Setiap hari kita bernegosiasi, bahkan sudah semenjak bangun tidur. Persoalan sepele seperti menentukan lokasi makan siang dengan rekan kerja kadang bisa menghasilkan negosiasi yang rumit, apalagi untuk membicarakan bisnis. Pada dasarnya manusia adalah mahluk negosiator, dan sebagai negosiator kadang kita melakukannya dengan baik – tapi kadang juga cerobah dan gagal.
Negosiasi muncul karena manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Negosiasi merupakan cara untuk memperoleh kebutuhan itu, dan dalam negosiasi, para pihak yang mampu bertahan adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri terhadap perbedaan kepentingan – yang mungkin juga saling bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Karena kebutuhan merupakan sumber negosiasi, maka pertama-tama para pihak yang bernegosiasi harus mampu mendefinisikan kebutuhannya masing-masing. Kebutuhan-kebutuhan itu harus telah ditentukan sebelum para pihak duduk di meja negosiasi. Jika Anda membutuhkan uang Rp. 50.000.000 untuk pesta perkawinan, maka keputusan yang tepat jika Anda mengunjungi sahabat Anda yang belakangan sedang uring-uringan ingin membeli mobil second. Pertemuan kebutuhan Anda dan sahabat Anda itulah yang menjadi motivasi untuk duduk di meja negosiasi guna menyelesaikan transaksi jual beli mobil. Jika Anda sendiri tidak memahami betul apa yang Anda butuhkan, maka sebaiknya tinggalkan meja negosiasi sekarang juga – Anda tidak perlu pergi ke pelelangan ikan jika sedang tidak ingin makan seafood.
Suatu negosiasi akan bermuara pada kesepakatan . Dalam negosiasi manapun tidak ada pihak yang mau kalah – semua pihak ingin menang. Karena semua pihak ingin untung, maka prinsip “win-win solution” harus menjadi fokus utama dalam sebuah negosiasi. Anda tentu tidak hadir di meja negosiasi untuk kalah, seperti juga lawan negosiasi Anda, jadi berikanlah sepotong kue kecil Anda untuk memperoleh kata menang, untuk memperoleh kue yang lebih besar dari hasil kesepakatan negosiasi. Kue itu mungkin kecil nilainya bagi Anda, tapi bagi lawan negosiasi Anda bisa jadi segalanya. Kesepakatan negosiasi harus mampu memenuhi kebutuhan semua pihak. Dasar untuk mencapai kesepakatan adalah semua pihak harus untung – sehingga semua pihak “merasa menang”.
Jika para pihak telah berhasil mengatasi perbedaan pandangan diantara mereka, berarti kesepakatan telah mengetuk pintu rumah. Kesepakatan merupakan babak akhir proses negosiasi, dan para pihak tidak akan pernah bisa mencapainya jika sejak awal tidak memiliki niat baik. Sebenarnya soal niat baik ini sulit diukur, tapi karena menangguk untung sebesar-besarnya merupakan sifat dasar manusia, maka ketiadaan niat baik berpotensi menjebloskan para pihak kedalam sikap mau menang sendiri. Sifat mau menang sendiri ini dapat menutup mata pihak yang satu dalam memahami kepentingan pihak yang lain, demikian sebaliknya. Negosiasi adalah proses berhitung untung rugi, jadi optimalkanlah kalkulator ini dengan tidak menutup mata pada faktor-faktor lain yang nampaknya tidak menguntungkan – dan segeralah menggorengnya menjadi keuntungan.
Dalam perundingan Camp David antara Mesir dan Israel, kedua belah pihak bersikeras tak ingin memberikan konsesi teritorial terhadap semenanjung Sinai. Mesir dan Israel menginginkan kekuasaan di wilayah itu. Setelah melakukan negosiasi berhari-hari, para mediator perundingan menemukan bahwa meskipun keduanya memiliki keinginan yang sama untuk menguasai semenanjung Sinai, tapi Mesir dan Israel memiliki kebutuhan yg berbeda. Mesir menginginkan semenanjung Sinai karena kebutuhan akan kedaulatan, sedangkan Israel menginginkan Sinai karena kebutuhan jaminan keamanan. Kepekaan mengidentifikasi perbedaan kebutuhan itu akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk menciptakan zona demiliterisasi yang berada di bawah naungan Mesir. Kedua negara itu puas karena kesepakatan mereka telah memenuhi kebutuhan kedua belah pihak. Kesepakatan secara “win-win solution” hanya dapat dicapai dengan cara memuaskan kebutuhan semua pihak. Sebuah “keinginan” merujuk pada suatu posisi yang diekspresikan oleh masing-masing pihak, sedangkan “kebutuhan” merujuk kepada kepentingan mendasar para pihak – dan dalam negosiasi kita dapat mengkompromikan keinginan tapi tak bisa mengorbankan kebutuhan (negosiator.com).
Negosiasi perlu dilakukan secermat mungkin sebelum mencapai ujung kesepakatan. Selain harus menentukan kebutuhan terlebih dahulu, para pihak juga harus menguasai informasi-informasi kunci yang berkaitan dengan obyek negosiasi. Jika kepentingan telah bisa kita definisikan, dan informasi-informasi kunci telah di kepalan tangan, maka selanjutnya proses tawar-menawar bukan hanya akan menjadi lengkap, tapi juga menjadi milik pihak yang telah menggenggam setumpuk informasi penting. Pihak ini telah berada di atas angin.
Setelah para pihak menyelesaikan negosiasi mereka dan bersalaman, langkah berikutnya adalah membuat surat perjanjian . Membuat perjanjian (membuat draf dan menentukan pasal-pasalnya) tak akan memakan waktu lama jika dalam negosiasi telah dibicarakan matang apa-apa yang menjadi ketentuan – dan tentu saja untuk menandatanganinya hanya butuh waktu tak lebih dari dua detik. (legalakses.com).
Artikel terkait:
- Contoh-contoh Dokumen Hukum dan Surat Resmi
- Cara Membuat Surat Perjanjian
- Perjanjian
- Menyusun Kontrak
- Surat Kuasa
- Wanprestasi Perjanjian
- Contoh Perjanjian
- Contoh-contoh Dokumen Legal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H