, tersedianya fasilitas internet, makin banyaknya media informasi dan hiburan baik yang berbentuk audio maupun audio visual, serta diberlakukannya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang menggenapkan kemudahan masuknya budaya luar ke negara kita semakin menuntut guru untuk terus mengembangkan diri agar tidak tergerus dan tergusur oleh semua perkembangan tersebut, yang datang tidak hanya memberikan kemudahan dan pesan positif namun juga lebih banyak membawa hal-hal negatif bagi perkembangan dan pendidikan anak-anak di negeri ini.

Siapapun yang mencintai anak-anak negeri ini sudah seharusnya mengambil peranan dalam mengantisipasi semua hal buruk yang datang dari semua hal di atas baik itu orang tua, masyarakat apalagi guru. Kita tidak akan rela jika anak-anak di negeri ini semakin kehilangan kebanggaan pada tanah air dan bangsanya, sakit rasanya ketika kita menyaksikan anak-anak generasi bangsa ini asik bermain dengan game dan gadget dan melupakan permainan bangsanya sendiri, asik berhimpun membanggakan budaya bangsa lain dan mencibir budaya luhur bangsanya sendiri, pesta pora mengikuti trend dan fashion bangsa lain dan malu dengan nilai-nilai positif negerinya sendiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline