Lihat ke Halaman Asli

Dadan Andana

Pendidik di SMPN 1 Tanjungmedar

Deida

Diperbarui: 7 September 2021   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku merasakan kebahagiaan dalam kesederhanaan. Betapa tidak, dia sangat cerdas mengarahkan setiap apa yang harus dipelajari atau harus kukuasai sebegai keterampilan hidup. 

Dari mulai memasang kancing baju, kancing cetet, memasang karet celana pendek sampai pada suatu saat dia mengajariku mengoperasikan mesin jahit merk butterfly hadiah dari nenek untuknya. Dia cukup piawai menjahit baju-baju khas para ibu atau baju anak-anak. Dia jarang menerima jahitan pakaian bapak-bapak kecuali kalau hanya sebatas menjahit yang sobek-sobek dikit.

Keterampilanku makin terasah seiring aktivitasku sejak SD bergabung di Pramuka. Sejak kelas IV SD aku sudah menjadi wakil Pratama, pemimpin utama dalam kepramukaan penggalang. Sekadar untuk memasang badge sekolah, tanda kecakapan khusus (TKK) tak perlu merepotkan dia.

Satu hal yang sangat membekas dalam bimbingannya adalah kesabaran dia mengajariku membaca Al-Qur'an. Hingga pada suatu waktu, saat dia merasakan "kehabisan" kemampuannya membimbingku, dia memasukankunke madrasah selain aku bersekolah di sekolah dasar instruksi presiden (SD Inpres).

Di lingkungan sekitar kampungku, lumayan aku dianggap anak terpuji baik prestasi keagamaan dan prestasi sekolah. Padahal aku merasa biasa saja malah kadang suka berbuat seenaknya. Hanya saja rumahku tak pernah sepi dari kehadiran anak-anak kecil atau anak sebayaku. Boleh dikata aku dianggap pemimpin geng lembur "Erdelic". Kami berkumpul di halaman rumahku yang cukup luas. Kami bisa bermain pal-palan, bermain kowakan kelereng, bancakan, pris-prisan, engkle, gatrik, kasti, atau umpet beling.

Tak jarang pula aku "dipanggil" bermain oleh anak-anak perempuan kampung yang notabene teman-temanku di madrasah atau teman mengaji di langgar Abah ustad Abdul, di rumah ustadz Iyas, atau di rumah ustadz Oom Miharja. Secara kebetulan di langgar ustadz Abdul ada santri primadona namanya Nendah, di rumah ustadz Oom ada pula dua santri primadona namanya Nia Nurjanah dan Ihat. Ketiga primadona itu menjadi daya tarik anak-anak kampung untuk mengaji.
Tempat yang netral hanya mengaji di rumah ustadz Iyas tak ada yang diprimadonakan. 

Semua santrinya hampir sejajar kemenarikannya. Hehe. Sebut saja yang senior penuh kelembutan adalah Teh Dodoh, yang seusiaku biasa kupanggil Deida. Santri yang disebut terakhir inilah yang entah darimana awalnya selalu jadi pasanganku baik dalam urutan sorogan atau dalam prosesi debaan. Tak jarang pula aku dipasangkan dengan Deida dalam mendendangkan syair-syair tagoni. Hehehe. Aku dan Deida semacam maskot pengajian di kampungku. Perlahan pula tumbuh bulir-bulir rasa menyayangi Deida. Dia anak kedua dari dua bersaudara. Anaknya agak pemalu, ayu, dan cerdas. Tak jarang aku sinau di rumahnya kadang berdua atau bertiga atau berempat.

Entahlah, saat itu kami jadi pasangan pacaran atau apa. Soalnya tak pernah ada ungkapan apa pun yang terlontar dari keduanya. Hanya saja kalau bertemu kami saling tersipu berbeda rasanya. Kadang pula kami bersaing dalam peringkat kelas di madrasah atau di sekolah dasar. Deida menjadi pesaing sekaligus jadi "kekasih".

Suatu waktu, saat kami sinau di rumahnya, aku menulis sesuatu di halaman pertama buku tulisnya. "De, Dan sayang kamu," dengan tinta biru. O, ya waktu itu kami masih kelas V SD. Saat itu juga aku meraih juara I MTQ tingkat Desa dan menjadi wakil desaku di MTQ tingkat kecamatan, meski di tingkat kecamatan hanya menjadi juara II.

Tiba saat kenaikan kelas V ke kelas VI. Namaku terpanggil menjadi juara I menyisihkan juara I bertahan bertahun-tahun atas nama Ade Jaya bin Rosid Bashari. Biasanya aku hanya menempati rangking II atau III silih berganti dengan Deida. Saat itu Deida meraih rangking III dan Ade Jaya menduduki rangking II. Pada kesempatan itulah tanpa disangka-sangka Deida mengirimiku secarik kertas merah jambu bertuliskan Kiky menulis sesuatu untukku yang dia berikan langsung tanpa sampul surat. "Selamat ya Dan. De sayang kamu juga."




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline