Lihat ke Halaman Asli

Hak-hak Pasien

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sifat hak pasien memiliki perbedaan dengan sifat hak konsumen. Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen berbeda dengan hubungan antara dokter dan pasien. Hubungan pelaku usaha dan konsumen adalah hubungan bisnis yang terikat pada perjanjian tentang “hasil”, sedangkan hubungan antara dokter dan pasiennya adalah hubungan kemanusiaan yang terikat pada perjanjian tentang “upaya”. Obyek hubungan dokter dan pasien bukanlah kesembuhan pasien, melainkan mencari cara yang tepat untuk kesembuhan pasien.

Dalam hubungan antara dokter dan pasien, pasien memiliki hak atas informasi mengenai kesehatan dirinya. Informasi itu meliputi diagnosis (analisis penyakit), resiko tindakan medik, alternatif  terapi, dan prognosis (upaya penyembuhan). Informasi yang diberikan dokter kepada pasiennya harus lengkap, tidak terbatas hanya informasi yang diminta pasien. Meski dokter boleh menahan informasi pasiennya jika informasi itu merugikan kesehatan pasien, namun dokter dapat memberikan informasi itu kepada keluarga terdekat pasien. Hak atas informasi tersebut penting bagi pasien untuk memberikan persetujuannya (informed consent) mengenai tindakan medik yang akan dijalani.

Persetujuan pasien mengenai tindakan medik yang akan dijalaninya merupakan hak pasien yang mendasar. Pasien dapat menyetujui atau menolak rencana tindakan medik itu, dan dari persetujuan tersebut barulah dokter dapat bertindak melakukan upaya-upaya penyembuhan yang diperlukan. Hak persetujuan pasien merupakan hak asasi seseorang untuk menentukan nasib kesehatannya sendiri. Setiap manusia dewasa yang sehat jasmani dan rohaninya memiliki hak untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan kemauan pasien, meskipun hal itu untuk kepentingan pasien.

Selain hak atas informasi dan persetujuan, seorang pasien juga memiliki hak atas rahasia kedokteran, yaitu hak pasien untuk dirahasiakan keterangan mengenai penyakitnya sekalipun ia telah meninggal dunia. Hak atas rahasia kedokteran ini diletakkan di atas kewajiban dokter untuk menjaga kerahasaiaan pasiennya, misalnya keterangan mengenai sebab-sebab meninggalnya seorang pasien. Menurut undang-undang, rahasia kedokteran masih dapat dibuka untuk alasan-alasan tertentu, misalnya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparat penegak hukum atau atas permintaan pasien sendiri.

Hak pasien lainnya adalah hak untuk memperoleh pendapat kedua (second opinion) dari dokter lain. Pendapat kedua merupakan pendapat pembanding dari pendapat pertama seorang dokter, sehingga dengan crosscheck semacam ini keterangan mengenai penyakit pasien menjadi lebih akurat. Akurasi tersebut dibutuhkan untuk menentukan langkah-langkah medik selanjutnya yang lebih tepat. Pendapat kedua yang diajukan bukan merupakan inisiatif pasien (bukan pasien yang meminta untuk diadakannya pendapat kedua tersebut). Pendapat kedua merupakan inisiatif dokter pertama, sehingga dari sisi pasien memperoleh pendapat kedua itu merupakan suatu hak, sedangkan dari sisi dokter merupakan suatu kewajiban. Tanpa diminta, seorang dokter harus memberikan pendapat kedua itu kepada pasiennya.

Hak yang tidak kalah pentingnya bagi seorang pasien adalah hak atas rekam medik, yaitu hak atas berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Setiap dokter yang menjalankan praktek kedokteran wajib membuat rekam medik. Selain sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan, rekam medik juga digunakan untuk bahan pembuktian dalam perkara hukum, dasar untuk membayar pelayanan kesehatan, untuk keperluan pendidikan dan penelitian, dan sebagai data statistik kesehatan. Rekam medik harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. Secara kepemilikian, dokumen yang berisi rekam medik merupakan milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan yang menangani pasien, sedangkan isinya merupakan milik pasien. Pasien dapat meminta salinan dari rekam medik atas pelayanan kesehatan yang dijalaninya. Dokumen tersebut harus disimpan dan dijaga kerhasiaannya oleh dokter atau penyedia sarana layanan kesehatan. (http://legalakses.com).

Artikel lainnya:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline