Lihat ke Halaman Asli

Silaturahmi

Diperbarui: 15 September 2015   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memperpanjang Umur Menambah Rizki

Beberapa saat yang lalu ada teman yang curhat kepada penulis via telepon. Ia memiliki seorang paman yang tidak memiliki istri dan anak, sedangkan saudara-saudaranya semua sudah berkeluarga dan tinggal jauh darinya. Ia hidup sebatang kara dalam sebuah rumah peninggalan orang tuanya.

Penyakit stroke yang menggerogoti tubuhnya selama 2 tahun ini menyebabkannya tidak bisa pergi kemana-mana. Makan dan buang air semua dikerjakan diatas tempat tidur.

Bau tidak sedap begitu menyengat dari tubuhnya karena tidak ada seorangpun dari saudaranya yang mau merawatnya untuk sekedar membersihkan dan mengganti pakaiannya. Akan tetapi beruntung masih ada satu adik perempuannya yang tinggal paling dekat darinya yang sesekali mau mengirimkan makanan ala kadarnya.

Ancaman bagi pemutus tali silaturrahmi

Pembaca, kisah di atas barangkali hanya sekelumit contoh kasus yang nampak dari fenomena gunung es tentang semakin pudar dan hilangnya hubungan tali silaturrahmi di tengah masyarakat, terutama akhir-akhir ini, saat kehidupan materialisme begitu mendominasi.

Saling mengunjungi dan menasihati sudah menjadi barang asing dan langka. Kesibukan dunia telah menyita seluruh waktu sebagian mereka hingga tak tersisa barang sejenakpun untuk bersilaturrahmi. Bahkan yang lebih tragis lagi banyak di antara mereka yang sudah tidak lagi saling mengenal siapa saja kerabatnya. Wal iyaadzu billah.

Pada contoh kasus di atas barangkali saudara-saudara si paman tak bermaksud untuk memutus silaturrahmi karena masing-masing punya alasan. Namun dengan membiarkannya hidup sebatang kara dalam keadaan menderita, sejatinya cara tidak langsung merupakan salah satu bentuk memutus hubungan kekerabatan.

Karena sebenarnya bisa saja mereka urunan untuk membayar orang agar mau merawat saudara yang sebatang kara tersebut. Secara syar’i, jika mereka tetap membiarkan saudaranya dalam kondisi seperti itu maka seluruh keluarga besar yang memiliki hubungan darah dan kekerabatan akan menanggung dosa.

Banyak ayat Al Quran hadits Nabi yang menegaskan hal ini. Allah Ta’ala memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat dan adzab, diantara firmanNya:

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikanNya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 22-23).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline