Suatu malam disudut kamar duduk seorang pemuda nampak sibuk dengan laptopnya. kertas dan buku berserakan, banyak diantaranya adalah buku referensi ,filosofi, mytology, hypnosis serta beberapa buku bacaan novel yang mengisahkan tentang sudut pandang kehidupan. dengan sebuah headphone terpasang dikepalanya, pemuda itu nampak asik dengan tugas akhirnya.
"Analisa tingkat emosi manusia saat menghadapi tekanan yang berlebih dengan metode hypnosis ringan dibantu dengan musical teraphy oleh Rahman Supratman" judul tugas akhir yang tertulis indah pada cover utamanya. disudut bawah layar monitor terlihat aplikasi pemutar musik sedang berjalan. playlist penuh dengan lagu-lagu legendaris bethofen.
"akhirnya selesai juga. huft.. ini refisi terakhir.. tinggal ngajuin tanggal sidang. aaah leganya.." desah sang pemuda yang tampak telah selesai dengan apa yang ia kerjakan malam itu. dan ia pun mengistirahatkan raga dan pikirannya di penghujung malam itu.
Esok paginya sang pemuda nampak sibuk dengan kertas-kertasnya."sial aku kesiangan. lagian bu kiki mendadak lagi ngasih infonya. hash.. arrrgh" keluh kesah sang pemuda yang masih sibuk menyiapkan bahan skripsinya pagi itu. dan dengan tergesa-gesa ia berangkat menuju tempat dimana ia menuntut ilmu demi masa depannya. "lho udah siang gini baru mau berangkat kuliah kamu ?" sapa wanita cantik yang tinggal disebelah kontrakannya."iya mpok, tadi malam lembur tugas makanya kesiangan. baru pulang belanja??" balas Rahman sembari bertanya dengan melihat tas belanja yang dipegang oleh Ayu didadanya.
"liatnya biasa aja dong man. liat belanjaan apa liat yang di belakangnya?? mentang-mentang aye janda kembang. huft.. iya nih buat persediaan warung ntar sore. ntar mampir ya..!?" goda ayu. "eh enggak kok mpok cuman kebetulan aja liat ke situ. lagian megang belanja dikit aja pake digopong gitu? yaudah aku berangkat dulu mbak takut dosennya keburu pergi." bela rahman sembari pergi meninggalkan ayu. "iya titidije man, tadi mbak liat ada banyak preman di pasar". "iya mpook" teriak rahman sambil berlari menjauh dari rumah susun yang ditinggalinya. rahman tinggal dilantai bawah, jadi mudah baginya jika mau pergi, tak perlu lagi ia naik turun tangga.
jarak dari rumahnya menuju kampus memang cukup jauh. tapi tidak ada pilihan lain rahman sudah tinggal dirumah susun itu sejak kecil. ia diasuh oleh pemilik rumah susun tersebut. semua kebutuhannya terpenuhi, tapi sampai sekarang ia tidak tahu siapa yang mengasuhnya. hanya ia dapat kiriman uang tiap minggu dan juga para tetangganya pun turut membantunya. melihat rahman yang yatim piatu, para tetangganya berusaha sekuat tenaga untuk membantu sang pemuda itu, sejak ia dititipkan oleh seorang pelayan di suatu malam 9 tahun yang lalu.
Sampai sekarang rahman hanya berusaha mewujudkan permintaan sang pelayan yang membawanya. 'mulai sekarang kamu akan diasuh oleh pemilik rumah susun ini. kamu hanya akan bertemu dengan beliau ketika engkau sudah lulus kuliah. kalau kamu membutuhkan sesuatu bilang saja pada ku, lalu simpan juga nomer ini. orang-orang yang ada dirumah susun ini juga akan membantumu jika kau lapar pergilah ke warung di pasar sana, mereka sudah tahu kamu, jadi kamu bisa makan sepuasnya disana. ingat satu hal, kau harus bisa menyelesaikan sekolahmu di umur 24tahun jika tidak, kamu akan di tinggalkan oleh pak Dewa, pengasuhmu dan juga pemilik utama rumah susun ini." kata-kata di hari itu yang tak bisa dilupakan oleh rahman sampai sekarang. "aku harus menyelesaikannya, dan bertemu pak Dewa. orang yang mengasuhku sejak aku masih kecil. aku ingin berterima kasih padanya. meski aku baru berumur 22tahun aku ingin segera bertemu denganya." kata-kata semangat dari seorang pemuda yang mencoba mengejar mimpinya.
kini sampailah sang pemuda itu di pasar tradisional kecil, tak jauh dari rumah susun yang di tinggalinya. masih jauh jalan menuju kampus tempat kuliahnya. namun tiba-tiba telephone genggam miliknya berbunyi.
"Sms? dari bu kiki?"
'maaf Rahman hari ini ibu gak ke kampus, ibu masih
mengurus beberapa hal di rumah sakit bimbingannya di tunda maksimal 2hari. maaf tadi pagi ibu kira kerjaan di sini sudah selesai, jadi ibu memberi tahumu kalo hari ini ada bimbingan. "
"hmm... dasar dosen. mentang - mentang cantik main pindah jadwal sesukanya. untung cantik coba kalo nggak. huft.. hmm.. pak akhsan hari ini juga masih di nusa kambangan, balik jakarta minggu depan. yaudah deh mampir warungnya mbak tika aja." gerutu rahman yang langsung putar balik menuju ke sebuah warung tegal yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. namun ditengah jalan ia melihat seorang anak kecil yang dipukuli oleh 2 pria kekar bertatto kalajengking. sontak rahmanpun berlari mendekat hendak menolong. anehnya meski orang lalu lalang namun tidak ada yang berani mendekat ataupun bergerak menolong anak kecil itu, seakan kejadian itu sudah biasa terjadi. atau mungkin mereka terlalu takut untuk berurusan dengan 2 pria itu.
"Stop. jangan di lanjut. hentikaan!!!" teriak rahman dari keajuhan yang berlari mendekati anak itu. lalu orang-orang disekitar mulai berkerumun, namun masih menjaga jarak.
dua pria itu berhenti menghajar anak kecil itu, kemudian menoleh kearah rahman.
"eh bocah, mo ape lu?" kata pria dengan tatto di tangan kanan
"mo ikutan kali yan" tambah pria dengan tatto di tangan kiri.
"anak sekecil ini salah apa? kalian gak punya perasaan apa? dia masih kecil. gak punya otak lu pada?? mainnya sama anak kecil. banci lu.." gertak rahman
"lah. tuh mo coba lu liat, si bocah bau ingus bilang lu gak punya otak" kata yayan pria yang memiliki tatto di sebelah kanan kepada parmo temannya.
"ebuset. bukan gwa doang yan yang dibilang gak punya otak. lu juga keles dibilang bencis lagi ha ha.." ujar parmo.
"brengsek. gwa dikataen g berotak. eh bocah, sapa lu? anak mane lu? brani-braninye bilang gwa gak punya otak. udah bosen idup?" bentak yayan.
"gwa rahman supratman. mahasiswa akhir universitas indonesia jurusan psicolog." jawab rahman dengan lantang.
"gak kenal" tegas yayan.
"eh yan. ucil ngilang.." ucap parmo.
"ape?"teriak yayan tak percaya sembari clingak clinguk mencari anak kecil yang tadi ia pukuli. "semprul bener. eh bocah lu udah bikin kite berdua kehilangan setoran. jadi lu yang harus ganti setoran kite." tambah yayan.
tanpa sadar sebuah pukulan mendarat mulus ke hidung rahman."ahk.." suara kesakitan rahman kluar begitu saja. belum sempat rasa sakit itu hilang pukulan kembali mendarat di perut rahman ternyata dari tadi parmo sudah bersiap untuk menghajar rahman. pukulan demi pukulan terus berlanjut hingga rahman tak sanggup berdiri.