Lihat ke Halaman Asli

"Open Mic" dan Pemikiran yang Tersisa

Diperbarui: 25 Agustus 2022   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dany Beler, ketika mencoba materi di #OpenMicBGR (Foto: @DetectiveFerry)

Senang membaca dua tulisan saling bersahutan dari Ridwan Remin dan Harry Ramdhani yang membahas tentang open mic di media Kompasiana ini. 

Meski tidak ditujukan menjadi sebuah polemik, namun pergulatan pikiran dari kedua tulisan itu bagi saya memberi sedikit angin segar dari sebuah ketiadaan dalam tujuh tahun perkembangan dunia standup comedy di Indonesia.

Ya, dunia seni hiburan yang satu ini tanpa terasa sudah memasuki tahun ke tujuh. Sejak malam perdana Standup Night di Comedy Cafe 13 Juli 2011, batu yang coba-coba dilemparkan Ernest Prakasa, Pandji Pragiwaksono, Raditya Dika, Ryan Adriandhi, Isman HS, Asep Suadji, Intan, Jati, Iwel -dan tentu saja Ramon Papana sebagai pemilik Comedy Cafe- ke tengah lautan publik penikmat seni humor di Indonesia, terbukti tidak tenggelam. Batu itu bukan hanya menimbulkan riak, namun telah menciptakan arus gelombang besar yang bergerak demikian jauh.

Namun dalam tujuh tahun usia perkembangan standup comedy di Indonesia, yang notabene berarti tujuh tahun pula usia StandupIndo sebagai komunitas yang mewadahinya satu hal yang bagi saya terasa kurang adalah perdebatan-perdebatan yang condong bersifat akademis di dalamnya. 

Sangat minim tulisan yang mencoba menghadirkan polemik kritis dari para pelakunya tentang standup comedy dan segala pernak-pernik dinamika yang ada di dalam dunia ini.

Kebanyakan tulisan yang saya baca lebih berupa review dari publik terhadap penampilan komika-komika dalam standup special atau gala-gala show case yang diadakan. 

Sebagian besar review hanya mengajukan pujian-pujian kosong dan kalaupun ada kritik seadanya di dalamnya, jarang sekali memunculkan pergulatan pemikiran yang kritis mengupas lebih dalam, me-redefinisikan, memformulasikan dan lebih jauh secara konstruktif mengarahkan perkembangan-perkembangan baru dari bidang seni yang satu ini.

Agak miris memang. Karena di saat para komika terlihat begitu giat untuk meneliti dan mengobservasi dan mempertanyakan fenomena apapun di masyarakat dan mengangkatnya secara kritis dalam materi-materinya, kekritisan itu seperti mati ketika berbicara tentang standup comedy, komunitas dan dinamika yang berkembang di dalamnya. 

Padahal kita tentu percaya, bidang apapun yang berkembang di dalam sejarah peradaban manusia, justru menjadi lebih hidup dan maju ketika pemikiran-pemikiran dituliskan dan pergulatan pemikiran yang saling mengisi akhirnya membentuk kesadaran-kesadaran baru.

Standup Comedy Indonesia (Tidak) Baik-Baik Saja

Ada dua point kemungkinan yang tentu saja bisa diajukan jika kita mempertanyakan mengapa ini terjadi. Yang pertama, mungkin dunia standup comedy di Indonesia relatif memang "baik-baik saja." 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline